Sukses

Kejagung Tak Tunduk Atas Rekomendasi IPT soal Kejahatan HAM 1965

Kejagung hanya mengacu kepada UU Pengadilan HAM dan UU untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan pihaknya tidak akan mengacu kepada rekomendasi International People's Tribunal (IPT) atau Pengadilan Rakyat Internasional yang menyatakan Indonesia harus bertanggung jawab atas 10 tindakan kejahatan HAM berat yang terjadi pada 1965-1966.

Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung M Rum, pihaknya hanya mengacu kepada Undang-Undang Pengadilan HAM. Serta, UU HAM untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.

"Yang kita punya itu UU Pengadilan HAM dan UU 39 Tahun 1999 tentang HAM. Jadi kita juga masih bertanya juga IPT itu apa? Jadi, kita juga enggak terkait dengan itulah. Enggak tunduk dengan itu (rekomendasi IPT). Karena kita punya perangkat hukum sendiri," ucap Rum di Kompleks Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis 21 Juli 2016.

Kejagung, imbuh Rum, tidak akan menjalankan rekomendasi dari IPT. Ia menambahkan, rekomendasi IPT belum tentu sesuai dengan kerangka hukum di Indonesia.

"Kalau tidak sesuai dengan kerangka hukum kita, ya kita enggak tahu bagaimana," ujar Rum.

Dijelaskan Rum, dalam pengungkapan kasus kejahatan HAM masa lalu, Kejagung dibantu oleh Komnas HAM. Bila penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM dianggap sudah cukup, maka bisa dilanjutkan ke ranah penyidikan.

"(Kasus) HAM ini kan penyelidikannya Momnas HAM, penyidikannya Kejaksaan Agung. Ya sudah mekanismenya kan tertera, kalau penyelidikan belum dianggap cukup ya enggak naik ke penyidikan. Ya gitu aja," Rum menandaskan.

Sebelumnya, Pengadilan Rakyat Internasional (IPT) di Den Haag, Belanda, mengeluarkan keputusan mengejutkan. Mereka menyatakan Indonesia bertanggung jawab atas 10 tindakan kejahatan HAM berat yang terjadi pada 1965-1966.

Sepuluh kejahatan HAM menurut IPT di antaranya adalah pembunuhan massal, pemusnahan, pemenjaraan, perbudakan, penyiksaan, penghilangan paksa, kekerasan seksual, pengasingan, propaganda palsu, keterlibatan negara lain, hingga genosida.

Seperti dilansir BBC, setelah keputusan ini keluar IPT mendesak pemerintah untuk memberikan kompensasi dan santunan yang memadai kepada korban dan keluarganya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini