Sukses

Kesal Karena Kuasa Hukum Tidak Tahu Aturan, Hakim MK Ngaku Lapar

Ketika ditanya apakah sudah diputuskan DKPP, tim kuasa hukum mengaku belum mendapat keputusan.

Liputan6.com, Jakarta - Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengeluhkan banyaknya dalil pemohon yang tidak seharusnya dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut dia, pelanggarann kode etik yang sudah diselesaikan di tingkat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), tak perlu lagi dibahas di MK.

Keluhan itu terjadi ketika Arief memimpin sidang pendahuluan Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHPKada), yang diajukan pasangan calon bupati dan wakil bupati Ketapang, Andi Djamiruddin-Chanisius Kuan.

Saat itu, dalil perkara disampaikan tim kuasa hukumnya yakni Herawan Utoro, Agus Hendri, dan Agus Setiawan. Mereka menyebut pelanggaran kode etik pilkada bisa diselesaikan di MK. Namun ketika ditanya apakah sudah diputuskan DKPP, tim kuasa hukum mengaku belum mendapat keputusan.

"Harusnya kuasa hukum itu tahu aturannya. Kemarin tahu kan yang masih ditunda pemilihannya? Itu karena masalah penetapan calon, dibawa ke PTUN, kasasi di MA," ujar Arief dalam persidanagan di Gedung MK, Jakarta, Senin (11/1/2015).

"Kecurangan money politic juga harusnya dibawa ke Panwas, soal penyelenggaraan pemilu ke DKPP. Jadi jangan dibawa ke sini (MK) semua," sambung dia


Tim kuasa hukum pasangan Andi-Chanisius itu pun menanggapi sang hakim. "Mohon maaf Yang Mulia, kami belum dapat putusannya dari DKPP. Yang Mulia jangan berasumsi."

Mendengar jawaban itu, Arief berkelakar. "Ini saya sudah mulai lapar ini. Kalau tidak lapar malah tidak bisa sabar saya ini."

"Baik, langsung saja masalah perolehan suaranya," sambung Arief meminta pemohon melanjutkan dalil permohonannya.

Melihat gelagat hakim yang tersinggung dengan pernyataannya tersebut, tim kuasa hukum yang digawangi Herawan Utoro, Agus Hendri, Agus Setiawan langsung melanjutkan membaca dalil permohonan dalam PHPKada 2015.

Perkara pilkada saat ini tak hanya menjadi wewenang MK, tapi juga bisa menjadi perkara pidana apabila terdapat unsur penipuan, pemalsuan surat, atau pembakaran.

Sedangkan terkait sengketa keabsahan surat keputusan, bisa digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kemudian terkait masalah etik penyelenggaran pemilu bisa diselesaikan di DKPP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini