Sukses

'Segel' di Rumah Sakit Penerima Vaksin Palsu

Sejumlah orangtua yang anaknya jadi korban vaksin palsu meluapkan emosi terhadap pihak rumah sakit.

Liputan6.com, Jakarta - Dua kertas HVS putih bertuliskan kalimat 'RUMAH SAKIT INI SEMENTARA DISEGEL,' dan kata 'DISEGEL' ditempel di pintu kaca lobi Rumah Sakit Harapan Bunda, Ciracas, Jakarta Timur. Kertas itu ditempel Aris, anggota Aliansi Korban Vaksin RS Harapan Bunda.

Tindakan tersebut sebagai luapan kekecewaan pria berusia 34 tahun itu bersama ratusan anggota aliansi atas sikap RS Harapan Bunda. Mereka menilai pihak rumah sakit tidak beritikad baik dalam menyelesaikan tanggung jawab mereka kepada keluarga korban.

"Biarin saja kita segel. Memang rumah sakit ini pantasnya dicabut saja izin usahanya. Ke rumah sakit bukannya sehat, malah sakit," ucap Aris kepada Liputan6.com sambil menempelkan selotip di sudut-sudut kertas HVS yang bertuliskan kata disegel, RS Harapan Bunda Jakarta Timur, Sabtu 16 Juli 2016.

Bila kertas tersebut dicabut, Aris menegaskan akan menempelnya kembali selama rumah sakit tidak memberikan tanggung jawab kongkret kepada korban-korban vaksin palsu. "Ya kita pasang lagi (kalau kertas dicopot) selama pihak rumah sakit tak punya itikad baik yang benar-benar."

Ia mengaku sebagai salah satu dari pasien langganan dokter spesialis anak Indra, yang ditetapkan sebagai tersangka kasus vaksin palsu oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri.

Orangtua korban vaksin palsu marah di RS Harapan Bunda Jakarta.

Meskipun anaknya mendapat vaksin dari dokter Indra pada 2004 silam dan Satgas Penanggulangan Vaksin Palsu mengumumkan RS Harapan Bunda menggunakan vaksin palsu baru pada Maret 2016, dirinya mengaku tetap khawatir.

"Dokter Indra tuh langganan saya. Makanya saya kaget sekaligus takut sekali. Jangan-jangan dari dulu dia begitu, bukan tahun ini saja. Dokter Indra setahu saya salah satu dokter anak favorit karena dia baik, ya mungkin itu kedoknya," warga Depok, Jawa Barat itu menandaskan.

RS Harapan Bunda termasuk 14 rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang disebut telah menerima vaksin palsu. "Pengungkapan 14 fasyankes ini sudah disepakati dengan Bareskrim Polri," ungkap Menteri Kesehatan Nila Moeloek di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Kamis 14 Juli 2016.

Rumah sakit itu adalah DR Sander, RS Bhakti Husada, RSIA Puspa Husada, RS Karya Medika, RS Kartika Husada, RS Sayang Bunda, RS Multazam, RS Permata, RSIA Gizar, RS Hosana, RS Elizabeth, dan RS Hosana yang semuanya berada di Bekasi, Jawa Barat. Ada juga di RS Sentral Medika (Gombong) dan RS Harapan Bunda (Jakarta Timur).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dokter Anak Menghilang

RS Harapan Bunda masuk daftar rumah sakit yang menerima vaksin palsu. Namun, para orangtua korban vaksin palsu di RS Harapan Bunda, Jakarta Timur mengeluhkan sulitnya berkomunikasi dengan para dokter spesialis anak, yang biasa menangani vaksinasi buah hati mereka.

Mereka mengatakan para dokter tersebut belakangan 'menghilang', seperti tidak mau menjawab telepon dan membalas pesan singkat para orangtua anak.

"Kami minta difasilitasi dengan dokter-dokter spesialis anak di rumah sakit ini. Kami mau konsultasi, mau tahu anak kami disuntikkan vaksin palsu atau tidak," pinta seorang ibu muda saat pihak RS Harapan Bunda mengadakan konferensi pers di Jakarta Timur, Sabtu 16 Juli 2016.

