Sukses

Gagal Haji Bupati Banyuasin

Belasan penyidik KPK masuk ke rumah yang tengah menggelar yasinan untuk mendoakan Yan Anton yang akan menunaikan ibadah haji.

Liputan6.com, Jakarta Selain tak mengenal jabatan, suku dan agama, perilaku korupsi juga tak mengenal waktu. Bahkan, di hari libur pun korupsi tetap terjadi. Hal itu dibuktikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kembali menangkap seorang pejabat daerah di Sumatera Selatan pada Minggu siang.

"Saya konfirmasikan, bahwa benar hari ini ada OTT (operasi tangkap tangan) di Sumatera Selatan," ujar Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu (4/9/2016) petang.

Namun, KPK enggan mengungkap sosok pejabat yang tertangkap tangan itu. Demikian pula kasus yang disangkakan, KPK masih bungkam.

Namun, dari sumber lain di KPK, diperoleh titik terang kalau pejabat yang terjaring OTT itu diduga Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdian. Yan Anton diduga diciduk KPK bersama beberapa orang yang terlibat kasus suap. Namun belum diketahui penangkapan ini terkait perkara kasus apa.

Ilustrasi KPK (AFP Photo)

Kepastian kemudian didapat dari Banyuasin, Sumatera Selatan. Dipastikan, OTT oleh KPK berlangsung di rumah dinas Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdian. Pada Minggu siang, rumah itu didatangi belasan petugas yang menggunakan rompi bertuliskan KPK dan dikawal oleh anggota Brimob Polda Sumsel bersenjata lengkap.

Petugas KPK terlihat memasuki rumah dinas tersebut dan membawa Bupati Yan Anton ke dalam mobil menuju suatu tempat. Sebanyak lima unit mobil Toyota Innova digunakan para petugas dan satu unit mobil Brimob Polda membawa Yan Anton dan sejumlah orang lainnya.

Sekretaris Daerah Kabupaten Banyuasin Firmansyah juga ‎membenarkan terjadinya penangkapan Bupati Yan Anton Ferdian. Bahkan, saat terjadinya OTT, dia juga tengah berada di rumah dinas Bupati Banyuasin. Ironisnya, penangkapan terjadi ketika tengah digelar acara yasinan untuk mendoakan Bupati Yan Anton yang akan berangkat haji pada Senin ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kronologi Penangkapan

Penangkapan berawal Minggu siang sekitar pukul 11.00 WIB, ketika KPK mengamankan Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdian, Sekda Banyuasin Firmansyah, dua pejabat Pemkab Banyuasin dan satu orang rekanan Bupati Banyuasin.

Penangkapan dilakukan di rumah dinas Bupati Banyuasin di Jalan Lingkar No 1, Kompleks Rumah Dinas Perkantoran Pemkab Banyuasin, Sumsel. Belasan penyidik KPK masuk ke rumah yang tengah menggelar acara yasinan untuk mendoakan keberangkatan Yan Anton menunaikan ibadah haji pada Senin ini. Mereka kemudian dibawa ke Polda Sumsel.

Pada pukul 13.00 WIB, bus Polda Sumsel tiba di depan gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumsel. Kelima pejabat dibawa ke dalam ruangan Ditreskrimsus Polda Sumsel dengan pengawalan ketat dari tim KPK dan kepolisian.

Sekitar pukul 17.00 WIB, puluhan personel Polda Sumsel sudah berjaga di depan gedung Ditreskrimsus Polda Sumsel untuk menggiring para pejabat Pemkab Banyuasin masuk ke dalam bus yang sudah disiapkan di depan gedung.

Penggeledehan oleh KPK. (Antara/Muhammad Adimaja)

Secara bergantian, empat orang yang ditangkap KPK digiring masuk ke bus Polda Sumsel. Bupati Banyuasin Yan Anton akhirnya keluar dari gedung Ditreskrimsus Polda Sumsel dan masuk ke dalam bus.

"Maaf ya, permisi..," ujar Yan Anton yang mengenakan kemeja kotak-kotak saat keluar dari gedung Ditreskrimsus Polda Sumsel.

Bersama Yan Anton juga digiring dua pejabat Pemkab Banyuasin yang diduga Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Banyuasin berinisial UU, Kepala Bagian Rumah Tangga berinisial RS, dan satu orang pengusaha di Banyuasin.

Sementara Sekda Banyuasin Firmansyah tidak ikut dalam rombongan yang digiring menuju bus Polda Sumsel. Menurut dia, ‎saat dibawa ke ruang Ditreskrimsus Polda Sumsel, dirinya tidak ikut diperiksa dan hanya menunggu di luar ruangan.

Namun demikian, dia belum mengetahui perkara yang menyeret Bupati Banyuasin dan pejabat lainnya berurusan dengan KPK. Kendati demikian dia sempat bertemu Yan Anton sebelum Sang Bupati dibawa keluar ruangan untuk diterbangkan ke Jakarta.

"‎Saya dipesankan agar menjalankan roda pemerintahan, dikuatkan dalam menghadapi cobaan yang dialami Pemkab Banyuasin. Semoga masalah ini cepat selesai," ucap Firmansyah.

Sementara, bus Polda Sumsel yang membawa empat orang itu melaju ke Bandara Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang untuk selanjutnya meneruskan perjalanan ke Jakarta.

Dari kasus ini bisa dipastikan Yan Anton gagal berangkat ke Tanah Suci karena harus meringkuk di ruang tahanan KPK. OTT KPK telah membuat rencana ibadah Sang Bupati menjadi berantakan. Padahal, dia sebenarnya bisa berkaca pada kasus yang menimpa koleganya di kabupaten tetangga yang juga terjerat OTT KPK.

3 dari 3 halaman

Nasib Serupa Bupati Tetangga

Yan Anton Ferdian bukanlah kepala daerah pertama di Sumatera Selatan yang digarap KPK. Belum lama berselang, bupati di kabupaten tetangga Banyuasin, yaitu Musi Banyuasin, juga menjadi pesakitan lembaga antirasuah itu. Banyuasin sendiri merupakan kabupaten pemekaran dari Musi Banyuasin.

Ketika itu KPK menahan Bupati Musi Banyuasin (Muba) Pahri Azhari dan anggota DPRD Provinsi Sumatera Selatan, Lucianty. Pasangan suami-istri itu ‎dijebloskan ke Rumah Tahanan (Rutan) Polda Metro Jaya pada Jumat 18 Desember 2015.

Pahri dan Lucianty ditahan usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK. Mereka diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan suap Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah Musi Banyuasin tahun anggaran 2014 dan Pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Musi Banyuasin tahun anggaran 2015.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan 10 orang sebagai tersangka. Mulai dari DPRD Muba, Kepala Dinas Muba sampai Bupati Muba beserta istrinya. Kasus ini sendiri terungkap setelah KPK melakukan OTT di Kabupaten Muba, Sumatera Selatan.

Tersangka kasus dugaan suap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Muba 2014 dan pengesahan APBD Muba 2015, Bupati Banyuasin Pahri Azhari usai diperiksa KPK, Jakarta, Rabu (6/1/2016). (Liputan6.com/Hekmi Afandi)
‎
Ketika itu, tim Satgas KPK meringkus empat orang yakni Ketua Fraksi PDI-P DPRD Muba Bambang Karyanto, anggota DPRD fraksi Partai Gerinda Adam Munandar, Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Muba Syamsudin Fei, dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Beppeda) Muba Fasyar.

Dalam OTT tersebut, penyidik menemukan dan mengamankan uang sebesar Rp 2,56 miliar. Uang itu diduga pemberian dari Syamsudin Fei dan Fasyar kepada Bambang dan Adam. KPK mensinyalir bahwa pemberian itu bukan yang pertama untuk memuluskan pembahasan APBD-P tahun anggaran 2015 Pemkab Muba.

KPK dalam perkembangannya kemudian menetapkan Bupati Muba Pahri Azhari dan istrinya Lucianty Pahri yang juga anggota DPRD Sumatera Selatan menjadi tersangka pada Jumat 14 Agustus 2015. Selain itu, empat pimpinan DPRD Muba yakni Ketua DPRD Muba, Riamon Iskandar, dan Wakil Ketua DPRD Muba Darwin A. H, Islan Hanura, serta Aidil Fitri juga telah ditetapkan sebagai tersangka pada 21 Agustus 2015.

Istri Bupati Musi Banyuasin, Lucianty usai diperiksa KPK, Jakarta, Rabu (6/1/2016). KPK memperpanjang penahanan terhadap Bupati Muba, Pahri Azhari dan istri Lucianty selama 40 hari ke depan.  (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Pahri Azhar dan istrinya disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus ini kemudian disidangkan di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Klas IA Palembang. Pada akhirnya, Bupati Muba non aktif Pahri Azhari dan istrinya Lucianty Pahri divonis bersalah pada persidangan Senin 3 Mei 2016.

Pahri divonis dengan hukuman pidana tiga tahun penjara. Sedangkan terdakwa Lucy divonis hukuman pidana 1,5 tahun penjara. Selain itu, majelis hakim memutuskan keduanya untuk membayar denda masing-masing Rp100 juta subsider tiga bulan penjara.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.