Sukses

Bumerang Korupsi bagi Wakil Ketua DPRD DKI

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik pernah melaporkan Ahok ke KPK. Kini, namanya disebut-sebut terlibat dugaan suap reklamasi Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa kali, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa sosok pimpinan di DPRD DKI Jakarta ini. Nama Mohamad Taufik disebut-sebut dalam dakwaan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Widjaja.

Pada dakwaan tersebut, Taufik disebut hadir dalam pertemuan dengan Bos PT Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan pada pertengahan Desember 2015 di Taman Golf Timur II Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.

KPK tak berhenti menelusuri dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan suap pembahasan dua raperda reklamasi di Teluk Jakarta. Termasuk dugaan keterlibatan Taufik, yang merupakan kakak kandung tersangka Mohamad Sanusi.

"Kalau M Taufik sudah beberapa kali dipanggil. Kami masih mendalami keterlibatan yang bersangkutan," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati di Gedung KPK, Jakarta, Senin 27 Juni 2016.

Ketika menemukan fakta tentang keterlibatannya, KPK akan memanggil Taufik. "Kalau memang ditemukan fakta lebih lanjut akan dipanggil," ucap Yuyuk.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

'Arisan'

Taufik disebut hadir dalam pertemuan dengan Bos PT Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan. Pada 'arisan' itu, tak hanya Taufik yang hadir. Ada juga Mohamad Sanusi selaku Anggota Balega DPRD DKI, Prasetyo Edy Marsudi selaku Ketua DPRD DKI, Mohamad Sangaji selaku Anggota Balegda DPRD DKI dan Selamat Nurdin selaku Ketua Fraksi PKS DPRD DKI.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyebut ada pembicaraan soal 'fee' pada pertemuan tersebut. ‎Namun, dia belum mengetahui secara pasti berapa jumlah 'fee' yang dibicarakan mereka.

"Saya belum dalami detail soal jumlahnya," kata Saut saat dikonfirmasi, Jakarta, Senin 25 April 2016. Selain itu, Taufik disebut-sebut membantu adiknya, Sanusi dalam mengubah pasal tambahan kontribusi yang tertuang dalam draf Rancangan Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP) sebagaimana permintaan Ariesman.


Bos Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan telah selesai diperiksa oleh penyidik KPK, Jakarta, Selasa (19/4). Sama seperti usai diperiksa perdana, Aguan enggan membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan awak media. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Taufik ikut dalam pembahasan bersama Raperda RTRKSP antara Pemprov DKI dan Balegda DPRD DKI pada 15 Februari 2016. Pada forum yang dihadiri Bestari Barus, Yuliadi, Tuty Kusumawati dan Saefullah, Sanusi menginginkan tambahan kontribusi sebesar 15 persen dari nilai NJOP total lahan yang dapat dijual tak dicantumkan dalam Raperda, dengan alasan nilai tersebut dapat memberatkan para pengembang reklamasi.

Selang sehari, Balegda DPRD DKI bersama-sama dengan Pemprov DKI Jakarta kembali membahas Raperda RTRKSP yang dihadiri Taufik, Sanusi, Bestari, Merry Hotma, Yuliadi, Tuty dan Saefullah. Pada kesempatan kali ini, beberapa anggota Balegda DPRD DKI tetap menghendaki tambahan kontribusi sebesar 15 persen dari nilai NJOP total lahan yang dapat dijual dihilangkan dari Raperda RTRKSP dan mengusulkan supaya diatur dalam Pergub.

Pada dakwaan Ariesman ini, disebutkan juga, Sanusi sempat menghubungi Taufik yang merupakan kakak kandungnya, dan melaporkan keberatan Ariesman soal tambahan kontribusi 15 persen itu. Sanusi kemudian mengubah rumusan penjelasan Pasal 110 ayat 5 yang semula "cukup jelas" menjadi "tambahan kontribusi adalah kontribusi yang dapat diambil di awal dengan mengkonversi dari kontribusi (yang 5 persen), yang akan diatur dengan perjanjian kerja sama antara Gubernur dan pengembang".


Presdir Agung Podomoro Land. Ariesman Widjaja usai menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (23/6). Tersangka kasus suap Raperda reklamasi Teluk Jakarta itu menjalani sidang pembacaan dakwaan. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Sanusi kemudian menyerahkan memo berisi tulisan penjelasan pasal tersebut kepada Heru Wiyanto, selaku Kepala Bagian Perundang-undangan Sekwan DPRD DKI Jakarta. Tulisan tersebut kemudian dimasukan dalam tabel masukan Raperda, dan diserahkan kepada  Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Namun, Ahok yang membaca tabel masukan tersebut menyatakan menolak dan menuliskan disposisi kepada Taufik dengan catatan yang bertuliskan "Gila, kalau seperti ini bisa pidana korupsi".

Taufik kemudian meminta Kepala Sub Bagian Raperda Setwan Provinsi DKI Jakarta untuk mengubah penjelasan terkait tambahan kontribusi yang semula tercantum dalam Pasal 110 ayat 5 huruf c berbunyi "cukup jelas", menjadi ketentuan Pasal 111 ayat 5 huruf c dengan penjelasan "yang dimaksud dengan kewajiban tambahan kontribusi adalah kewajiban yang disepakati dalam perjanjian kerja sama antara Pemda dan pemegang izin reklamasi dalam rangka penataan kembali daratanJakarta, terkait dengan pelaksanaan konversi kewajiban konstruksi".

3 dari 3 halaman

Bumerang

Beberapa waktu lalu, M Taufik dan rekan-rekannya, termasuk Wakil Ketua DPRD DKI Abraham Lunggana atau Lulung pernah menuding dan melaporkan Ahok ke KPK. Taufik menduga Ahok terlibat dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras. Namun, KPK memastikan tidak ada perbuatan melawan hukum dalam pembelian lahan RS Sumber Waras, Jakarta Barat. Hal itu disampaikan Ketua KPK Agus Raharjo.

"Penyidik kami tidak menerima dan tidak menemukan perbuatan melawan hukumnya (soal kasus pembelian lahan Sumber Waras), penyidik kami lho ya," ungkap Agus di sela-sela rapat dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa 14 Juni 2016.


Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta, M Taufik kembali diperiksa penyidik KPK, Jakarta (3/5) Taufik diperiksa sebagai saksi untuk tersangka M Sanusi. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Menurut dia, KPK telah meminta pendapat sejumlah ahli. Hasilnya, tambah dia, tidak ada indikasi kerugian negara dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pembelian lahan RS Sumber Waras.

"Dari pendapat ahli tidak seperti itu (audit BPK). MAPI ada selisih, tapi tidak sebesar itu. Ahli ada yang berpendapat terkait NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) itu harga bagus," papar Agus.

Ia pun menegaskan dengan tidak ditemukannya perbuatan melanggar hukum, maka kasus RS Sumber Waras dianggap selesai. "Kalau tidak perbuatan melawan hukumnya, kan (berarti kasusnya) selesai," kata Agus.

**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.