Direktur Utama RS Harapan Bunda dokter Fina mengatakan, dirinya sudah mengimbau para dokter spesialis anak untuk melayani konsultasi para pasien sebaik mungkin, sejak rumah sakit itu disebut-sebut sebagai pengguna vaksin palsu.

Setelah vaksin, anaknya itu mengalami panas dan diare. Dokter di Rumah Sakit Harapan Bunda memintanya dirawat di rumah sakit lain.

"Kami sudah mengimbau dokter untuk melayani semua pasien," kata dokter Fina yang didampingi Wali Kota Jakarta Timur Bambang Musyawardana itu.

Tetapi pernyataan Fina langsung dibalas dengan tudingan-tudingan dari para orangtua korban, yang memang sejak awal emosi dan kecewa dengan perlakuan RS Harapan Bunda kepada mereka.

"Mana? Di Whatsapp (WA) online tapi tidak buka-buka WA kami. Kabur keluar negeri kali dokternya. Kami minta pihak rumah sakit pertemukan kami dengan semua dokter spesialis anak. Jangan-jangan dokternya sedang di polisi semua," ujar seorang bapak.

Menanggapi tuntutan para orangtua korban, dokter Fina akhirnya mencoba menenangkan dengan menyatakan, pihaknya akan mengupayakan pertemuan para orangtua korban dengan para dokter spesialis anak.

"Baik, akan kami coba koordinasikan," tutup Fina.
    
Kontras dan LBH Mengawal

Ketua Aliansi Korban Vaksin Palsu RS Harapan Bunda August Siregar mengimbau para orangtua korban vaksin palsu, agar bersatu menuntut tanggung jawab pihak rumah sakit.

August menilai RS Harapan Bunda tidak menunjukkan keseriusannya menangani kasus vaksin palsu, tetapi hanya melakukan pembelaan.

Karena itu, Aliansi Korban Vaksin Palsu RS Harapan Bunda meminta pendampingan hukum dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.

August menganggap dirinya bersama ratusan orangtua korban, sudah ditipu mentah-mentah oleh Direktur Utama RS Harapan Bunda dokter Fina.

"Kesepakatan kita dengan ibu Fina, beliau dengan sangat lantang dan jelas mengatakan pada jam 08.00 WIB, ia akan menampilkan dan mencetak nama pasien vaksin dari 2003-2016," ujar August di RS Harapan Bunda, Jakarta Timur, Sabtu ini.

"Tapi sampai hari ini yang namanya Fina tidak memberikan data yang kita minta, ini pembohongan publik. Karena itu kami sudah sowan ke LBH, Kontras untuk meminta pendampingan. Sebagai rumah sakit yang benar, seharusnya mereka punya data. Kami minta ibu Fina memberi data secepatnya," dia menambahkan.

Sementara itu, anggota Aliansi Korban Vaksin RS Harapan Bunda, Audi mengajak para orangtua korban, membangun Crisis Center di area rumah sakit. Tujuannya untuk menjaga kekompakan di antara keluarga korban.

"Kita bangun Crisis Center di sini supaya (kasus ini) tidak 'masuk angin'. Jangan sampai hari ini berjuang, besok-besok massa kita berkurang," August menegaskan.

Ketua Yayasan LBH Indonesia Alvon Kurnia Palma yang turut hadir di lokasi memberi gambaran bantuan hukum, yang bisa diupayakan pihaknya kepada para korban vaksin palsu.

Alvon meminta Aliansi Korban Vaksin Palsu RS Harapan Bunda mendata nama balita terduga korban vaksin palsu. Termasuk kronologi kesehatan para korban setelah mendapat vaksin palsu.

"Jadi sebenarnya kita melihat dulu berdasarkan data yang ada, apakah ada perbuatan melanggar hukum melalui tindakan medis ini atau tidak? Kalau ada, apakah ini dilakukan secara institusi atau perorangan?" kata dia.

Dalam melakukan pendampingan, kata Alvon, LBH Jakarta juga akan meminta keterangan dari ahli farmakologi, mengenai dampak jangka pendek dan panjang terhadap balita yang tersuntik vaksin palsu.

"Kita minta pendapat dari yang expert seperti ahli farmakologi. Bukan dokter anak, imun, dan juga dokter penyakit dalam. Kita minta pendapat lain dari ahlinya," Alvon memungkasi.

Sementara, Koordinator Kontras Puri Kencana Putri mengatakan pihaknya akan serius menangani kasus vaksin palsu. Karena ternyata tindak kejahatan tersebut sudah menghantui masyarakat sejak lama, dan ada di tengah keseharian pelayanan kesehatan masyarakat.

"Kami punya fokus perhatian, melihat vaksin palsu ini bukan kejahatan yang sepele. Tapi kejahatan sehari-hari," Putri menandaskan.

3 dari 4 halaman

Pendataan Bayi Terbatas

Adapun ibu dari balita Muhammad Gibran Ashiddiq (2,5), Melly (34), mengaku kecewa atas kebijakan Rumah Sakit Harapan Bunda, Ciracas, Jakarta Timur, yang hanya memfokuskan pendataan bayi dan balita yang menerima vaksin periode Maret hingga Juni 2016.

Melly mengatakan, anaknya menerima vaksin September 2015 dan tak menutup kemungkinan menjadi korban vaksin palsu juga.

"Katanya mereka mau cover semua biaya, tapi kata dokter Seto (Kepala Manajemen) dan dokter Harmon (dokter spesialis anak), yang di-cover cuma yang vaksin Maret sampai Juni 2016," keluh Melly kepada Liputan6.com di RS Harapan Bunda, Ciracas, Jakarta Timur, Sabtu 16 Juli 2016.

Kepala Humas RS Harapan Bunda Mira Restiawati menjelaskan, pihaknya memfokuskan pendataan kepada bayi atau balita yang divaksin periode Maret hingga Juni 2016. Karena berdasarkan informasi yang diterima rumah sakit, vaksin palsu baru masuk ke Harapan Bunda pada Maret 2016. Kala itu, stok vaksin di rumah sakit habis.

"Sehingga kami memberikan kelonggaran kepada dokter spesialis anak untuk menggunakan vaksin jika mereka punya. Jadi dokter membawa sendiri vaksinnya. Kemungkinan saat itu vaksin palsu ini digunakan," kata Mira.

Informasi mengenai vaksin yang baru masuk pada Maret 2016, di dapat Mira dari Satgas Penanganan Vaksin Palsu yang dibentuk Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri bersama Kemenkes, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), serta Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

"Vaksin itu, (hasil penyelidikan) dari tim satgas mengatakan, yang saat ini dicurigai mulai Maret sampai Juni 2016. Kami akan fokus pada arah yang itu dulu," ujar Mira.

Hingga hari ini, penyidik Bareskrim Polri menetapkan 23 tersangka terkait vaksin palsu. Mereka terdiri dari distributor, pembuat vaksin, hingga dokter, bidan, dan perawat.

Penyidik saat ini fokus pada sebaran vaksin ke fasilitas kesehatan yang ada. "Distribusi pelaku tentunya berbeda dengan resmi, di situ kita menyelidikinya," kata Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Tipid Eksus) Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Agus Setya.

Tantang Menkes

Adapun sejumlah orangtua yang cemas anaknya menjadi korban vaksin palsu mendatangi Kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). Mereka mengadu kepada pemerintah terkait beredarnya vaksin palsu di sejumlah rumah sakit yang meresahkan.

Dalam kesempatan itu, salah satu orangtua pasien, August Siregar, meluapkan kekecewaannya atas pernyataan Menteri Kesehatan Nila F Moeloek saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR, Kamis 14 Juli lalu. Saat itu, Menteri Nila dianggap menilai vaksin palsu tidak berbahaya bagi anak-anak.

Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moeloek mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (14/7). Dalam rapat itu, Menkes Nila membeberkan daftar 14 rumah sakit yang menerima distribusi vaksin palsu (Liputan6.com/JohanTallo)

"Kemenkes menyatakan tidak ada efek. Kami ingin bukti apakah sudah ada riset yang dilakukan tidak ada efek dari vaksin palsu. Karena ditakutkan merusak generasi penerus bangsa," ujar August di Kantor KPPPA, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Sabtu 16 Juli 2016.

