Sukses

Tito Karnavian di Mata Orangtua: Pintar dan Bertanggung Jawab

Tito memilih jadi polisi, karena dia merasa orangtuanya tidak punya uang.

Liputan6.com, Palembang - Presiden Jokowi resmi menyodorkan nama Komjen Pol Tito Karnavian sebagai calon tunggal Kapolri. Jokowi menilai Tito sebagai sosok yang tepat menggantikan Kapolri Badrodin Haiti yang segera pensiun Juli nanti.

Di jajaran kepolisian, karier Tito terbilang moncer. Beragam prestasi dan bintang jasa disabet pria asal Palembang tersebut. Pangkat Tito pun dengan cepat melambung.

Meski begitu, tidak serta merta kehidupan Tito berjalan mudah. Mantan Kapolda Metro Jaya itu sempat merasakan sulit menjadi anggota korps bhayangkara. Bahkan diawal memasuki pendidikan Akademi Kepolisian (Akpol) 1987, anak kedua dari enam bersaudara ini hanya dibekali uang pas-pasan.

Muhammad Saleh (77), ayah kandung Tito Karnavian menyatakan, semasa sang anak lulus Akpol, perekonomian keluarga serba pas-pasan, sehingga tidak bisa memberikan bekal memadai untuk kehidupan sang anak semasa di asrama.

“Saat itu masa-masa sulit, tapi Tito tidak menyusahkan dan membebani orangtua. Masuk juga tanpa sogokan," ujar Saleh saat didatangi Liputan6.com, di kediamannya di bilangan Jalan Kapten A Rivai, Kota Palembang, Kamis (16/6/2016).

Tito lebih memilih menjadi polisi padahal dia juga lulus di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sriwijaya (Unsri), Sekolah Tinggi Akutansi Nasional (STAN) Jakarta dan Hubungan Internasional.

"Tito memilih jadi polisi, karena dia merasa orangtuanya tidak punya uang. Jadi dia ambil yang biayanya gratis dan ditanggung pemerintah, sehingga tidak menyusahkan orangtuanya,” ujar dia.

Orangtua Tito Karnavian, M Saleh di rumahnya (Nefri Inge/Liputan6.com)

Saat baru menempuh pendidikan pada tahun 1987, sang ayah hanya memberinya uang sebesar Rp 12.000 untuk uang jajan dan simpanan. Hingga akhirnya Tito lulus Akpol dengan menerima bintang Adhi Makayana sebagai lulusan Akpol terbaik 1987.

Selama mendidik enam orang anak, lanjut dia, hanya Tito yang paling menonjol dan bertanggung jawab. Baik di sekolah maupun di lingkungan rumahnya, jiwa kepemimpinan Tito sudah terlihat.

“Anaknya pintar dan bertanggung jawab. Kalau ada pekerjaan rumah (PR) dari sekolah, dia akan menyelesaikannya sampai tuntas, baru main bersama teman-temannya. Jika tidak, dia akan terus fokus menyelesaikan tugasnya. Tito juga kutu buku, suka baca buku sampai habis dan menyimpan bukunya dengan baik,” ucap Saleh.

Ingin Jadi Dokter

Awalnya, orangtua menginginkan Tito memilih pendidikan dokter. Namun karena tekat Tito yang kuat untuk masuk polisi, orangtuanya ikut mendukung. Padahal, nyaris tidak ada keluarga terdekatnya yang berprofesi seorang polisi. Jika pun ada, sudah 40 tahun yang lalu dan bukan merupakan keluarga dekat

Bahkan kini, dua adiknya yang meneruskan mimpi sang anak yang tertunda untuk menjadi dokter. Adik ketiga Komjen Pol Tito Karnavian, Iwan Dakota, saat ini menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta. Sedangkan adik kelimanya, Fila Argentina menjadi dokter spesialis kulit dan kelamin.

“Dua adiknya yang malah jadi dokter, itu juga atas keinginan mereka sendiri. Menantu saya, suami dari Fila Argentina juga seorang dokter. Semua bebas memilih, saya juga tidak memaksakan keinginan mereka, baik anak maupun cucu,” ungkap Saleh.

Saat ditanya tentang peluang sang anak untuk menjadi Kapolri, mantan wartawan RRI tahun 1963-1965 ini berharap yang terbaik saja untuk anaknya. Kendati saat ini dirinya sulit untuk menghubungi sang anak yang sedang mengikuti seleksi Kapolri.


Kepala BNPT Komjen Pol Tito Karnavian (Liputan6.com/Johan Tallo)

“Kalau saya berharap semua mengalir saja, tidak ada targetan. Melaksanakan tugas dengan jujur. Saya lihat dia dimanapun bertugas, selalu turun ke bawah. Saya saja tidak menyangka dia akan ditunjuk jadi calon kapolri, karena senior di atasnya masih banyak," lanjut Saleh.

Saleh menilai, saat ini masih banyak kekurangan dari tubuh Polri yang harus dibenahi. Namun dirinya yakin, pemikiran sang anak lebih cerdas dari dirinya dan tidak perlu diarahkan karena Saleh percaya anaknya bisa menjalankan tugasnya sendiri.

Kakek empat cucu ini mengatakan tidak akan ada perbedaan signifikan di keluarganya, jika sang anak terpilih menjadi Kapolri. Bahkan, mereka tidak akan  mempersiapkan pengawalan ketat untuk keluarganya.

“Yang penting jujur, saya tidak pernah khawatir. Namun saat Tito menangkap teroris Noerdin M Top itu, saya wanti-wanti kalau di Papua sana penuh resiko. Banyak kejadian, apalagi naik pesawat sering terjadi kecelakaan. Di sana masih ada pihak-pihak ekstrimis, tapi dia tetap menjalankan tugasnya,” ucap Saleh.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.