Sukses

BMKG Sediakan Live Streaming Saksikan Gerhana Matahari Total

BMKG ingin mengamati dan merekam saat-saat terjadinya Gerhana Matahari Total.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) akan menyediakan layanan khusus saat peristiwa Gerhana Matahari Total (GMT) berlangsung pada 9 Maret 2016. BMKG menyediakan live streaming.

Kepala BMKG Andi Eka Sakya menuturkan, video streaming ini ditujukan untuk masyarakat yang tidak bisa hadir di lokasi-lokasi dilintasi‎ GMT. Live streaming ini bisa diakses di http://media.bmkg.go.id/ yang disediakan oleh BMKG.

"Jadi video streaming ini bisa diakses di situs resmi BMKG," ‎kata Andi dalam jumpa pers di BMKG, Jakarta, Kamis (11/2/2016).

BMKG juga akan mengamati GMT. Tujuannya untuk mendapatkan informasi gangguan medan magnet bumi dan grativasi sebagai efek dari GMT serta rekaman peristiwa GMT.

Sementara sasaran pengamatan ini, BMKG ingin mengamati dan merekam saat-saat terjadinya GMT. Di samping juga untuk mengetahui perubahan terhadap variasi medan magnet bumi dan perubahan anomali gravitasi, serta efeknya yang diukur dari tempat-tempat tertentu dari permukaan bumi.

Andi menjelaskan, lingkup pengamatan GMT yang akan dilakukan Kedeputian Bidang Geofisika BMKG, khususnya Pusat Seismologi Teknis Geofisika Potensial dan Tanda Waktu adalah pengamatan GMT di Ternate, Palu, Tanjung Pandan, dan Bengkulu.

Kemudian pengamatan gravitasi di Palu, pengamatan medan magnet bumi di Palu, Manado, Kupang, Jayapura, Pelabuhan Ratu, Tangerang dan Tuntungan, Gunung Sitoli, serta Liwa. BMKG juga akan melakukan pengamatan‎ dengan teropong saat terjadinya GMT.

Pemandangan gerhana matahari total yang terlihat dari Kepulauan Svalbard, Norwegia, Jumat (20/3/2015). (AFP PHOTO/STAN HONDA)

Menurut Andi, ada 2 hipotesis yang diperoleh dalam pengamatan GMT ini. Pertama peristiwa terjadinya GMT akan menutup proses pemanasan dan ionisasi di lapisan ionosfer, sehingga arus ionosfer menjadi terganggu.

Kejadian ini akan mengakibatkan gangguan pada medan magnet bumi. Untuk mengujinya dapat dilakukan dengan membandingkan pengamatan magnet bumi di tempat-tempat yang dilalui GMT.

"Bisa juga dibandingkan di stasiun-stasiun magnet bumi di luar lintasan GMT," ujar Andi.

Hipotesis kedua, peristiwa GMT ini mengakibatkan posisi Matahari, Bulan, dan Bumi pada 1 garis lurus. Dalam posisi itu, akan menyebabkan perubahan gaya tarik Matahari dan Bulan menjadi maksimum terhadap Bumi.

Seorang pembicara saat memegang kacamata yang nantinya akan digunakan untuk melihat Gerhana Matahari Total (GMT), di Jakarta, (14/1). GMT diperkirakan baru akan terulang 350 tahun mendatang. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

"Hal ini akan diamati dengan pengukuran gravitasi di suatu tempat secara kontinu, dan hasilnya akan dibandingkan nilai BA (Bouguer Anomali) 1 bulan sebelum dan 1 bulan sesudah terjadinya GMT dengan nilai BA‎ saat terjadi GMT," ucap Andi.

Metode pengamatan ini, tambah Andi, akan dilakukan melalui mandiri dan online. Pengamatan mandiri dilakukan dengan menggunakan teleskop yang dilengkapi detektor bintang yang dihubungkan di komputer akuisisi dan analisis data. Sedangkan pengamatan online, data yang masuk ke dalam komputer akuisisi akan diteruskan ke server video streaming BMKG melalui internet.

"Dengan teknologi ini, fenomena GMT dapat diakses melalui internet di berbagai tempat melalui website BMKG," ujar Andi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini