Sukses

Teten Masduki: Bangun Infrastruktur, RI Perlu Aliran Dana Besar

Teten Masduki mengupas berbagai hal, mulai dari fungsi Kantor Staf Kepresidenan hingga soal percepatan pertumbuhan ekonomi.

Liputan6.com, Jakarta - Sudah 10 bulan lebih Teten Masduki menjabat Kepala Staf Kepresidenan. Mantan Ketua Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch itu menggantikan Luhut Binsar Pandjaitan yang diangkat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum, dan Keamanan.

Terkait tugas di Istana, Teten Masduki menjalankan empat fungsi Kantor Staf Kepresidenan atau KSP. Pertama, membuat rekomendasi untuk memperkuat dan mendukung setiap gagasan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Sementara fungsi yang kedua adalah monitoring dan evaluasi terhadap program-program prioritas presiden.

"Yang ketiga kami melakukan fungsi komunikasi politik. Dan yang keempat adalah membangun jaringan dengan stakeholder penting," ucap Teten saat berbincang di Kantor Redaksi Liputan6.com, SCTV Tower, Senayan, Jakarta Pusat, belum lama ini.

Peraih penghargaan Ramon Magsaysay tahun 2005 ini berujar, banyak gagasan Presiden Jokowi yang orisinal dan baru. Lantaran itulah, KSP harus mempersiapkan dengan dukungan data dan analisis.

Dengan keempat fungsi itulah, KSP memberikan kontribusi yang efektif terhadap kebijakan yang akan diambil Presiden Jokowi. "Biasanya Presiden membawa setiap kebijakan di dalam rapat kabinet atau di-follow up dalam rapat-rapat koordinasi di dalam kementerian," Teten memaparkan.

Kepala Staf Presiden Teten Masduki mengucapkan sumpah jabatan saat acara pelantikan yang dipimpin Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Selasa (2/9). Teten menggantikan Luhut yang kini menjabat Menko Polhukam. (Liputan6.com/Faizal Fanan

Selain itu, mantan aktivis antikorupsi yang kini berusia 53 tahun itu menjelaskan mengenai permasalahan yang harus segera ditanggulangi pemerintah. Terutama terhadap persoalan perekonomian nasional.

"Sejak tahun lalu keadaan ekonomi global sedang lesu, sehingga berdampak kepada keadaan ekonomi dalam negeri. Dalam situasi ini, pemerintah menggunakan momen untuk melakukan pembenahan," ujar mantan anggota Ombudsman Nasional tersebut.

Prioritas Jokowi

Teten Masduki menjabarkan, pembenahan itu mencakup tiga bidang. Yakni, deregulasi, pembangunan infrastruktur, dan pengembangan sumber daya manusia.

Soal deregulasi, misalnya. Menurut Teten, pemerintah membenahi berbagai deregulasi yang menghambat investasi, pertumbuhan ekonomi, pelayanan umum dan layanan sektor bisnis. Pun demikian pembenahan di bidang infrastruktur, termasuk memangkas biaya-biaya terkait sektor industri.

"Nah, tiga hal ini yang menjadi prioritas Presiden (Jokowi). Saya kira kalau keadaan ekonomi membaik, kita akan jauh lebih siap menghadapi persaingan dengan dunia global," ujar Teten optimistis.

Kepala Staf Presiden Teten Masduki  (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Teten menjelaskan pula mengenai percepatan ekonomi dan tantangan terbesar pemerintah saat ini.

"Selama 10 tahun terakhir ekonomi Indonesia bertumpu pada sumber daya alam dan komoditas. Nah, ketika ekonomi global lesu dan permintaan komoditas itu turun dan harganya turun, terasa betul ekonomi kita terpukul. Sementara industri manufaktur yang tumbuh pada pertengahan 1980-an, sekarang mengalami kemunduran-kemunduran," Teten menguraikan.

Terkait percepatan pertumbuhan ekonomi, mantan Sekretaris Jenderal Transparency International chapter Indonesia ini mengatakan, Indonesia masih menggantungkan harapan dari industri manufaktur yang ada di Pulau Jawa. Hanya saja ke depan harus dipikirkan pembangunan industrialisasi di Kalimantan, Sumatera, terutama industrialisasi yang berbahan baku lokal.

Butuh Aliran Dana Besar

"Karena itu kita sekarang bagaimana mengundang investasi seluas-luasnya ke Indonesia. Karena kita butuh ada capital inflow (aliran dana) yang cukup besar untuk pembangunan infrastruktur, penciptaan lapangan kerja karena kita punya angka pengangguran yang begitu tinggi," kata Teten Masduki.

"Nah, ini yang sekarang kita sedang prioritaskan. Bagaimana regulasi-regulasi kita sederhanakan. Izin-izin di kawasan khusus kan sudah bisa 3 jam," ia menambahkan.

Kendati demikian, menurut Teten, Indonesia saat ini menghadapi permintaan dunia yang lemah. Terutama terkait sektor industri manufaktur dan komoditas.

"Jadi kita sekarang fokus ke pembenahan, penguatan UMKM (Usaha Makro, Kecil, dan Menengah) dengan KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang lebih murah. Lalu penguatan daya beli masyarakat dengan dana desa dan lain sebagainya," Teten menguraikan.

Dari Aktivis ke Birokrat

Selaku Kepala Staf Kepresidenan, Teten Masduki kini memang memahami berbagai masalah negara. Latar belakang sebagai aktivis selama hampir 4 dekade, ternyata tak membuat Teten Masduki kesulitan menempatkan diri sebagai birokrat.

"Saya pertama-tama ke Istana itu tahun 1998, waktu itu pemerintahan BJ Habibie. Ketika itu saya diundang ke Istana karena membongkar kasus Jaksa Agung (Andi M Ghalib). Kita tahu pada saat itu Istana berjarak dengan rakyat biasa. Kita melihat Istana seperti benteng yang jauh dari rakyat biasa. Dulu saya sering demonstrasi di depan Istana," ujar peraih Suardi Tasrif Award 1999.

Pelantikan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki di Istana Negara Jakarta (Liputan6.com/ Faizal Fanani)

Dulu di luar Istana, kini Teten berada di dalam Istana. Ia pun punya pendapat tersendiri.

"Sekarang keangkeran atau kesakralan Istana tidak tampak. Karena Presiden (Jokowi) sendiri tak memberi jarak kepada masyarakat. Karena itu protokol, pengamanan presiden itu jauh berubah karena Presiden sekarang tidak mau terlalu diatur, tidak mau berjarak dengan masyarakat," sebut Teten.

"Jadi sekarang Istana sudah menjadi Istana rakyat, siapa pun boleh masuk. Jadi aspek keamanan menyesuaikan dengan gaya Beliau (Jokowi) yang ingin dekat dengan rakyat," Teten Masduki menandaskan.

Simak selengkapnya wawancara khusus Liputan6.com dengan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki berikut ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.