Sukses

JK Ungkap Kendala Pemerintah Bereskan e-KTP

Berbagai kendala harus diselesaikan agar program ini segera rampung.

Liputan6.com, Jakarta - Program e-KTP saat ini belum juga mencapai target pemenuhan data seluruh Indonesia. Hal ini membuat Presiden Joko Widodo harus membahas secara khusus dalam rapat terbatas beberapa waktu lalu.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, sebenarnya program ini harusnya sudah selesai pada 3 tahun setelah pelaksanaan. Hanya saja, berbagai kendala harus diselesaikan agar program ini segera rampung.

Salah satu yang menjadi masalah adalah letak geografis Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau. Lokasi yang tak jarang sulit ditembus membuat distribusi alat perekam dan pencetakan e-KTP tidak sampai lokasi itu.

"Inikan kita negara kepulauan yang jauh-jauh yang tidak mudah mencapai karena harus ada lengkap peralatan dan sebagainya dan bagaimana menyambungnya," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (29/4/2016).

Tak hanya itu, program ini juga terkendala masalah hukum. Kasus korupsi e-KTP yang saat ini ditangani KPK pun belum juga tuntas. Padahal, kasus ini sudah bergulir sejak 2 tahun lalu.

"Ini juga karena e-KTP juga ada masalah hukumnya. Ada masalah sekarang ini tersangka, jadi secara bersamaan itu harus diperbaiki, dibenahi dan dilaksanakan sebaik-baik masalah hukum dari pada e-KTP itu," imbuh JK.

Pria yang saat itu tampak santai mengenakan batik biru dan kopiah lengkap dengan sandal itu yakin pemerintah akan menyelesaikan data warga yang belum terekam dan belum memiliki e-KTP. "Pemerintah bertekad untuk menyelesaikan itu secepatnya yang 30 juta itu sebenarnya," pungkas dia.

Selama menangani kasus korupsi e-KTP, KPK baru menetapkan 1 tersangka, yakni mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemdagri Sugiharto pada 22 April 2014 silam. Itu pun, sampai saat ini Sugiharto tak kunjung ditahan.

KPK menilai proyek tersebut tidak memiliki kesesuaian dalam teknologi yang dijanjikan dalam kontrak tender dengan yang ada di lapangan sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,12 triliun. Salah satu ketidaksesuaian itu mengenai alat pemindai. Dalam kontrak tender, konsorsium menjanjikan iris technology (pemindai mata), tapi nyatanya hanya menggunakan finger print (sidik jari).

KPK menyangka Sugiharto telah melanggar Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini