Sukses


Ketua MPR Curhat soal Sistem Ketatanegaraan di Kampus UI

Di kampus UI Depon, Ketua MPR, Zulkifli Hasan curhat soal sistem ketatanegaraan Indonesia yang bikin gaduh

Liputan6.com, Jakarta Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan menjadi pembicara pada Seminar Penguatan Etika Berbangsa Dan Bernegara. Seminar yang diselenggarakan Komisi Yudisial, itu berlangsung di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, pada Kamis (25/2).

Di depan para petinggi kampus yang hadir, Zulkifli curhat sistem ketatanegaraan Indonesia saat ini.

"Sejak reformasi dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamandemen. Sejak itu sesungguhnya Indonesia menggunakan sistem berbangsa dan bernegara yang sama sekali berbeda dibanding sebelumnya. Pancasila sila keempat misalnya, dulu sila tersebut benar-benar diterjemahkan sebagai permusyawaratan perwakilan, sehingga MPR yang dianggap mencerminkan keragaman di Indonesia memiliki kekuasaan tertinggi bahkan berkuasa paling tinggi," kata Zulkifli.

Di hadapan para petinggi kampus, Zulkifli pun mengungkap persoalan yang muncul pasca reformasi.

"Namun, kondisi tersebut tidak ditemukan lagi. Sejak reformasi,  bupati, walikota, gubernur sampai presiden dipilih langsung oleh rakyat. Untuk mendapatkan kekuasaan mereka harus bersaing secara terbuka, bahkan memakai cara-cara yang kurang tepat. Ini membuktikan bahwa sila keempat permusyawaratan dalam perwakilan, sudah tidak ditemukan lagi," jelas Zulkifli.

Amandemen Terhadap UUDNRI Tahun 1945, lanjutZulkifli membuat delapan lembaga negara berada pada posisi sejajar. MajelisPermusyawaratan Rakyat (MPR) yang dulu menjadi lembaga tertinggi, kini kehilangan sebagiankewenangannya. Implikasinya, lembaga-lembaga negara itu merasa paling berkuasa. Suasana ini terjadi hingga ke daerah. Berkali-kali ditemukan, kunjungan presiden di daerah, tidak dihadiri oleh bupati, walikota atau gubernur. Mereka merasa dipilih langsung oleh rakyat, sehingga tidak harus tunduk pada presiden. 

"Kedaulatan rakyat harusnya diartikan untuk melayani rakyat, nyatanya saat ini kedaulatan menjadi milik sponsor, yang memberikan dana untuk pilkada", kata Zulkifli menambahkan.

Suasana itu, menurut Zulkifli membuat MPR sangat sibuk. Ada saja anggota masyarakat yang datang untuk melaporkan situasi yang semakin tidak baik. Mereka meminta MPR mengubah UUD NRRI 1945, agar cita-cita para pendiri bangsa dilanjutkan. Mereka juga berharap kembalinya GBHN, supaya proses pembangunan berjalan secara berjenjang dan berkelanjutan.

Sejumlah dekan dan pimpinan perguruan tinggi seminar tersebut antara lain Prof. Dr. Justin Sudarminta, SJ, budayawan dan guru besar Ilmu Filsafat STF Driyarkara serta Prof. Dr. Azyumardi Azra MA, C.B.E, guru besar UIN Syarif Hidayatullah. 

(*)

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini