Sukses

Penjelasan Saksi Soal Uang Rp 700 Juta Milik Panitera PN Jakut

Uang suap Rp 700 juta yang ditemukan di dalam mobil Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Rohadi hingga kini masih menjadi misteri.

Liputan6.com, Jakarta - Uang suap Rp 700 juta yang ditemukan di dalam mobil Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Rohadi hingga kini masih menjadi misteri. Namun, fakta baru terungkap pada persidangan praperadilan yang diajukan oleh Rohadi melalui kuasa hukumnya, Tonin Tachta Singarimbun.

Dalam sidang di Praperadilan di PN Jakarta Pusat, saksi Jenoto (40) mengatakan, uang Rp 700 juta adalah uang untuk biaya membeli peralatan rumah sakit yang kini tengah dibangun di kampung halaman Rohadi di Cikedung, Indramayu, Jawa Barat.

"Saya mendengar dari dokter Zaenal yang kerja di rumah sakit bahwa Rp 700 juta itu uang pinjaman untuk membeli peralatan rumah sakit," kata Jenoto saat memberikan keterangannya di sidang praperadilan yang diajukan oleh Rohadi di PN Jakarta Pusat, Rabu (27/7/2016).

Saksi mengaku mengetahui uang yang akan dibelanjakan peralatan rumah sakit itu dari pembicaraan antara dokter Zaenal dan Yuda. "Saya mendengar dari dokter Zaenal dan Pak Yuda uang tersebut untuk DP beli alat-alat rumah sakit," terang Jenoto.

Namun ketika ditanya, apakah saksi tahu siapa pemilik rumah sakit tersebut, Jenoto menjawab kalau rumah sakit itu bukan milik Rohadi. Karena tanah yang dibangun rumah sakit tersebut milik orang lain. Keberadaan rumah sakit itu merupakan hasil patungan para pemodal.

"Tanah yang dibangun rumah sakit milik orang lain. Bukan milik pribadi Rohadi. Itu milik para investor," ucap Jenoto.

Begitu pun ketika ditanya soal kepemilikan kompleks perumahan real estate yang dilengkapi dengan water park, saksi mengatakan Rohadi tak pernah memilikinya. Dia mengaku tahu Rohadi memiliki itu semua dari media.

"Tak ada perumahan real estate, apalagi water park. Tanah di sekeliling rumah sakit masih kosong. Saya hanya mendengar dari media. Pak Rohadi tak punya itu semua," aku Jenoto.

Sebelum diperdengarkan kesaksiaannya, Hakim Tunggal Tafsir Sembiring Meliala sempat menanyakan tentang latar belakang saksi. Hakim pun sempat memberitahu tentang ancaman pidana selama 7 tahun penjara jika memberikan kesaksian palsu.

Jenoto menyebut dirinya adalah saudara jauh dari Rohadi yang berasal dari kampung Cikedung, Indramayu. Dia menjelaskan pada tahun 90-an atau pada saat Rohadi merantau ke Jakarta sempat berjualan mie pangsit dan mie rebus di daerah Pondok Kopi, Jakarta Timur.

Bahkan untuk menutupi keperluan sehari-hari, Rohadi juga sempat berprofesi sebagai sales elektronik dan berjualan ikan di Muara Angke, Jakarta Utara. Seiring waktu, kehidupan Rohadi mulai membaik saat dia diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Saat itu Rohadi mulai merintis usaha sebagai pengusaha kapal penangkap ikan.

"Kapal itu dibeli Rohadi dari usahanya berjualan ikan. Kapalnya berukuran 22 x 4,5 meter dari kayu. Sampai sekarang pun Rohadi masih berjualan ikan," kata Jenoto.

Rohadi tersangkut perkara hukum ketika ditangkap KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), Rabu (15/6/2016) lalu. Bersama Rohadi, ditangkap juga Samsul Hidayatullah, kakak kandung Saipul Jamil dan dua pengacaranya yakni Berthanatalia dan Kasman Sangaji. Mereka dicokok saat transaksi dugaan suap untuk mengurangi hukuman Saiful Jamil yang menjadi terdakwa pencabulan anak di bawah umur.

Saat penangkapan, KPK menyita uang sebanyak Rp 250 juta yang diduga berasal dari Saiful Jamil. Selain itu di mobil Rohadi ditemukan juga uang senilai Rp 700 juta. Sehari sebelum penangkapan, Saipul Jamil divonis 3 tahun penjara oleh PN Jakut dalam perkara pencabulan. Vonis itu jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni tujuh tahun penjara dan denda Rp 100 juta. KPK menjadikan Rohadi tersangka penerima suap.

Dia disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara Berthanatalia, Kasman, dan Samsul yang jadi tersangka pemberi suap dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 a.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.