Sukses

Orangtua Korban Vaksin Palsu Mengamuk di RS Elisabeth Bekasi

Sejumlah warga yang merasa anaknya menjadi korban vaksin palsu naik pitam karena pihak rumah sakit dinilai tak transparan.

Liputan6.com, Bekasi - Pertemuan antara keluarga korban vaksin palsu dengan pihak Rumah Sakit St Elisabeth Bekasi, kembali berujung ricuh. Bahkan, Direktur Utama (Dirut) RS St Elisabeth dr Antonius Yudianto jadi bulan-bulanan. 

Sejumlah warga yang merasa anaknya menjadi korban vaksin palsu naik pitam karena pihak rumah sakit dinilai tak transparan serta tidak siap memberikan penjelasan.

Peristiwa bermula saat puluhan warga yang umumnya orangtua korban vaksin palsu kembali mendatangi RS St Elisabeth. Mereka datang untuk mendengar penjelasan langsung dirut rumah sakit.

Pertemuan berlangsung sesuai agenda sebelumnya, yaitu mendengar jawaban atas tuntutan warga yang sempat dilakukan pada Jumat 15 Juli lalu.

Warga mulai resah lantaran pertemuan yang dijanjikan itu sempat mundur sejam lamanya.

Pukul 19.00 WIB, Dirut RS Elisabeth Yudianto dan dua pria berpenampilan klimis akhirnya datang. Belakangan kedua orang itu diketahui sebagai pengacara RS St Elisabeth. Sedangkan Yudianto berdiri di belakang mereka.

"Jadi masalah vaksin ini sudah di take over (diambil alih) oleh negara," kata Tigor Nainggolan, pengacara RS St Elisabeth, membuka pertemuan.

"Saya sudah tau masalah ini di take over dari media, kita juga baca koran pak. Jadi gak usah diajarin," celetuk seorang warga yang hadir.

Ketegangan mulai terjadi. Warga tidak terima saat Tigor menyatakan bahwa penggunaan vaksin palsu yang diumumkan Kemenkes baru sebatas indikasi. "Tenang saja, ini kan masih indikasi," sebut Tigor lagi.

"Bapak ini siapa sih?," kata warga lagi.

"Saya kuasa hukumnya!," tegas Tigor yang berkepala plontos itu.

"Mana surat kuasanya, kalau bapak lawyer-nya. Mana, jangan lisan saja," celetuk seorang pria, sembari berdiri dan mendekat ke forum.

"Jadi tuntutan bapak apa?," tanya Tigor balik.

Sontak, suasana pun memanas. Sejumlah warga yang mayoritas laki-laki kemudian mencoba mendekat. Sedangkan, Yudianto, tampak tak bergeming. Ia memilih duduk di tempatnya.

"Lah, kemarin kan telah kita bahas. Rumah Sakit Anda harus buktikan berapa banyak jumlah vaksin yang diberikan ke anak kita. Kan kemarin dicatat notulen pihak RS. Catatan itu ke mana? Di buang ke tong sampah," ucap keluarga korban, dengan nada tinggi.

Salah satu orangtua pasien pun tampak membanting meja yang digunakan Yudianto bersama dua pengacaranya.

Melihat suasana ricuh, Yudianto pun memilih meninggalkan ruangan.

Melihat Yudianto akan pergi, beberapa orangtua korban vaksin palsu langsung mengejar. Mereka kesal lantaran merasa Yudianto hendak lepas tanggung jawab.

"Bapak ngapain keluar. Kita ke sini karena bapak, bukan mau ngomong sama lawyer," kesal warga.

Sejumlah petugas keamanan rumah sakit pun langsung mengamankan Yudianto bersama dua pengacaranya ke salah satu ruangan di lantai itu. Pintu ruangan pun sempat ditendang. Bahkan, meja dan alat pengeras suara tak lepas jadi sasaran.

Yudianto sempat ditarik-tarik warga. Dia terlihat sempat teriak dan memegang kepalanya.

Suasana kembali tenang setelah Yudianto keluar tanpa didampingi kedua pengacara. Ia pun akhirnya menandatangani surat pernyataan yang ditulis langsung di hadapan warga disaksikan oleh pihak Polsek Bekasi Timur.

Berikut poin-poin kesepakatan orangtua korban vaksin palsu dengan RS Elisabenth:

1. Menerbitkan daftar pasien yang diimunisasi di RS Elisabeth periode 2006 – Juli 2016.

2. Untuk mengetahui vaksin palsu atau asli harus dilakukan medical check up di rumah sakit lain. Untuk biaya medical check up, seluruhnya ditanggung RS Elisabeth. Untuk RS yang akan melakukan medical check up ditentukan oleh orangtua korban.

3. Vaksin ulang harus dilakukan apabila hasil medical check up ternyata pasien terindikasi vaksin palsu dan biaya ditanggung RS Elisabeth.

4. Segala atau semua akibat vaksin palsu yang berdampak pada seluruh pasien maka menjadi tanggung jawab RS Elisabeth berupa jaminan kesehatan full cover sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

5. Bagi anak yang sudah lewat usia vaksinasi, maka RS Elisabeth wajib memberikan asuransi kesehatan untuk para pasien sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

6. Pihak RS Elisabeth harus memberikan informasi terkini kepada orangtua korban, tidak terbatas pada informasi dari pihak pemerintah atau instansi lainnya bersifat proaktif.

7. Rentang waktu 2006 – November 2015 kemungkinan terdapat supply vaksin palsu, maka semua bukti otentik faktur pembelian harus disertakan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.