Sukses

Jangan Sampai Rugi, Begini Risiko Berhaji Jalur Tidak Resmi

Berikut risiko yang akan dihadapi calon jemaah haji yang memilih jalur tidak resmi.

Liputan6.com, Mekah - Kepala Daerah Kerja Makkah Arsyad Hidayat mengimbau jemaah haji Indonesia untuk mendaftar menjadi jemaah haji melalui jalur resmi. Menurut dia, berangkat haji melalui jalur yang tidak resmi mempunyai risiko.

"Beberapa tahun lalu, banyak ditemukan jemaah nonkuota tidak memiliki tempat tinggal, baik di Mekah, Madinah, atau Armina. Sehingga mereka ada sebagian yang masuk ke tenda-tenda jamaah haji reguler atau khusus," jelas Arsyad di Mekah, Rabu (24/8/2016).

Bahkan, saat dia bertugas di Madinah tujuh tahun lalu, mendapatkan jemaah haji non-kuota yang tertahan di terminal hijrah karena tidak ada akomodasi yang akan ditempatinya di Madinah.

"Pihak di terminal hijrah tidak memberikan izin masuk kecuali sudah ada kontrak yang mengatakan bahwa jemaah tersebut punya tempat tinggal," terang Arsyad.

Arsyad mengaku keberatan dengan adanya haji nonkuota, terlebih jika itu mengganggu jemaah lainnya, baik reguler maupun khusus. Hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa haji nonkuota sering masuk atau menumpang pada jemaah haji reguler dan haji khusus.

Penerapan sistem e-Hajj sejak dua tahun terakhir dinilai efektif dalam menekan keberadaan haji nonkuota. Sebab, lanjut Arsyad, e-Hajj sangat memperketat penerbitan visa karena mensyaratkan adanya kepastian kontrak akomodasi, transportasi, dan katering selama di Saudi.

"Kontrak itu tidak hanya manual, tapi kontrak elektronik yang harus mendapat persetujuan dari Kementerian Haji. Dari kontrak elektronik itu, kita bisa memasukkan nama untuk proses penerbitan visa. Tanpa kontrak elektronik, pihak Saudi tidak akan membuka akses untuk mengirim nama," ujar dia.

"Dengan adanya kontrak, seluruh pelayanan yang akan diberikan kepada jemaah selama di Arab Saudi itu sudah siap dari awal. Kalau itu tidak ada, maka tidak bisa dapat visa," imbuh Arsyad.

Dia optimistis sistem visa yang diterapkan dalam e-Hajj ini akan memperkecil peluang orang yang tidak mempunyai kesiapan kontrak dengan penyedia katering, transportasi, dan akomodasi, untuk bisa masuk ke Saudi.

"Di Jakarta-nya sudah tersetop, karena mereka yang mendapatkan visa adalah mereka yang sudah menyelesaikan pelayaan-pelayanan kontrak yang akan diberikan di Arab Saudi," Arsyad menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.