Sukses

Ini Modus Penyidik KPK Gadungan Peras Korban

Tersangka di antaranya mengklaim sering bertemu dengan pejabat KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya bekerja sama dengan Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tiga penyidik gadungan KPK. Seorang tersangka berinisial HRS memeras saksi yang pernah diperiksa KPK.

HRS diringkus di sebuah perumahan di Depok, Jawa Barat, Kamis 21 Juli 2016 malam, dalam operasi tangkap tangan yang digelar tim gabungan KPK dan Ditreskrimum Polda Metro Jaya.

"Kami amankan tiga orang HRS, I dan IBM. Namun dari tiga itu, HRS sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dua lainnya masih berstatus saksi," ucap Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Khrisna Murti di Gedung KPK, Jakarta, Jumat malam, 22 Juli 2016.

Ia menjelaskan, awalnya pada Rabu 20 Juli 2016, ada seorang yang merasa diperas oleh pelaku melapor ke Deputi PIPM KPK. Informasi itu diteruskan ke Polda Metro Jaya.

Penyelidikan pun dilakukan. Dari penelusuran diketahui pelaku mengaku sebagai Kabag Analisis KPK yang bisa membantu mengurus kasus yang tengah dialami saksi I, IBM dan R.

Berbekal Sprindik Palsu

Pelaku berupaya meyakinkan korban dengan menunjukkan contoh sprindik (surat perintah penyelidikan) palsu yang sudah maupun yang belum ditandatangani pimpinan KPK.

Pelaku memperlihatkan lima sprindik yang sudah dan belum ditandatangani terkait kasus DPRD Sumut," ujar Krishna.

Pelaku juga mengklaim dekat dengan penyidik antirasuah. Menurut Krishna, pelaku juga mengklaim dekat dengan pimpinan KPK karena tinggal satu lingkungan. Selain itu, HRS mengklaim sering bertemu dengan pejabat KPK.

Pelaku juga mengetahui bahwa memang benar I, R dan IBM pernah menjalani pemeriksaan sebagai saksi atas suatu kasus di KPK. Hal ini dimanfaatkan pelaku untuk memeras 'pasien' KPK itu. Korban yang sudah percaya dengan tipu daya HRS akhirnya siap memberikan uang Rp 2,5 miliar.

"Jika tidak memberikan uang Rp 2,5 miliar, maka kasusnya akan dinaikan ke penyidikan dan dijadikan tersangka," Krishna mengungkapkan.

Sebagai uang muka, korban memberikan Rp 50 juta kepada HRS. Pemberian dilakukan dua cara. Pertama dengan transfer Rp 25 juta. Sisanya diberikan secara tunai.

Dia menjelaskan, penyidik sudah menggeledah rumah HRS di Depok sejak pagi hingga Jumat sore. Hasilnya, ditemukan uang Rp 25 juta, laptop, scanner, airsoft gun, cap palsu KPK dan lainnya. "Uang Rp 25 juta itu transaksi pancingan antara korban dan pelaku," Krishna menerangkan.

Selain itu, ujar Krishna, penyidik menyita handphone, dokumen, kartu anggota PWI, dan koran pemberantasan korupsi. "Karena ini kasus pidana umum, akan disidik Polri," Krishna Murti menegaskan.

Ada Mafia Bermain

Kombes Krishna Murti mengatakan pula, ada mafia yang bermain dengan memanfaatkan orang-orang yang terkena masalah. Tidak hanya yang berkasus di KPK, tapi juga di Polri maupun Kejaksaan.

Menurut dia, mafia ini pintar dan mengikuti itu terkait kasus-kasus yang tengah ditangani penegak hukum. Kemudian, mereka menghubungi orang-orang berkasus dan mengaku bisa mengurus kasus yang tengah dialami.

"Sudah banyak kami tangkap yang seperti ini," kata Krishna dalam jumpa pers dengan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung KPK, Jakarta, Jumat malam, 22 Juli 2016.

Bahkan, ia menceritakan, pernah ada suatu kasus, pelaku mengaku sebagai salah satu Deputi KPK. Setelah ditelusuri, kata dia, diduga ada keterlibatan oknum narapidana di salah satu lembaga pemasyarakatan.

"Ini yang pernah kami tangani di Polda Metro Jaya," Krishna Murti membeberkan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.