Sukses

Mediasi Korban Vaksin Palsu dan RS Harapan Bunda Tak Capai Hasil

Komnas PA Menyayangkan mediasi yang dilakukan tidak sesuai harapan.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menjadi mediator dalam pertemuan antara Aliansi Orangtua Korban Vaksin Palsu dengan pihak Rumah Sakit (RS) Harapan Bunda.

Mediasi yang berlangsung alot itu menghasilkan keputusan bahwa RS Harapan Bunda diberikan waktu dua hari ke depan, untuk merealisasikan tuntutan dari para orangtua korban vaksin palsu.

"Kita berikan waktu dua hari untuk mengambil keputusan, memenuhi tujuh tuntutan standar itu," tutur Arist di Kantor Komnas PA, Jalan TB Simatupang, Pasar Rebo, Rabu (3/8/2016).

Arist pun menyayangkan mediasi yang dilakukan tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Apalagi, sebelumnya mediasi tersebut rencananya dilaksanakan di RS Harapan Bunda.

"Saya kira hasil pertemuan tidak sesuai harapan. Harapannya juga dilakukan di Rumah Sakit Harapan Bunda, tapi dengan alasan demi pengamanan pasien, mereka minta di Komnas Anak," ujar dia.

Sementara itu, Koordinator Aliansi Orangtua Korban Vaksin Palsu August Siregar mengaku kecewa dengan RS Harapan Bunda yang datang tanpa memberikan kepastian dan solusi terkait tuntutan mereka. "Intinya hari ini tidak ada solusi. Mereka tetap menunjukan arogansi dan keangkuhan. Mereka seperti petani nggak bawa cangkul. Mereka ke sini nggak bawa apa-apa. Nggak bawa solusi," tukas August.

Berikut tujuh tuntutan para orangtua korban:

1. Menerbitkan daftar pasien yang diimunisasi di Rumah Sakit (RS) Harapan Bunda periode 2003-2016.

2. Untuk mengetahui vaksin palsu atau asli harus dilakukan medical check up di RS lain. Untuk biaya medical check up, seluruhnya ditanggung RS Harapan Bunda. RS yang akan melakukan medical check up ditentukan oleh orang tua korban.

3. Vaksin ulang harus dilakukan apabila hasil dari medical check up ternyata pasien terindikasi vaksin palsu dan semua biaya ditanggung pihak RS Harapan Bunda.

4. Segala atau semua akibat dari vaksin palsu yang berdampak kepada para pasien, maka menjadi tanggung jawab RS Harapan Bunda berupa jaminan kesehatan full cover sampai waktu yang tidak ditentukan.

5. Bagi anak yang sudah lewat usia vaksinasi, maka RS Harapan Bunda berkewajiban memberikan asuransi kesehatan untuk para pasien sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

6.  Pihak manajemen RS Harapan Bunda harus memberikan informasi terkini kepada para orang tua korban, tidak terbatas informasi dari pihak pemerintah atau instansi lainnya. Harus bersifat proaktif.

7. Adapun hal lainnya belum tercantum dalam poin-poin di atas akan disampaikan selanjutnya.

Sempat Ricuh

Seorang oknum yang diduga petugas keamanan Rumah Sakit (RS) Harapan Bunda membuat kericuhan dengan sejumlah wartawan, yang tengah meliput mediasi tersebut. Saat keributan terjadi, orang tersebut mengaku bahwa dirinya adalah anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

Pria dengan nama Wisnu Yudha Pranata itu mendorong kasar para wartawan hingga salah seorang wartawan terjatuh ke pinggiran jalan yang cukup curam. Akibatnya, kamera wartawan televisi swasta yang terjatuh mengalami benturan keras.

Awak media yang kesal langsung kalap dan menumpahkan amarahnya kepada Wisnu. Menerima amukan para wartawan, pria bertopi itu langsung mengaku sebagai anggota TNI dari Kopassus. "Dari mana kamu, menghalang-halangi kita ngambil gambar? Jangan menghalang-halangi tugas kami. Kamu siapa," tukas Efrizal yang kesal karena terjatuh akibat perlakuan kasar Wisnu.

Wisnu menanggapi tegas dan mengaku dirinya seorang anggota Kopassus. "Saya Kopassus," kata dia.

Saat wartawan memeriksa kartu keanggotaannya, ternyata dia tidak mampu menunjukkan tanda pengenal tersebut. Dia hanya memperlihatkan KTP dan kartu anggota Bandung Karate Club. Dia kemudian digelandang ke Mapolsek Pasar Rebo untuk dimintai keterangan.

Saat dikonfirmasi, Kepala penerangan Kopassus Letkol Inf Joko Tri Hadimantoyo mengatakan, sejauh ini tidak ada anggotanya bernama Wisnu Yudha Pranata. Joko menyerahkan kasus tersebut ke pihak kepolisian.

"Tidak ada anggota kita yang namanya itu di Jakarta. Biar saja itu kita serahkan kepada pihak kepolisian. Jika memang benar itu anggota kita, pasti nanti akan diserahkan ke kita," jelas Joko saat dihubungi melalui sambungan telepon.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini