Sukses

Akhir Pelarian Samadikun Hartono, 'Perampok' Uang Negara Rp 169 M

Samadikun Hartono diduga tinggal di Apartemen Beverly Hills, Singapura. Dia disebut-sebut memiliki pabrik film di China dan Vietnam.

Liputan6.com, Jakarta - Bagai belut, buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono, sulit ditangkap. Namun, pelariannya kini berakhir. Dia ditangkap aparat penegak hukum di Shanghai, China.

Siapa sebenarnya Samadikun hingga menjadi buron hingga 13 tahun? Seperti dikutip dari laman resmi Kejaksaan RI, Samadikun merupakan pria kelahiran Bone, Sulawesi Selatan pada 4 Pebruari 1948.

Ia tinggal di Jalan Jambu No 88 RT 05 RW 002, Kelurahan Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat. Mantan Komisaris Utama PT Bank Modern Tbk itu hanya seorang lulusan SLTA.

Pria berkulit putih ini memiliki ciri fisik, tinggi badan 170 centimeter, bentuk muka bulat, rambut hitam lurus, mata sipit, dan tubuh tegap.

Samadikun merupakan terpidana tidak dapat dieksekusi badan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1696 K/Pid/2002 tanggal 28 Mei 2003, karena melarikan diri dan terpidana mengajukan Peninjauan Kembali (PK).

Sebelum akhirnya ditangkap, Samadikun diduga tinggal di Apartemen Beverly Hills, Singapura. Dia disebut-sebut memiliki pabrik film di China dan Vietnam.

Rugi Rp 169 M

Kasus ini bermula saat krisis moneter pada 1997-1998. Sejumlah bank mendapat suntikan dana dari pemerintah. Salah satunya PT Bank Modern Tbk. Sebagai bank umum swasta nasional, PT Bank Modern Tbk mengalami saldo debet, karena terjadinya rush atau penarikan tunai secara massal.

Untuk menutup saldo debet tersebut, PT Bank Modern Tbk menerima bantuan likuidasi dari Bank Indonesia dalam bentuk Surat Berharga Pasar Uang Khusus (SBPUK), fasdis dan dana talangan valas Rp 2.557.694.000.000.

Namun, oleh Samadikun selaku Presiden Komisaris PT Bank Modern Tbk, uang itu digunakan untuk tujuan yang menyimpang. Dana yang dia gunakan secara keseluruhan mencapai Rp 80.742.270.528,81. Negara pun merugi hingga Rp 169.472.986.461,52 atau Rp 169 miliar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.