Sukses

Mendagri: Pemerintah Akan Adakan Moratorium Otonomi Daerah

Alasan moratorium otda ini di antaranya kondisi fiskal yang belum memungkinkan adanya penambahan anggaran.

Liputan6.com, Jakarta - Daerah-daerah yang dimekarkan ternyata tidak membawa dampak positif bagi kesejahteraan rakyatnya. Sementara, banyak daerah lain yang terus meminta untuk dimekarkan. Karena itu, pemerintah memutuskan untuk melakukan moratorium daerah otonomi baru (DOB).

"Saya kira implikasi otonomi begitu besar dan nanti akan kami sampaikan kepada DPR bahwa banyak pertimbangan, yang intinya moratorium, akan kami adakan moratorium baru," kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (19/2/2016).

Salah satu pertimbangan kuat adalah pertimbangan kondisi fiskal yang belum memungkinkan penambahan anggaran. Sebab, pemekaran berarti pengucuran dana untuk daerah tersebut. Sementara, daerah yang dimekarkan sulit mengelola keuangannya.

"Memang kalau mau jujur 58 persen ini PAD (pendapatan asli daerah) tidak bisa meningkat, jadi hanya mengandalkan dana transfer pusat. PAD tidak meningkat berarti otomatis pemerataan dan percepatan pembangunan tidak jalan, lebih-lebih peningkatan kesejahteraan rakyat," jelas Tjahjo.

 

Pemerintah pun belum memutuskan untuk menggabungkan kembali daerah yang PAD kurang memuaskan. Hal itu sulit dilakukan karena berbagai alasan, tapi masih dilakukan evaluasi.

"Masih dievaluasi. Karena kalau mau digabungkan kan panjang, DPRD-nya harus dibubarkan, menyangkut parpol. Kalau kantor polres atau kodim mungkin tidak ada masalah, kalau bubar tinggal pindah saja. Tapi kalau DPRD dibubarkan, itu paling repot, membubarkan kecamatan atau desa atau keluarga juga," papar Tjahjo.

Menteri dari PDIP ini melanjutkan ada 87 usulan DOB yang periode DPR lalu belum diputuskan dan diserahkan kepada pemerintah. Kemudian, ada tambahan 199 usulan baru. Usulan-usulan itu pun akan ditolak.

Pemekaran daerah terjadi sejak 1999 sampai sekarang. DOB pun meningkat 2 kali lipat. Tjahjo menjelaskan kecamatan dulunya 5 ribu menjadi 8 ribu. Sementara, desa dari 50 ribu sekarang hampir 74 ribu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.