Sukses

Hilangnya 'Embah' dan Gafatar

Awalnya Suharijono tidak pernah berpikir negatif tentang organisasi yang diikuti putranya itu.

Liputan6.com, Surabaya - Erri Indra Kautsar warga Jalan Suripto, Kompleks TNI AL, Kenjeran, Surabaya yang juga mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Institut Teknologi Surabaya (PENS ITS Surabaya) dikabarkan bergabung organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).

Mahasiswa 20 tahun itu menghilang sejak 17 Agustus 2015. Di mata sang ayah, Suharijono, organisasi ini memiliki banyak sisi positifnya. Namun, dia mengakui sering berbeda pendapat dengan anak keduanya itu.

"Terutama masalah agama, tapi debatnya kami sebagai anak dan orangtua saja, tak pernah lebih. Hingga dia marah pun tidak pernah," tutur Suharijono, mengawali cerita kepada Liputan6.com di rumahnya, Selasa (12/1/2016).

Bahkan, dia pernah diajak Erri donor darah di Taman Bungkul sekitar 2014 lalu. Kegiatan ini disebut-sebut sebagai program utama organisasi yang dinilai Majelis Ulama Indonesia (MUI) sesat itu.

"Saya pernah juga diajak anak saya ini untuk ikut donor darah di Taman Bungkul, saat itu 2014," cerita Suharijono.

Awalnya Suharijono tidak pernah berpikir negatif tentang organisasi yang diikuti putranya itu. "Saya percaya saja sama anak saya dan berpikir positif saja mengikuti Gafatar," ucap dia.

Mahasiswa semester V ini juga di mata ayahnya memiliki hobi menggambar. Bahkan, Suharijono yang sudah melaporkan kehilangan anaknya ini menilai, Erri mahir desain Auto Cad.

"Memang pamitnya 'ada proyek saya 17 Agustus', jelang 1 hari ulang tahunnya. Bahkan dia saat kuliah lebih suka menyuruh orang daripada disuruh, karena dia sendiri pelan-pelan buka usaha sendiri terima sablon dan desain gambar di jaket atau kaos dengan teman-temannya," beber dia.

Kepedulian sosial memang tinggi dan tertanam di jiwa Erri. Hal itu terlihat saat Suharijono pernah mengetahui putranya itu membuatkan segelas teh hangat, saat melihat ada orang yang melintas di depan rumahnya.

"Yang jelas dia pernah melihat dan akhirnya memanggil seorang pria yang kehujanan, saat melintas di depan rumahnya dan dipersilakan untuk minum teh hangat," kenang pria yang akrab disapa Harijono ini.

Panggilan Embah

Meskipun cenderung pendiam dan tertutup, Erri juga memiliki panggilan 'embah' di antara teman semasa SMA.

"Dia itu punya panggilan 'embah', karena apa ya? Dia itu sering ngasih petuah sama temen-temennya," ujar Suharijono, tersenyum.

Begitu ikut kelompok Gafatar, Erri juga mendadak suka berolah raga. "Anak saya itu dasarnya tidak begitu senang olah raga, tapi begitu ikut Gafatar sering ikut bela diri," beber Suharijono.

Di mata Suharijono, kegiatan Gafatar memang ada nilai positifnya. Namun secara ideologi organisasi yang diduga diikuti anaknya itu sangat membahayakan.

"Milah Ibrahim itu yang diikutin, Milah Ibrahim itu kan bapak dari para nabi, mulai jadi kitabnya, mulai dari ahli kitab sampai Islam itu masuk di situ," jelas Suharijono.

Sepucuk Surat

(Liputan6.com/Dhimas Prasaja)

Di akhir perbincangan, Suharijono menunjukan surat Erri yang ditinggalkan di lemari kabinet kamarnya. Surat itu berjudul 'Merantau'.


Isi surat tersebut menurut Suharijono hampir sama dengan yang dituliskan sejumlah orang, yang diduga berpamitan bergabung dengan Gafatar.

"Sepertinya kalimatnya itu hampir sama dan memang sudah didesain seperti ini, untuk surat bagi yang ditinggalkan dalam Gafatar, itu menurut saya," pungkas Suharijono.

Berikut isi surat Erri yang berjudul 'Merantau';

Merantau

Untuk Bapak, Ibu dan Kakak

Genap sudah usiaku yang ke 20 tahun
Terima Kasih Bapak dan Ibu yang sudah membesarkanku
Untuk saudaraku, maaf telah merepotkanmu selama ini dan terima kasih atas bimbingannya

Tidak usah khawatir, kepergianku sudah terencana baik dalam segi materi maupun perencanaan yang matang. Jadi aku akan baik-baik saja

Tidak usah cemas dan tidak perlu repot mencari
Sudah kutuntaskan semua tanggunganku
Aku memilih cuti kuliah

Aku tidak pernah magang. Itu rekayasa
Tolong jangan menuntut siapapun, baik teman dekat, kampus, organisasi atau orang dekatku yang mungkin keluarga
Suka ataupun tidak suka mereka tidak tahu apapun dan aku juga bukan atas pengaruh siapapun

Aku pergi di atas kesadaranku sendiri. Jangan pernah berpikir yang aneh-aneh tentang aku mau jadi apa dan ke mana. Kelak jika aku sukses dan berhasil, yakinlah aku pasti akan kembali

Aku pergi tidak akan lama
Jaga diri Bapak, Ibu, kak baik-baik.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sekretariat Gafatar

 

Sementara ditemui terpisah, Ketua RT 01 RW X Kelurahan Jagir, Kecamatan Wonokromo, Muhammad Yusuf mengakui adanya kantor Sekretariat Gafatar di Jalan Tales 2/12, Surabaya. Tempat tersebut diduga kantor Dewan Pimpinan Kota Gafatar.

Yusuf mengataku tidak melihat gerakan melawan hukum yang dilakukan anggota Gafatar. Sebaliknya, anggota Gafatar memiliki kepedulian sosial cukup tinggi.

"Jadi enggak ada kepentingan tersembunyi, bukan saya menyembunyikan, enggak, buat apa," kata Yusuf saat ditemui Liputan6.com.

Yusuf menambahkan, Gafatar juga sering terlibat kegiatan-kegiatan sosial yang ada di kampungnya. Seperti kerja bakti yang digelar di wilayahnya, bahkan sering melibatkan seluruh anggotanya.

"Bahkan ketua atau atasannya yang bernama Pak Riko, seingat saya itu, justru sering menawarkan bantuan bila warga akan kerja bakti, atau kegiatan halal bihalal," kenang Yusuf.

Dia menjelaskan ketika ada pertemuan atau rapat, dirinya juga kerap diundang dan ikut urun rembug. Rapat anggota Gafatar biasanya dilakukan secara terbuka dan membahas 'hajatan' yang akan digelar, seperti donor darah atau kegiatan sosial lainnya.

"Tidak ada kegiatan agama atau tahlilan, visi misnya baksos dan kemanusian," tegas Yusuf.

Karena itu, dia terkejut ketika belakangan muncul isu Gafatar dikaitkan dengan gerakan radikal yang melawan hukum. "Saya lihat personel ada Katolik, tidak harus Islam semua, tapi mayoritas Islam," urai Yusuf.

Dia mencontohkan komitmen Gafatar dalam upaya menggalang kegatan sosial, juga tidak perlu diragukan. Bahkan, kelompok Gafatar terlibat hingga ke Pemkot Surabaya.

Misalnya, kata Yusuf, saat gotong royong menebang pohon besar-besar, kelompok Gafatar menghubungi Dinas Kebersihan dan Pertamanan.

"Kalau Gafatar itu disalurkan ketenagakerjaan ke Pemkot kan enak. Mungkin ada saluran ke sana. Dan lagi dia kenal DKP. Jadi cepat, jika mau bersih bersih tanaman juga cepat. Pemotongan pohon-pohon besar kontaknya DKP," pungkas Yusuf.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini