Sukses

Ngampus Sehari Bareng DPD RI di Universitas Negeri Semarang

bangga hadir di Unnes karena insiatif acara justru datang dari BEM Unnes melalui Ketuanya Akhmad Fauzi yang menghubunginya via akun Facebook

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua DPD RI, Farouk Muhammad, melaksanakan kegiatan "Ngampus Sehari Bareng DPD" di Universitas Negeri Semarang (Minggu, 22/5). Tema yang diangkat "Urgensi Penguatan Lembaga Perwakilan Dalam Pembangunan Nasional".

Dalam acara ini Farouk Muhammad didampingi dua orang Senator, yakni Denty Eka Widi Pratiwi (Senator Jawa Tengah) dan Parlindungan Purba (Senator Sumatera Utara)

Farouk Muhammad saat memulai paparannya merasa bangga hadir di Unnes karena insiatif acara justru datang dari BEM Unnes melalui Ketuanya Akhmad Fauzi yang menghubunginya via akun Facebook.

"Inisiatif ini saya respon positif, dan saya surprise acara dapat diselenggarakan meski di hari libur tapi antusiasme peserta luar biasa lebih dari 100 orang hadir. Ini menunjukkan mahasiswa concern dan peduli pada DPD," kata Farouk disambut tepuk tangan dari mahasiswa yang hadir.

Lebih membanggakan karena tema yang diangkat sangat penting dan strategis khususnya dalam rangka menata sistem ketatanegaraan Indonesia ke depan.

"Saya berharap dari mahasiswa Unnes lahir ide-ide dan gagasan perbaikan sistem ketatanegaraan khususnya dalam memperkuat perwakilan daerah sebagai kamar kedua parlemen Indonesia. Inilah bentuk kontribusi Anda dan untuk mengasah kepekaan dan kepedulian kepada bangsa," kata Farouk.

Realitasnya, lanjut Guru Besar PTIK ini, lembaga perwakilan daerah yang hari ini direpresentasikan oleh DPD memiliki kewenangan yang sangat-sangat terbatas secara konstitusional. Seluruh hasil kerja pelaksanaan fungsi DPD bermuara ke DPR sebagai bahan pertimbangan atau masukan kepada DPR. DPD belum mempunyai kewenangan penyeimbang (checks and balances) sebagaimana lazim berlaku dalam sistem bikameral. Farouk menyebut sistem ketatanegaraan saat ini "banci".

"Pertanyaannya, apakah kita akan mempertahankan sistem ketatanegaraan yang "banci" ini sehingga tidak ada checks and balances antara lembaga perwakilan? Padahal seharusnya DPD memainkan peran checks and balances sebagai kamar kedua parlemen agar terjadi keseimbangan dan keadilan kebijakan bagi seluruh wilayah di Indonesia," katanya.

Dalam pandangan Senator NTB ini, DPD memainkan peran strategis dalam kerangka pembangunan nasional dalam dua hal:

1. Pertama, untuk menjamin keseimbangan antara pemerintah pusat dan daerah. Agar anggaran negara (APBN) lebih besar ke daerah daripada pusat. Usaha perjuangan panjang ini sudah mulai direspon Pemerintah karena mulai tahun 2016 alokasi transfer ke daerah lebih besar dari alokasi pusat. DPD juga berhasil menggolkan UU 6/2014 tentang Desa yang didalamnya terdapat perintah mengalokasi dana APBN untuk desa.

2. Kedua, untuk menjamin keadilan dan pemerataan pembangunan antara daerah/wilayah kaya dan terbelakang, antara daerah padat penduduk dan berpenduduk sedikit, antara jawa dan luar jawa, dan seterusnya. Dalam konteks ini DPD menginisiasi RUU Kelautan (menjadi UU 32/2014) sebagai upaya menguatkan paradigma indonesia sebagai negara maritim. Juga iniasiatif RUU kepulauan agar ada keberpihakan kebijakan negara kepada daerah-daerah kepulauan (dalam perkembangannya diafirmasi melalui UU 23/2014 tetang Pemerintahan Daerah, terdapat Bab khusus tetang wilayah kepulauan).

Untuk itu semua, Farouk minta dukungan mahasiswa dan civitas akademika Unnes untuk rencana amandemen UUD 1945 yang akan datang. Sekaligus permintaan untuk mendiskusikan permasalahan lembaga perwakilan daerah ini kepada seluruh mahasiswa sehingga diperoleh pemahaman yang baik dan utuh.

Tak lupa, di akhir sesi mantan Gubernur PTIK ini memberikan nasihat sebagai pendidik kepada generasi muda bangsa. Dengan intonasi mendalam, Farouk mengatakan bahwa ada yang hilang dari bangsa kita yakni pengamalan nilai-nilai Pancasila, sebagai identitas dan karakter bangsa kita.

"Generasi bangsa lebih tertarik pada budaya global dan cenderung berlaku permisif sehingga terjadi fenomena "kebebasan yang kebablasan" (dekadensi moral dan akhlak, budaya koruptif, tidak bertanggung jawab) di satu sisi dan terperosok pada radikalisme akibat frustrasi di sisi yang lain. Tidak ada lagi budaya korektif antar sesama anggota masyarakat untuk menegur yang salah. Akibat fenomena itu, saya menilai bangsa kita sedang sakit," ungkap Purnawiran Polisi bintang dua ini.

Harus ada upaya serius untuk membangun konsensus diantara tokoh dan anak bangsa untuk mengahadirkan Indonesia yang berkarakter, lanjut Farouk.

"Anda generasi muda ayo bangkit perkuat karakter dan tumbuhkan kreatifitas! Jangan hanya menuntut dan mengagungkan hak lalu bisa berbuat sesuka hati, mari kedepankan kewajiban sebagai warga bangsa sehingga anda bisa menjadi pribadi bertanggung jawab. Setelah lulus dari kampus, jangan hanya gantungkan cita-cita dengan melamar kerja, ciptakan inovasi dan kreatifitas sehingga bisa menginspirasi anak bangsa yang lain. Dengan cara itulah kita mencintai bangsa ini," tutup Farouk tegas.

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.