Sukses

DPR Dukung Rencana Pemerintah Izinkan WNI Dwikewarganegaraan

UU Nomor 12 Tahun 2006 sudah cukup memberikan ruang sampai dengan umur 18 tahun untuk secara sadar memilih status, tapi perlu direvisi.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi mendukung niatan pemerintah yang membuka peluang diperbolehkannya Warga Negara Indonesia (WNI) dapat mengantongi dwikewarganegaraan. Hal ini bertujuan untuk 'mengikat' diaspora yang dianggap sukses di bidangnya.

"Utamanya hal ini menguntungkan untuk mengikat diaspora yang sukses. Seperti Arcandra Tahar (mantan Menteri ESDM) mungkin berikutnya researcher-researcher eks WNI handal yang kerja di Eropa, profesional-profesional yang gajinya di atas US$100 ribu per tahun di negara-negara yang maju," kata Bobby di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (29/8/2016).

Politikus Partai Golkar ini berujar, saat ini dunia mengalami perang sumber daya manusia, khususnya di sektor IT, industri ekstraktif dan manufaktur. Maka dari itu, sebuah kerugian besar apabila negara tidak bisa memanfaatkan para diaspora yang memiliki kemampuan di bidang-bidang tersebut.

"Rugi bila negara tidak bisa memanfaatkan hal ini," ujar dia.

Bobby mengakui banyak pihak yang khawatir tentang dwikewarganegaraan ini. Sebab perlu batasan yang jelas antara diaspora yang menguntungkan dengan naturalisasi WNA yang malah mencari keuntungan ataupun mencari pekerjaan di Indonesia.

"Dwikewarganegaraan bisa melindungi bila WNI yang sudah lepas statusnya, karena perkawinan dengan WNA, ternyata bercerai, atau kehilangan hak waris. Tentu harus ada aturan yang menolak, naturalisasi bila WNA mau jadi WNI, yang nggak jelas manfaatnya," papar dia.

"UU Nomor 12 Tahun 2006 sudah cukup memberikan ruang sampai dengan umur 18 tahun untuk secara sadar memilih status, tapi perlu direvisi untuk bisa merekrut diaspora sukses menjadi WNI kembali dan berkontribusi untuk bangsa," sambung Bobby.

Lewat revisi Undang-Undang Kewarganegaraan, dia meyakini akan dapat merekrut diaspora yang memiliki talenta yang telah diakui di dunia. Namun revisi tersebut harus membatasi diaspora yang tak memiliki prestasi mentereng di negara lain dan diaspora yang dianggap berpotensi menimbulkan kegaduhan di Tanah Air.

"Jadi yang kita bahas ini bukan untuk membuka celah naturalisasi yang kebablasan, yang malah bisa membentuk kolonisasi yang merugikan RI," tandas Bobby.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.