August lantas menantang Menteri Nila agar keluarganya diberikan vaksin palsu supaya bisa merasakan kecemasan masyarakat saat ini. Hal itu sekaligus untuk membuktikan apakah vaksin palsu benar-benar tidak berbahaya‎ sebagaimana pendapat sang Menteri.

"Kalau memang tidak ada efek, berani tidak cucunya di vaksin palsu," tantang dia.

Menurut August, selain kandungan vaksin palsu, pemerintah seharusnya juga memperhatikan alat dan tempat yang digunakan. Sebab berdasarkan pengakuan pelaku, mereka menggunakan botol bekas dan diisi dengan vaksin palsu.

"Peralatannya apakah higienis, itu yang kita takutkan. Tidak mau kalau tidak ada riset resmi tidak ada efek. Kami orangtua tetap paranoid," ucap August.

4 dari 4 halaman

Penjelasan Ikatan Dokter Anak

Sementara itu, Pengurus Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Soedjatmiko mengatakan, para orangtua tidak perlu panik saat anaknya mengalami efek samping usai imunisasi atau memberi vaksin.

Hal pertama yang dilakukan bagi orangtua adalah membawa si anak kembali ke rumah sakit, klinik, atau bidan tempat imunisasi. "Vaksin yang asli pun bisa menimbulkan demam, merah-merah, anak rewel, dan benjolan," ungkap Soedjatmiko saat diskusi mingguan bertema 'Jalur Hitam Vaksin Palsu', di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 16 Juli 2016.

Langkah kedua, lanjut Soedjatmiko, khusus untuk vaksin BCG setelah enam atau delapan minggu, memang sebagian besar akan muncul benjolan dan bisa hingga beberapa bulan.

"Itu reaksi wajar seperti kita makan cabai kepedesan. Benjolan itu bisa beberapa bulan, tapi sejauh anaknya makannya oke, enggak apa-apa, ya sudah," papar dia.

"Tapi kalau ragu, silakan cek ke dokter anak, dan yang perlu diperhatikan, perlakuan ke anak itu beda. Lakukan pendekatan yang berbeda, perlakukan mereka bukan sebagai objek tapi subjek. Kalau ada masalah, silakan kembali ke rumah sakitnya," sambung Soedjatmiko.

Soedjatmiko menjelaskan, sejauh ini vaksin yang dipalsukan adalah vaksin impor. Tetapi, yang selama ini banyak dipakai sarana kesehatan pemerintah atau swasta adalah vaksin dari pemerintah.

"Vaksin dari pemerintah seperti polio, campak, HIV, BT, PT, sampai saat ini dan sejauh yang kami tahu itu tidak dipalsukan," kata dia.

"Kalau ada keluhan anaknya, coba ke dokternya. Ada yang nanti memang perlu divaksin ulang, tapi ada mungkin juga yang cukup satu kali karena kekebalan tubuhnya baik," imbuh Soedjatmiko.

Soedjatmiko yakin para rumah sakit yang terbukti menggunakan vaksin palsu, akan memberikan imunisasi lagi. Menurut dia, sejatinya isi vaksin tidak berbahaya.

Kasus vaksin palsu mencuat setelah polisi menggerebek pabrik pembuatannya di Tangerang dan Bekasi

"Isi vaksin itu tidak berbahaya karena sejauh ini isinya antibiotik, tapi meski begitu kita tetap pantau terus. Mohon semuanya ikuti perkembangan dan juga saran dari pemerintah," Soedjatmiko menandaskan.

Memberi Vaksin Wajib

Sementara, Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Widjajarta mengimbau, agar para orangtua tetap memberikan vaksin kepada anak-anaknya.

"Vaksinasi itu penting untuk ketahanan bangsa, jadi itu wajib, jangan ragu," ujar Marius pada kesempatan yang sama.

Marius menjelaskan, kalau pun sekarang muncul vaksin palsu, pemerintah sudah turun tangan. Karena itu, dia meminta agar Satuan Tugas (Satgas) Penanggulangan Vaksin Palsu ditambah.

"Saya minta Satgas ditambah. Vaksin itu bukan cuma untuk anak-anak tapi remaja juga, dewasa juga ada. Janganlah lagi kita buat kebingungan dan keresahan, pemerintah harus legowo dan terbuka, Kemenkes kan pelayan masyarakat," Marius memungkasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini