Sukses

Dikritik, Tradisi Pesta Pora Kaum Muda Australia di Bali

'Schoolies week' para lulusan SMA Australia di Bali memang sudah menjadi ritual. Namun mengapa dikritik?

Liputan6.com, Kuta - Jumlah turis yang berkunjung ke Pulau Dewata setiap tahun selalu meningkat. Bali memang sudah sejak dulu menjadi tujuan utama para peselancar, pencinta alam, dan pesta. Pada awal 2015, Indonesia-investment mencatat sebanyak 1.555.609 warga negara asing mengunjungi pulau yang penuh dengan pantai-pantai indah tersebut.

Kebanyakan turis datang dari negara seperti Australia, Tiongkok, dan Jepang. Jumlah terbanyak berasal dari Negeri Kanguru karena lokasinya yang relatif dekat dengan Pulau Bali.

Setiap tahun, bisa dilihat bahwa pengunjung dari Australia adalah yang paling setia. Apakah Anda familiar dengan kata schoolies? Schoolies adalah sebutan yang diberikan kepada para lulusan sekolah menengah atas di Australia. Mereka mempunyai tradisi menghabiskan waktu setelah lulus untuk berpesta di tempat tujuan wisata yang paling hits selama seminggu penuh.

Ini merupakan ritual yang sudah berjalan sejak 1970-an. Seperti yang dikutip dari situs resmi schoolies.org.au, Schoolies Week mereka anggap sebagai ritual yang wajib dilakukan karena hal tersebut menandakan fase transisi menuju kedewasaan.

Pada awal mulanya perayaan Schoolies Week diadakan di Gold Coast. Namun, beberapa tahun ke belakang, para lulusan mengembangkan sayap mereka lebih lebar hingga Pulau Dewata. Untuk pemerintah Indonesia, bertambahnya jumlah warga negara asing yang datang ke Bali sangatlah menguntungkan karena secara otomatis devisa negara ikut naik.

Ditambah lagi, dengan tradisi Schoolies Week, berarti mereka adalah pendatang setia yang sangat berkontribusi dalam memakmurkan pendapatan pulau tersebut dan negara Indonesia secara keseluruhan.

Kendati demikian, tradisi yang sudah hampir lima dekade dijalankan itu ternyata juga membawa pengaruh buruk bagi para lulusan Australia. Ini karena banyak dari pesta mereka tidak lepas dari pengaruh alkohol, obat-obatan terlarang, dan hubungan seks bebas.

Banyak orang tua dari murid-murid SMA ini melontarkan ketidaknyamanan mereka membiarkan anak mereka berkeliaran di negara orang dan dipengaruhi dengan hal-hal yang negatif.

Seperti yang dilansir dari Dailytelegraph, 93 persen dari 1.015 orang tua murid mengemukakan kekhawatiran membiarkan anak-anak mereka mengikuti tradisi yang sudah terbukti sudah tidak terlalu positif seperti dulu.

Menurut News.com.au, biaya murah dan peraturan yang tidak terlalu ketat membuat Pulau Bali target yang pas untuk menghabiskan waktu seminggu penuh berpesta. Tahun 2014, daerah Kuta disebut oleh kebanyakan media di negeri Kanguru sebagai “every parent’s worst nightmare”.

Schoolies

Banyak orang bertanya bagaimana anak-anak muda ini melihat ke masa depan mereka dan apakah mereka akan terus berpesta.

“Bila berat badanku bertambah aku akan setop pesta. Tapi mumpung metabolisme saya masih baik saya akan terus berhura-hura,” kata Alanah dari Victoria kepada Vice.

Jayden dari Australia bagian barat juga berkata hal yang sama dengan Alanah.

“Ya, tentu saja saya akan terus berpesta. Itu tidak usah dipertanyakan,” katanya.

Walaupun banyak dari mereka yang sependapat dengan Jayden dan Alanah, beberapa individu memberikan jawaban yang lebih positif.

Jawaban positif salah satunya diberikan oleh Kim, murid program pertukaran dari Queensland. Ia mengatakan bahwa sebagai orang asli Italia, berpesta memang sudah bagian dari tradisi mereka. Namun kesenangan tidaklah selalu dengan berpesta dan suatu hari kelak anak-anak muda harus terima kalau harus berubah menjadi dewasa.

Jawaban positif juga dilontarkan oleh Phoebe dari New South Wales.

“Saya ingin bekerja supaya bisa menabung dan keliling dunia nantinya. Sehabis itu saya baru akan masuk universitas dan belajar untuk menjadi seorang guru sekolah dasar,” ia menjelaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.