Sukses


Sosialisasi 4 Pilar di NTT, Ketua MPR Bicara Makna Pancasila

Ketua MPR Zulkifli Hasan melakukan sosialisasi empat pilar dan bicara makna dari Pancasila kepada masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT).

Liputan6.com, Jakarta Ketua MPR ZulkifliHasan melakukan sosialisasi empat pilar kepada masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terhimpun dalam Paguyuban Flobamora.

Dalam paparannya, Zulkifli Hasan mengutip pidato Bung Karno saat di Sidang Umum PBB pada tahun 1960. Dalam pidato itu Bung Karno mengatakan bangsa Indonesia tidak ikut ideologi Barat yang beraliran kapitalis dan Timur yang beraliran komunis.

"Kita mempunyai ideologi sendiri, ideologi Pancasila," ujar Zulkifli di Hotel Neo Kupang, Nusa Tenggara Timur, Minggu (31/7).

Menurut Zulkifli Hasan, Pancasila mempunyai makna gotong royong, musyawarah mufakat, kekeluargaan. "Inti dari Pancasila adalah kasih sayang. Kita hidup berbangsa dalam satu keluarga yang bergotong royong," lanjutnya.

Meski demikian, Zulkifli Hasan mengakui masyarakat sudah banyak yang meninggalkan nilai-nilai Pancasila. Dikatakan oleh Zulkifli Hasan, Pancasila sudah menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sejak dulu kala. Nilai-nilai luhur yang penuh kekeluargaan harus menjadi perilaku agar mendapat sinar cahaya ketuhanan.

Bila kita berperilaku sesuai dengan Pancasila maka kita akan memanusiakan manusia secara adil dan beradab. Dalam bertutur kata, ia akan penuh etika dan tatakrama dan penuh kesejukkan tanpa menyebar kebencian.

Sebagai bangsa yang beragam, Zulkifli Hasan juga mengakui di masyarakat ada perbedaan. Ditegaskan oleh Zulkifli Hasan bila ada perbedaan harus diselesaikan secara musyawarah dan mufakat. "Boleh sepakat atau tidak dalam mengambil keputusan asal musyawarah," ujarnya.

Dalam sosialisasi itu, pengurus Flobamora, Frans X. Skera, yang juga memberi sosialisasi mengatakan Pancasila itu adalah hidup dan matinya sebuah bangsa. Lebih lanjut dikatakan, kemajemukan di Indonesia adalah sebuah keniscayaan. Diakui dalam kemajemukan itu ada friksi atau gesekan.

Menurut pria yang pernah menjadi Kepala BP7 Provinsi NTT itu, gesekan terjadi karena masyarakat yang berusaha untuk mempertahankan identitas yang ada. Untuk itu dalam menyelesaikan atau mengelola kemajemukan tak boleh menggunakan unsur suku, agama, dan ras.

"Harus menggunakan Pancasila," ujarnya.

Menurut Frans, Pancasila adalah kebutuhan maka kita harus sepakat, Pancasila adalah hidup dan matinya bangsa. Ideologi disebut sebagai satu kesatuan gagasan individu sehingga kalau kita bicara ideologi maka kita bicara bangsa dan negara. Bagi Frans, Pancasila tak hanya ideologi namun juga sebagai dasar negara. "Segala produk hukum tak boleh bertentangan dengan Pancasila," ujarnya.

Dikatakan bahwa Pancasila dari waktu ke waktu mengalami tantangan. Tantangan itu seperti pemutaran balikan Pancasila dan adanya penyusupan ideologi lain. "Ancaman sekarang lebih besar," ungkapnya.

"Pancasila mendapat tantangan dari korupsi, kolusi, dan nepotisme," paparnya.

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini