Sukses

4 Pelemahan di Tubuh Golkar Menurut Survei LSI Denny JA

Peneliti LSI Denny JA Ardian Sopa mengatakan, efek dari perang dingin di internal Golkar sendiri menciptakan opini perebutan kekuasaan.

Liputan6.com, Jakarta - Konflik di jajaran elit Partai Golkar yang terjadi lebih dari satu tahun membuat citra partai itu terpuruk di mata masyarakat. Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA pun mencoba menggali apa yang ada di benak masyarakat dan kerugian yang diterima partai tersebut.  

Peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa, mengatakan, efek dari perang dingin di internal Golkar sendiri menciptakan opini bahwa partai berlambang pohon beringin itu dibayangi dengan perebutan kekuasaan. Selain itu, adanya keharusan membayar Rp 1 miliar saat mencalonkan diri menjadi ketua umum pun menciptakan pandangan buruk.

"Misalnya terkait kemarin kan konflik internal, (dan soal anggaran Munaslub) di mata orang kan disebut mata duitan. Atau penilaian bahwa pragmatismenya tinggi. Atau Golkar ini tempat orangnya konflik semua," ujar Ardian di Kantor LSI Denny JA, Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (18/5/2016).

Citra buruk yang menyerang Partai Golkar itu pun menyebabkan sejumlah kerugian. Berdasarkan hasil riset LSI Denny JA, ada 4 hal yang melemah di tubuh Partai Golkar.


Pertama adalah dukungan publik yang semakin berjarak dengan pemenang pemilu 2014 yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Berdasarkan riset LSI Denny JA, Golkar saat ini memang masih berada di urutan kedua, namun jarak dengan urutan pertama yakni PDIP menjadi semakin jauh dan malah terus mendekati urutan ketiga yakni Gerindra.

"Pileg 2014, PDIP dapat 18,95% suara dan Golkar di angka 14,75%. Sekarang hasil survei LSI Mei 2016, dukungan ke Golkar hanya 10,8% berselisih 10% dengan PDIP yang di angka 21,5%," terang Ardian.

Kedua, berdampak pada perolehan kemenangan Pilkada 2015 lalu. Golkar yang biasanya unggul di atas 50% kini terpuruk hanya di urutan 9, yang total perolehannya hanya mencapai 30%.

Ketiga, kini sikap politik Partai Golkar tampak gamang. Golkar pertama kalinya menjadi pemimpin oposisi pemerintah dengan Koalisi Merah Putih (KMP).

"Ini malah jadi rentan di tubuh partai. Golkar selama ini pendukung pemerintah. Golkar pun kini tidak kokoh sebagai pemimpin oposisi," imbuh dia.

Keempat, Golkar pun masih belum siap dengan alternatif pemimpin nasional untuk bersaing dalam Pilpres 2019.

"Golkar selaku pemenang kedua belum siap. Pilpres hari ini 45,5% menjawab akan memilih Jokowi sebagai presiden," pungkas Ardian.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini