Sukses

Lubang dalam Dakwaan untuk Jessica

Tim pembela Jessica menyatakan dakwaan terhadap kliennya memiliki mata rantai yang hilang.

Liputan6.com, Jakarta - Janji polisi me-mejahijau-kanJessica Kumala Wongso terwujud. Pada Rabu, 15 Juni 2016, terdakwa pembunuhan berencana Wayan Mirna Salihin itu duduk di kursi pesakitan.

Berkemeja putih dilapisi jaket merah, kehadiran Jessica di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ibarat sulap. Sejumlah jurnalis yang menanti di luar tidak menyadari kehadiran alumnus Billy Blue College of Design Sidney di ruang sidang.

Sidang yang dimulai pada pukul 10.30 WIB itu dibuka dengan pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum. Jaksa menuturkan, Jessica telah mempersiapkan diri untuk menghabisi nyawa sahabatnya itu.

Jessica sebelumnya sudah meminta kepada Mirna dan dua temannya yang lain, Boon Juwita alias Ani dan Vera Rusli, lewat percakapan di group chat ponselnya untuk datang ke pertemuan itu.

"Pada pukul 12.58 WIB, terdakwa mengatakan akan mentraktir korban Mirna serta saksi Hani dan saksi Vera. Terdakwa juga memberitahukan kepada mereka jika terdakwa akan datang terlebih dulu ke Olivier untuk memesan tempat," kata jaksa.

Di percakapan group chat, Mirna memberitahu tentang kesukaannya terhadap minuman Vietnam Ice Coffee (VIC) di Cafe Olivier, minuman yang sama yang dipesan Jessica untuk Mirna. Jessica datang lebih dulu ke tempat itu sekitar pukul 15.30 WIB dan masuk ke dalam untuk melihat situasi.

Sedang beberapa keluarga Mirna hadir, seperti ayah, suami dan saudaranya.  
Setelah itu, Jessica ke luar kafe dan pergi ke toko Bath and Body Works di lantai 1 Grand Indonesia. Ia membeli tiga sabun dan meminta masing-masing sabun dibungkus dengan tiga paper bag.

Kemudian sekitar pukul 16.14 WIB, Jessica kembali ke Cafe Olivier membawa paper bag berisi sabun. Dia kemudian diantar Cindy ke area no smoking dan memilih sendiri meja nomor 54.

Tempat duduk itu berupa sofa setengah lingkaran, yang posisinya membelakangi tembok dan agak tertutup pandangan. Padahal masih ada meja nomor 33, 34, dan 35 yang kosong, di mana lokasinya lebih terbuka.

Di meja 54, Jessica langsung memasukkan tiga paper bag? di atas meja. Selanjutnya, Jessica memesan minuman VIC sebagaimana kesukaan Mirna. Dia juga memesan dua minuman cocktail, yakni Old Fashion dan Sazerac, serta langsung membayar tunai ketiga minuman itu.

"Jessica menuju kasir sambil menengok dan memperhatikan keadaan dalam restoran," begitu bunyi surat dakwaan.

Setelah membayar, barista bernama Rangga langsung membuat VIC sesuai SOP di Cafe Olivier, dan menaruhnya di tempat pengambilan minuman. Sekitar pukul 16.24 WIB, Agus Triono selaku runner mengantarkan pesanan VIC, dan menyajikannya tepat di depan Jessica di meja 54.

Dalam penyajiannya, minuman VIC disajikan di dalam gelas tumbler, dan meletakkan sedotan di sebelahnya yang ujungnya masih terbungkus kertas pembungkus.

Tidak lama kemudian, Marlon Alex Napitupulu selaku server mengantarkan dua minuman cocktail. Saat itu, Marlon melihat sedotan sudah berada di dalam gelas berisi VIC. Dalam selang waktu itu, JPU menyebut Jessica memasukkan natrium sianida ke dalam gelas kopi Mirna.

"Lalu sekitar 16.28 WIB, Jessica kemudian berpindah posisi duduk ke tengah sofa. Dia meletakkan gelas berisi VIC di sebelah kanannya, dan menyusun tiga paper bag di atas meja sedemikian rupa, dengan maksud menghalangi pandangan orang sekitar ketika perbuatan yang akan dilakukannya terhadap gelas berisi minuman VIC tidak terlihat," demikian bunyi surat dakwaan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sakit Hati Pembawa Petaka


Yang paling ditunggu dalam dakwaan itu tentu saja motif pembunuhan. Dalam dakwaan terungkap motif pembunuhan adalah sakit hati Jessica saat tinggal bersama Mirna dan dua orang kawan mereka lainnya di Australia.

"Sekira pertengahan 2015, korban Mirna mengetahui permasalahan dalam hubungan percintaan terdakwa dengan pacarnya," ujar jaksa.

Dalam surat dakwaan juga disebutkan, Mirna saat mengetahui permasalahan itu menyarankan Jessica putus dengan pacarnya. Sebab, sang kekasih sering bertindak kasar dan pengguna narkoba.

"Korban Mirna menyatakan buat apa pacaran dengan orang yang tidak baik dan tidak modal. Ucapan itu ternyata membuat terdakwa marah dan sakit hati, sehingga terdakwa memutuskan komunikasi dengan korban Mirna."

Selang beberapa lama, Jessica akhirnya putus dengan pacarnya dan mengalami beberapa peristiwa hukum yang melibatkan Kepolisian Australia. Hal itu membuat Jessica makin tersinggung dan sakit hati kepada Mirna hingga merencanakan pembunuhan terhadap Mirna.

Guna mewujudkan rencana itu, Jessica berusaha kembali menjalin komunikasi dengan Mirna, melalui aplikasi chat di telepon pintar. Usaha komunikasi itu dimulai pada 5 Desember 2015, saat Jessica dalam perjalanan dari Australia ke Indonesia. Namun, saat itu pesan yang dikirim Jessica tidak mendapat balasan dari Mirna.

Jessica tiba di Indonesia pada 6 Desember 2016. Kemudian, pada 7 Desember 2015, Jessica kembali menghubungi Mirna melalui aplikasi chat untuk memberitahukan keberadaan dirinya di Jakarta.

"Terdakwa kemudian mengajak korban Mirna untuk bertemu," demikian bunyi surat dakwaan lainnya.

Kemudian terjadilah pertemuan pertama antara Jessica dan Mirna yang ditemani suaminya, Arief Setiawan Soemarko, di salah satu restoran di Jakarta Utara. Setelah pertemuan itu, Jessica sangat aktif menghubungi Mirna melalui aplikasi chat. Kemudian pada 15 Desember 2016, Jessica meminta Mirna membuat group chat yang beranggotakan Jessica, Mirna, Hani, dan Vera.

Atas permintaan itu, Mirna membuat group chat tersebut dengan nama "Billy Blue Days". Dalam percakapan di group chat itu, Jessica kembali berinisiatif mengajak bertemu yang akhirnya disepakati pada 6 Januari 2016.

Lokasi pertemuan itu di Cafe Olivier, West Mall, Grand Indonesia, Jakarta Pusat. "Pemilihan tempat itu atas pilihan terdakwa."

Atas perbuatan Jessica Wongso, jaksa mendakwa Jessica dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. Ancaman hukuman yang diatur dalam Pasal 340 itu, yakni pidana penjara 20 tahun, seumur hidup, atau maksimal hukuman mati.

3 dari 3 halaman

Rantai yang Hilang


Selepas pembacaan dakwaan, giliran tim pengacara Jessica mematahkan logika JPU. Tim pengacara Jessica Wongso menilai dakwaan JPU tidak lengkap, cermat, jelas, dan kabur, sehingga dakwaan tersebut harus dinyatakan batal demi hukum.

Hal ini karena pengacara menilai dakwaan tersebut tidak disertai urutan fakta-fakta dan terdapat rantai yang hilang dalam dakwaan tersebut.

"Menurut jaksa penuntut umum, Jessica berkomunikasi dengan Mirna dan mengajak Mirna bertemu di kafe. Padahal faktanya yang mengajak adalah Hani. Masih versi penuntut umum, tiga paper bag disusun Jessica sedemikian rupa untuk menutup gerakannya dari CCTV. Faktanya Jessica tidak pernah karena dia baru pertama ke kafe tersebut," ucap salah satu pengacara Jessica, Otto Hasibuan.

Kejanggalan atau fakta lain yang tidak terdapat dalam dakwaan itu, kata Otto, JPU tidak menjelaskan dari mana dan kapan Jessica memperoleh natrium sianida yang diduga digunakan untuk membunuh Wayan Mirna Salihin.

"Di mana natrium sianida itu didapatkan, dengan cara bagaimana, dan di mana natrium sianida itu disimpan saat tiba di kafe, semua itu tidak diuraikan oleh jaksa penuntut umum. Tapi jaksa penuntut umum tiba-tiba dan sekonyong-konyong bilang Jessica memasukkan natrium sianida ke kopi Wayan Mirna Salihin," ujar Otto.

Hal lain yang masih dipertanyakan tim pembela Jessica, yakni apakah racun sianida itu berbentuk bubuk atau cair, dan apakah disimpan dalam kertas atau botol.

Terdakwa kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso tersenyum usai menjalani sidang perdana di PN Jakarta Pusat, Rabu (15/6/2016). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

"Tidak dijelaskan jaksa penuntut umum, sehingga terdapat missing link dalam peristiwa. Padahal, jaksa sudah mendakwa Jessica sudah melakukan pembunuhan berencana. Jaksa harusnya menjelaskan dengan jelas, lengkap, dan cermat. Harusnya diuraikan fakta-faktanya," kata Otto.

Tim pengacara juga menyorot tidak adanya penjelasan dalam surat dakwaan tentang asal usul natrium sianida, serta tidak adanya saksi yang melihat langsung Jessica menuangkan racun mematikan tersebut ke dalam gelas kopi Mirna.

"Maka tidak dapat serta merta disimpulkan benda yang dimasukkan itu adalah natrium sianida, bisa saja gula. Tapi ini tidak ada yang lihat," ujar Otto.

Dengan segala keanehan itu, tim pengacara menyebutkan tidak mengherankan jika berkas perkara ditolak hingga lima kali oleh jaksa di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menolak berkas pemeriksaan Jessica.

"Itulah sebabnya perkara ini ditolak sampai lima kali," tegas salah satu tim pengacara tersebut.

Sidang perdana Jessica berakhir sekitar pukul 11.30 WIB dan diputuskan untuk dilanjutkan pada 21 Juni 2016. Terdakwa pembunuh Mirna Salihin itu keluar didampingi 12 anggota tim pengacara dari ruang sidang sambil mengulas senyum.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.