Sukses

Golkar Desak DPR Pulihkan Nama Baik Setya Novanto

Menurut Adies, nama baik Setya Novanto tercoreng setelah MKD menggelar sidang kasus 'Papa Minta Saham'.

Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan gugatan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto terkait kasus 'Papa Minta Saham' yang membuatnya di sidang di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Desember 2015 lalu.

Dalam keputusan yang dibacakan, Rabu 7 September kemarin, Ketua Majelis Hakim MK Arief Hidayat mengatakan, menerima permohonan pemohon sebagian, sepanjang tidak dimaknai khususnya frasa informasi elektronik dan atau dokumen elektronik, sebagai alat bukti penegakan hukum atas permintaan kepolisian dan institusi penegak hukum lainnya sebagaimana diatur dalam UU ITE.

Dengan keputusan ini, politikus Golkar Adies Kadir mendesak DPR segera mengembalikan nama baik Setya Novanto.‎

Anggota Komisi III DPR ini menegaskan, dengan dikabulkannya gugatan tersebut membuktikan bahwa apa yang pernah dituduhkan pada Setya Novanto (SN), yakni meminta saham pada PT Freeport Indonesia, tidaklah benar.

Karena itu, "DPR dapat merehabilitasi nama baik Pak SN, dalam kapasitas kedudukan beliau sebagai ketua DPR saat itu," kata Adies di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (8/9/2016).

Menurut Adies, nama baik Setya Novanto tercoreng setelah MKD menggelar sidang kasus rekaman percakapan yang menyebutkan, Setya Novanto (SN) meminta saham ke PT Freeport Indonesia yang dikenal sebagai kasus 'papa minta saham'.

"Pengunduran diri beliau (dari kursi Ketua DPR) akibat dari adanya laporan pihak-pihak ke MKD, yang membuat beliau (Setya Novanto) tertekan, sehingga memutuskan untuk mengundurkan diri," ujar Adies.

Dia melanjutkan, "MKD mengeluarkan putusan berdasarkan laporan, mungkin saja putusan tersebut ditinjau kembali apabila ada laporan ke MKD dari pihak-pihak yang dirugikan atas keluarnya keputusan MK tersebut."

Sebelumnya Setya Novanto menggugat Pasal 15 UU Tipikor yang berbunyi: "Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan dan pemufakatan jahat dalam tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama dengan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14."

Menurut Setya Novanto, kalimat permufakatan jahat menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian hukum. Karena itu, Setya Novanto meminta MK menafsirkan frase tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini