Sukses

KPK Kantongi Penerima Aliran Dana Gubernur Nur Alam

Kasus rekening gendut Gubernur Nur Alam tengah diselidiki KPK. Termasuk di antaranya mereka-mereka yang menerima aliran dana.

Liputan6.com, Jakarta - Usai resmi menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai tersangka korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung bergerak cepat dengan melakukan pendalaman. Salah satunya dengan menelusuri pihak-pihak lain penerima aliran dana haram dari politikus Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.

"Penyidik sudah mengantongi pihak-pihak yang terkait dengan aliran dana. Tentu masih perlu pendalaman lebih lanjut," ucap Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi, Rabu (24/8/2016).

Para pihak lain penerima duit haram itu, diketahui merupakan hasil pengembangan selama penyelidikan dan penyidikan. Salah satunya lewat pemeriksaan sejumlah saksi dan penggeledahan di beberapa lokasi di Sulawesi Tenggara maupun di Jakarta.

Khusus penggeledahan, Yuyuk menerangkan, KPK melakukan penyitaan dokumen-dokumen dari beberapa lokasi. Termasuk di Kantor Gubernur dan di kediaman Nur Alam. Dokumen-dokumen terkait penerbitan SK IUP. Tak terkecuali SK IUP yang diberikan kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB).

"Juga dokumen-dokumen lain yang ada hubungannya dengan perkara," kata Yuyuk.

KPK resmi menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan surat keputusan (SK) terkait izin usaha pertambangan (IUP) kepada AHB di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sultra. Diduga, Gubernur Sultra 2008-2013 dan 2013-2018 itu melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan SK yang tidak sesuai aturan perundang-perundangan yang berlaku.

Nur Alam selaku Gubernur Sultra dua periode itu, mengeluarkan tiga SK kepada PT AHB. Yakni, SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi.

PT AHB diketahui merupakan perusahaan tambang yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Perusahaan tersebut melakukan kegiatan penambangan di bekas lahan konsensi PT Inco.

Atas perbuatannya, KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.