Sukses

Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Guru SMP Diduga Cabuli Murid

Hakim hakim tunggal Baktar Jubri Nasution menolak permohonan praperadilan ‎kasus pencabulan murid oleh guru SMP.

Liputan6.com, Jakarta - Hakim hakim tunggal Baktar Jubri Nasution menolak permohonan praperadilan ‎kasus pencabulan yang diajukan tersangka Edi Rosadi alias ER. Edi merupakan guru di SMPN 3 Jakarta.

Menurut hakim, proses penyelidikan dan penyidikan terhadap termohon sudah sesuai ‎ketentuan yang berlaku. Sehingga, penetapan tersangka terhadap Edi oleh Polres Metro Jakarta Selatan dinyatakan sudah sesuai prosedur.

"Sehingga permohonan praperadilan yang diajukan termohon layak ditolak," ujar Baktar dalam putusannya di PN Jakarta Selatan, Selasa (3/5/2016).

Dengan begitu, maka kasus tersebut bakal diproses dalam persidangan non-praperadilan.‎ "Dalil sudah masuk dalam materi perkara, jadi layaknya disidangkan di persidangan non-praperadilan," jelas dia.

Sementara itu, kuasa hukum Edi, Herbert ‎Aritonang mengaku kecewa dengan putusan hakim. Sebab, polisi dalam kasus ini menggunakan laporan dari korban berdasarkan kejadian pada Juli 2015. Dia juga menjelaskan bahwa pada 3 Maret 2016 tidak ada tindakan pencabulan oleh Edi.

‎"Ya saya pikir kok hakim bisa ambil kesimpulan. Si pelapor merasa anaknya tanggal 3 Maret melihat sosok gurunya langsung shock. Kabur lah dia dari sekolah menuju Polres. Pertanyaannya yang janggal, kenapa saat itu dia shock melihat guru? Kenapa enggak setiap hari?" ucap Herbert di lokasi yang sama.

Meski begitu, pihaknya tetap menghormati keputusan pengadilan. Herbert pun mengaku belum memikirkan langkah hukum selanjutnya dan terlihat cenderung pasrah.

"Ya sudah masuk ke pengadilan pokok. Saya juga bingung kinerja polisi bagaimana itu. Ini peristiwa tahun lalu loh. Polisi hanya keterangan psikolog dan korban, ya enggak nyambung dong," Herbert memungkas.

‎Edi ditangkap jajaran Polres Metro Jakarta Selatan pada pertengahan Maret 2016 atas laporan dugaan pelecehan seksual terhadap muridnya.‎ Dalam berita acara perkara (BAP), NPT selaku korban mengaku mengalami pelecehan seksual dari Edi sebanyak 4 kali.

Dalam laporan tersebut, pada Kamis 3 Maret 2016, korban terlambat masuk sekolah dan saat itu pelaku menghukum korban dengan membawanya ke ruang staf guru. Korban dipanggil ke ruang itu, saat sedang kosong dan tidak ada kamera pengintai Circuit Closed of Television (CCTV) di dalam ruangan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.