Sukses

Ini Arti Surat Kematian Mirna Menurut Ahli Kubu Jessica

Pemeriksaan forensik untuk mengetahui penyebab kematian seseorang harus dilakukan dengan memeriksa seluruh tubuh atau autopsi.

Liputan6.com, Jakarta Pihak terdakwa Jessica Kumala Wongso‎ menghadirkan ahli patologi forensik dalam sidang lanjutan kasus kematian Wayan Mirna Salihin. Ahli yang dihadirkan pada sidang ke-19 ini adalah dr Djaja Surya Atmadja dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).

Dalam keterangannya, Djaja mengungkapkan arti surat kematian Mirna yang dikeluarkan RS Abdi Waluyo, Jakarta Pusat setelah menjalani pemeriksaan di Unit Ga‎wat Darurat rumah sakit tersebut. Hal itu dijelaskan dalam prosedur menangani korban meninggal dunia oleh rumah sakit.

"Kalau ada kejadian orang sakit sampai mau meninggal, langkahnya dia dibawa ke rumah sakit. Oleh dokter UGD akan ditanyakan ke keluarga, kemudian diperiksa," ujar Djaya dalam persidangan di PN Jakarta Pusat, Senin (7/9/2016).

Namun ketika korban sudah meninggal dan baru dibawa ke rumah sakit, maka ada dua hal yang harus dilakukan dokter UGD. Jika kematiannya wajar, maka dokter bisa mengeluarkan surat kematian.

"Tapi kalau kematian tidak wajar, dokter UGD harus lapor ke polisi, kemudian dibuat surat rekomendasi untuk pemeriksaan forensik atau dilakukan autopsi," tutur dia.

Kematian tidak wajar yang dimaksud meliputi akibat kecelakaan, pembunuhan, atau bunuh diri.

Mendengar penjelasan itu, Otto Hasibuan selaku pengacara Jessica lantas menunjukkan gambar surat kematian Mirna yang dikeluarkan RS Abdi Waluyo melalui layar proyektor.

Dalam surat itu, Mirna dinyatakan meninggal pada pukul 18.30 WIB. Otto pun menanyakan apa artinya jika surat kematian dikeluarkan oleh dokter UGD di RS Abdi Waluyo.

"Kalau surat kematian dari dokter di UGD, berarti dinyatakan kematian yang bersangkutan adalah wajar. Kalau tidak wajar, pasti akan ada permintaan pemeriksaan forensik, baru nanti surat kematian dikeluarkan oleh dokter forensik setelah diperiksa menyeluruh," jelas Djaja.

Djaja juga menuturkan, pemeriksaan forensik untuk mengetahui penyebab kematian seseorang harus dilakukan dengan memeriksa seluruh tubuh atau autopsi.

Ia mengungkapkan, sangat sulit mencari penyebab kematian secara pasti jika hanya dilakukan pengambilan sampel pada salah satu organ korban.

"Kami ini kan terikat dengan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Dokter hanya melaksanakan permintaan penyidik. Penyidik berhak meminta, apakah dilakukan autopsi, atau hanya pemeriksaan sampel," pungkas Djaja.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.