Sukses

Matangkan Model Baru Haluan Negara, PDIP Undang Pakar

Menurut Basarah, GBHN model baru ini berbeda dengan GBHN model Orde Baru yang hanya mengikat Presiden.

Liputan6.com, Jakarta - Fraksi PDIP di MPR menilai pasca dihapuskannya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) saat perubahan UUD 1945 pada 1999-2002 telah menghilangkan keberadaan Haluan Negara sebagai salah satu unsur bagi tercapainya tujuan negara di samping haluan dasar negara (Pancasila) dan haluan hukum dasar negara (UUD 1945).

Menurut Ketua Fraksi PDIP di MPR, Ahmad Basarah, keberadaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang oleh UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dimaksudkan sebagai pengganti GBHN ternyata tidak memenuhi kualifikasi sebagai Haluan Negara.

"Melainkan lebih pada Haluan pemerintahan (eksekutif) yang mengikat Presiden dan jajarannya ke bawah namun tidak mengikat penyelenggara negara lainnya seperti lembaga legislatif dan lembaga yudikatif," kata Basarah.

Berangkat dari fakta tersebut, dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Fraksi PDIP di MPR bekerja sama dengan Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember menyelenggarakan seminar nasional dengan topik 'Haluan Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia', Sabtu 8 Oktober 2016.

Narasumber dalam seminar ini adalah Ketua Fraksi PDIP MPR Ahmad Basarah, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, Guru Besar FH UI Satya Arinanto, Anggota Badan Pengkajian MPR Arief Wibowo serta Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Widodo Ekatjahjana.

Atas ketiadaan Haluan Negara dalam sistem ketatanegaraan saat ini, menurut Mahfud MD, kalau kesepakatan politik MPR dan masyarakat ingin mengubah UUD 1945 secara terbatas, terutama pasal tentang kewenangan MPR agar berwenang menetapkan GBHN kembali, perubahan UUD 1945 bisa saja dilakukan.

"Namun sebaiknya perubahan dilakukan secara terbatas yaitu terfokus pada isu haluan negara mengingat isu inilah yang menguat dan dibutuhkan. Di samping tidak ada jaminan perubahan pasal-pasal lainnya akan menyempurnakan UUD 1945 yang ada sekarang," papar Mahfud.

"Mengingat konstitusi adalah dokumen hukum sekaligus dokumen politik sehingga hari ini ditetapkan maka hari-hari berikutnya sangat mungkin untuk dikritik," sambung Mahfud.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mencari Model Baru


Senada dengan Mahfud MD, Satya Arinanto berpendapat bangsa Indonesia perlu mencari model yang ideal soal haluan negara di Indonesia dengan melihat kelemahan dan kelebihan model GBHN Orde Baru maupun model  Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) saat ini.

Sementara itu, menurut Widodo Ekatjahjana, harus dibedakan antara Haluan Negara dengan Haluan Pemerintahan (eksekutif). Undang-Undang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU SPPN) dengan RPJM nya pada dasarnya lebih merupakan haluan pemerintahan dan bukan haluan negara. Untuk itu perlu kembali dibentuk adanya Haluan Negara melalui perubahan terhadap pasal 3 UUD 1945, sehingga nantinya adanya Haluan negara ini akan memandu semua lembaga negara melaksanakan tugasnya termasuk Presiden dengan haluan eksekutifnya.

Atas berbagai pendapat pakar hukum tata negara yang mendukung adanya perubahan terbatas terhadap UUD 1945, Ahmad Basarah menyatakan masukan berbagai pakar tersebut merupakan energi tersendiri bagi MPR yang saat ini memang tengah menghimpun pendapat akhir dari berbagai pihak terkait termasuk pakar HTN, mengenai rencana dilakukannya perubahan terbatas terhadap UUD 1945 yaitu mengenai kewenangan MPR menetapkan GBHN.

Menurut Basarah, GBHN model baru ini berbeda dengan GBHN model Orde Baru yang hanya mengikat Presiden. Dalam GBHN model baru ini akan memuat rumusan pokok kebijakan nasional  bagi semua lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945 seperti DPR, DPD, BPK, MA, MK, KY termasuk bagi MPR sendiri. Hadirnya GBHN kembali ini tidak akan berimplikasi kepada sistem pemilihan Presiden.

"Presiden tetap dipilih langsung oleh rakyat, namun dalam merumuskan haluan pemerintahan seperti RPJMN harus berdasarkan kepada GBHN sebagai haluan negara yang dirumuslan oleh MPR," ungkap Wakil Sekjen DPP PDIP Bidang Pemerintahan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini