Sukses

Kejagung Bidik Tersangka Penyelewengan Kontrak Menara BCA

Jaksa Agung HM Prasetyo memastikan pemeriksaan saksi terus dilakukan.

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan memastikan akan terus mengungkap dugaan pelanggaran kontrak pembangunan Apartemen Kempinski dan Menara BCA di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Jaksa Agung HM Prasetyo memastikan pemeriksaan saksi terus dilakukan.

"Ada 3, 4 saksi. Sekarang sedang dipanggil lagi," kata Prasetyo di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (26/2/2016).

Menurut dia, saksi-saksi yang telah diperiksa berasal dari berbagai pihak. Baik dari PT Hotel Indonesia Natour, PT Cipta Karya Bumi Indah dan PT Grand Indonesia.

"Ya semua pihak yang bisa dimintai keterangan. Dari tingkat middle management ke atas," ucap Prasetyo.

Dia berharap, dengan pemeriksaan para saksi, Kejaksaan dapat menentukan orang yang paling bertanggung jawab dalam perkara tersebut.

"Belum nanti dipilah-pilah dulu siapa yang bertanggung jawab," kata Prasetyo.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung memastikan kasus dugaan pelanggaran kontrak pembangunan Apartemen Kempinski dan Menara BCA di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, sudah masuk ke ranah penyidikan. Pelanggaran kontrak pembangunan 2 gedung tersebut diduga dilakukan oleh PT Grand Indonesia dan PT Cipta Karya Bumi Indah.

"Ini baru kita naikkan ke penyidikan," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Arminsyah di Kejagung, Jakarta, Selasa 23 Februari 2016.

Ilustrasi (Istimewa)

Latar Belakang

Kejagung menemukan adanya indikasi adanya pelanggaran perjanjian kontrak terkait pembangunan 2 gedung tersebut. Atas pelanggaran kontrak yang dilakukan, Arminsyah menerangkan PT Hotel Indonesia Natour (HIN) milik pemerintah merugi. Hal ini terkait dengan tidak adanya pembayaran uang sewa dan pembangunan atas 2 gedung yang dimaksud.

"Jadi dua bangunan itu dibangun di luar perjanjian antara PT GI dan PT HIN. Artinya dari pembangunan itu, enggak ada pemasukan ke negara. Nah nanti dipidana dong," ucap Arminsyah.

PT Cipta Karya Bumi ditunjuk sebagai pengelola Hotel Indonesia sejak memenangi tender Build, Operate, Transfer (BOT) Hotel Indonesia pada 2002.

Kerja sama operasi pengelolaan Hotel Indonesia diteken PT HIN sebagai perwakilan pemerintah, dengan PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI) dan PT Grand Indonesia pada 13 Mei 2004. PT Grand Indonesia dibentuk PT Cipta Karya Bumi untuk mengelola bisnis bersama Hotel Indonesia.

Komisaris PT Hotel Indonesia Natour, Michael Umbas mengaku ada beberapa fakta janggal yang didapatinya semenjak duduk sebagai Komisaris PT HIN pada November 2015.

Pada kontrak BOT yang diteken PT Hotel Indonesia Natour dengan PT Cipta Karya Bersama Indonesia (CKBI)/PT Grand Indonesia (GI), disepakati 4 objek fisik bangunan di atas tanah negara HGB yang diterbitkan atas nama PT GI yakni:

1. Hotel Bintang 5 (42.815 m2).

2. Pusat perbelanjaan I (80.000 m2).

3. Pusat perbelanjaan II (90.000 m2).

4. Fasilitas parkir (175.000 m2).

Namun, dalam berita acara penyelesaian pekerjaan tertanggal 11 Maret 2009, ternyata ada tambahan bangunan yakni gedung perkantoran Menara BCA dan apartemen Kempinski. Padahal, kedua bangunan ini tidak tercantum dalam perjanjian BOT dan belum diperhitungkan besaran kompensasi ke PT HIN.

Kondisi ini menyebabkan PT HIN kehilangan memperoleh kompensasi yang lebih besar dari penambahan 2 bangunan yang dikomersilkan tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.