Sukses

Wawancara Khusus Megawati: Antara Bunga, Bung Karno dan Pancasila

Mega menyadari rezim Orde Baru secara langsung menggembleng sikap politiknya. Label sebagai anak Bung Karno kian tersemat.

Liputan6.com, Jakarta - Senyum semringah tampak jelas di wajah Megawati Soekarnoputri. Presiden kelima Republik Indonesia ini terlihat bahagia atas penganugerahan doktor kehormatan dari Universitas Padjadjaran yang ia terima pada Rabu, 25 Mei 2016. Megawati yang sempat putus kuliah dari Unpad saat mengejar titel sarjana kini mendapatkan kehormatan dengan gelar yang lebih tinggi.

Senyum ramah itu pun masih terpeta di wajahnya saat tim Liputan6.com dan Liputan6 SCTV berkunjung ke kediamannya di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat. Mata kami yang datang langsung disambut lukisan Megawati berukuran 2x1 meter dengan latar Merah Putih begitu masuk ke ruang tamu.

Ibu Mega, begitu dia disapa, tampak berseri saat menyambut tim datang. Dia mengenakan blues batik merah dipadu celana panjang warna oranye. Di sisi-sisi ruangan, tampak berjajar sejumlah bunga. Obrolan tentang bunga pun mengawali persamuhan kecil sore itu. “Dari kecil, orang tua saya memang pencinta alam. Jadi kami memang terbiasa untuk mengapresiasi hal-hal yang terjadi di alam,” tutur Megawati, Kamis sore, 26 Mei 2016.

Bahkan, kecintaan Megawati terhadap bunga membuat dia didaulat sebagai Ketua Yayasan Kebun Raya Indonesia. Bagi Megawati, bunga tak sekadar tumbuhan. Lebih dari itu, bunga merupakan inspirasi. Ketua Umum PDI Perjuangan tersebut mengakui keindahan bunga menjadi inspirasinya dalam melakukan diplomasi di dunia politik. Diplomasi ini belakangan kerap disebut simpatisan dan loyalis PDIP sebagai politik bunga.

Senyum di bibir ibu tiga anak ini kembali mengembang. Ia mengaku diplomasi politik yang dilakukannya adalah mencoba menyampaikan kata-kata dalam adat ketimuran. Tujuannya supaya lawan bicara merasa tersentuh. “Sehingga orang mungkin merasa sesuatu ada personal contact,” tutur Mega.

Cara berpolitik ini, kata Mega, tak lahir begitu saja. Ada perjalanan panjang yang membuat dirinya bisa seperti sekarang. Mega menyadari rezim Orde Baru secara langsung menggembleng sikap politiknya. Label sebagai anak Bung Karno kian tersemat saat Mega terpilih sebagai Ketua Umum PDI di era Soeharto pada 1993.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bung Karno

Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri, begitu nama asli Megawati. Nama panjang itu diberikan sang ayah kepada Mega saat kelahirannya pada 23 Januari 1947. Mega lahir beberapa bulan sebelum Ibu Kota Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta akibat agresi militer pertama Belanda. Sebagai anak kedua, Megawati cukup dekat dengan sang ayah, Sukarno, atau karib disebut Bung Karno.

Bagi Megawati, presiden pertama Republik Indonesia itu tak hanya seorang ayah. Bung Karno, di mata Megawati, merupakan mentor politik sekaligus sumber inspirasi. Mega mengaku banyak menyimpan cerita tentang bapaknya. Namun yang lebih penting, kata dia, adalah warisan nilai yang ditanamkan Bung Karno untuk dirinya. “Kita harus punya pendirian dan keyakinan,” ujar Mega.

Menurut Mega, keyakinan dan pendirian menjadi modal penting untuk membangun cara berpolitik. Hal itu pula, menurut dia, yang mendorong Bung Karno mencetuskan Trisakti sebagai landasan sikap hidup bangsa Indonesia. Konsep Trisakti adalah berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang budaya.

Konsep ini, kata Mega, dicetuskan Bung Karno dengan semangat membangun Indonesia yang punya wibawa di mata dunia internasional. Sebab, di awal kemerdekaan hingga dekade 1960, Indonesia berhadapan dengan negara-negara besar yang tengah berkonflik. “Kalau kita tidak berdaulat, ya kita bisa menjadi bangsa yang menjadi mainan bangsa lain,” kata Mega. Tiga konsep yang dicetuskan Bung Karno ini pun, kata Mega, masih relevan untuk saat ini. Mega meyakini Indonesia akan mampu menjadi bangsa besar, seperti yang dicita-citakan ayahnya.

3 dari 3 halaman

Pancasila

Sebagai seorang politikus dan satu-satunya perempuan presiden di Indonesia hingga kini, Megawati Soekarnoputri menyadari pentingnya nilai dasar yang menjadi patokan dalam gerak sebuah bangsa. Nilai dasar tersebut harus tetap menjadi acuan. Nilai dasar tersebut tak lain adalah Pancasila.

Megawati punya cara sendiri dalam memandang falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Bagi Megawati, Pancasila tak sebatas norma, tapi juga kesadaran. Kesadaran Pancasila inilah yang menurut Megawati perlu hadir dalam benak warga NKRI. Sebab, kesadaran Pancasila akan mengajarkan sikap saling menghormati dalam koridor berbangsa.

Mega bahkan menyebut inti ideologi Pancasila untuk makna kebangsaan hanya satu hal, yakni gotong royong. Sebab, gotong royong membuat seluruh elemen bangsa bekerja sama untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang besar. “Itulah makna sebenarnya hidup berbangsa kita,” ucap Mega. Mega pun mengharapkan semua pihak tak hanya memandang Pancasila sebatas simbol yang hanya dihormati. Selebihnya, nilai-nilai yang ada dalam setiap sila harus mampu diamalkan.

Sepekan setelah pertemuan dengan Liputan6.com dan Liputan6 SCTV, Megawati menghadiri perayaan Hari Kelahiran Pancasila di Bandung. Tanggal 1 Juni 1945 ditetapkan Presiden Joko Widodo sebagai hari lahir Pancasila dan setiap 1 Juni sebagai hari libur nasional mulai 2017. Suasana riuh dan tepuk tangan bergemuruh di seantero Gedung Merdeka, di Jalan Asia Afrika, Bandung, Rabu (1/6/2016). Rasa gembira dan senang tampak tergambar di wajah Megawati Soekarnoputri. Ketua Umum PDI Perjuangan itu tak bisa menyembunyikan rasa syukurnya atas pengakuan tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.