Sukses

Tak Puas Mediasi di Polisi, Driver Gojek Gandeng LBH Jakarta

Menurut Coky sistem online sekarang sudah tidak manusiawi dengan alasan error dan tidak peduli dengan kerugian yang diterima driver.

Liputan6.com, Jakarta Dua pekan berlalu sejak mediasi di Polda Metro Jaya antara PT Gojek Indonesia dan driver Gojek dirasa bak omong kosong. Maka itu, driver yang tergabung dalam Gojek99 Jabodetabek, membuat gerakan dengan menggandeng Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, guna membantu mereformasikan sistem ojek online lebih manusiawi.

"Kami ingin mereformasi PT Gojek Indonesia, dan perusahaan ojek online lainnya agar bisa lebih manusiawi dan meminta seluruh elemen negara membantu terkait perubahan tarif ojek online lebih manusiawi," kata Ketua Tim Bidang Hukum Gojek69 Coky di LBH Jakarta, Jumat (28/10/2016).

Menurut Coky sistem online sekarang sudah tidak manusiawi dengan alasan error dan tidak peduli dengan kerugian yang diterima driver. "Selalu merujuk sistem eror, tidak pernah coba mengganti kerugian kami sebagai driver," sambung dia.

Coky menjelaskan kerugian dari sistem error bersumber dari tingkat performa yang berubah sendirinya. Sehingga mempengaruhi nilai bonus yang seharusnya bisa mencapai Rp 140 ribu per harinya.

"Ya karena sistem error ini, tingkat performa bisa drop secara langsung padahal kesalahan bukan di driver. Cancel keinginan customer pun menjadi pengaruh performa kami di aplikasi. Nilai bonus kita tidak turun dan angka Rp 140 ribu bonus perhari tidak bisa didapatkan," jelas dia.

Ke depan, kata Coky, hasil dari LBH Jakarta hari ini bisa mendapat jalur ke instansi terkait, seperti DPR. "Audiensi ke Komisi III, apabila ditemukan hal-hal pelanggaran hukum pidana atau perdata maka akan menggugat secara hukum".

LBH Jakarta sendiri menanggapi hal ini secara terbuka. Menurut Gading, perwakilan LBH Jakarta, terlihat adanya ketidaksepahaman dan tidak ada perundingan, serta keputusan sepihak.

"Padahal status antara PT Gojek Indonesia dan driver itu sendiri adalah mitra, namun dalam pengambilan keputusan tidak ada perundingan tidak ada musyawarah. Perjanjian antara keduanya malah menjadi pemaksaan bagi driver, melanggar perjanjian status kemitraan awal atau bisa disebut ilegal," tandas Gading.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini