Sukses

Para Hakim Ini Diadili karena Selingkuh dan Cabul

Jika biasanya mereka mengadili seseorang di kursi terdakwa, kini gantian mereka yang diadili karena tindakan asusilanya.

Liputan6.com, Jakarta - Hakim juga manusia. Mungkin itu kira-kira istilah yang tepat disematkan kepada para hakim pelanggar kode etik. Pelanggaran etik mereka tak jauh-jauh dari nafsu birahi.

Sepanjang 2015, ada sejumlah 'wakil Tuhan' yang dihukum dan diberi sanksi karena ‎tindakan asusila. Jika biasanya mereka mengadili seseorang di kursi terdakwa, kini gantian mereka yang diadili karena tindakan asusilanya.

Dari catatan Liputan6.com yang dikumpulkan Kamis 24 Desember 2015, ‎sedikitnya ada 5 hakim yang melanggar kode etik sepanjang tahun ini. 4 dari 5 hakim itu harus disidang etik oleh Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang digelar Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY). Sementara 1 lainnya disanksi oleh Badan Pengawas (Bawas) MA.

Berikut para pengetuk palu keadilan yang diadili karena tindakan asusilanya sepanjang 2015.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Herman Fadhilah A Daulay

Herman diberi sanksi oleh MKH berupa pemberhentian dengan hormat pada 19 Mei 2015. Dengan sanksi itu, dia masih bisa menikmati uang pensiunannya sebagai hakim. Saat kasus etik ini terjadi, Herman bertugas di Pengadilan Negeri Sibolga, Sumatera Utara.

Majelis Hakim MKH menilai Herman terbukti melakukan perselingkuhan dengan seorang wanita muda. Padahal di satu sisi, Herman sudah memiliki istri dan anak.

Pelanggaran etik ini diketahui, setelah Herman digerebek warga di rumahnya. Puluhan warga menggeruduk rumah Herman karena sang hakim tengah pesta sabu bersama seorang wanita muda yang jadi selingkuhannya.

Meski pesta serbuk setan itu tak terkait putusan atau perkara. Namun perbuatan Herman dengan profesi melekatnya itu tak bisa ditolerir oleh MKH.


Tak cuma perselingkuhan, Herman juga dinyatakan positif menggunakan narkoba. Hal itu berdasarkan hasil tes urine yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN).

‎

3 dari 6 halaman

Tri Hastono

‎Si pengadil dari PN Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) itu dinyatakan MKH terbukti berselingkuh dengan seorang wanita yang berstatus PNS. Tri yang sudah punya istri dan anak itu menjalin cinta terlarang dengan seorang wanita yang telah bersuami.

Pada sidang MKH, 20 Mei 2015 itu, Tri melakukan perselingkuhan tersebut ketika dia masih ‎menjabat sebagai Ketua PN Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Sama dengan Herman, Tri juga dijatuhi hukuman pemberhentian dengan hormat. Artinya, dia masih mendapatkan haknya berupa uang pensiunan. Setidaknya, Tri masih bisa menafkahi istri dan anaknya ‎uang pensiunan tersebut.

4 dari 6 halaman

Sofyan Martabaya

Hakim yang ini lain lagi ceritanya. Meski tidak berselingkuh, namun perbuatan hakim ad hoc MA kamar pidana khusus korupsi ini juga dinilai MKH tidak etis.

‎Pelanggaran etik yang dilakukan Sofyan tak jauh-jauh dari wanita. Sofyan dianggap terbukti memalsukan identitasnya demi bisa menikah lagi. Bukan yang kedua, tetapi menikah untuk yang ketiga kalinya.

Identitas yang dipalsukan Sofyan adalah status pernikahan, pekerjaan, dan tanggal lahirnya pada Kartu Tanda Penduduk (KTP)‎.

Oleh MKH, 21 Mei 2015, sanksi yang diberikan tergolong ringan. Yakni sanksi nonpalu selama 13 bulan tanpa menerima tunjangan sebagai hakim ad hoc. Artinya, selama 1 tahun 30 hari sejak putusan itu dijatuhi, Sofyan tidak boleh mengadili perkara tanpa honor sebagai hakim ad hoc.

‎

5 dari 6 halaman

Erwin Effendi

Erwin, yang bertugas di PN Jambi ini tidak berselingkuh. Namun, tindakan asusilanya juga dinilai tak etis sebagai hakim.

Erwin diketahui melakukan tindak asusila terhadap pegawai honorer di PN Jambi. Erwin beberapa kali mencium dan memeluk pegawai honorer berinisial N itu dengan paksaan disertai ancaman.

Tindakan tercela sang 'wakil Tuhan' itu pun dilakukan lebih dari 10 kali. Terhitung mulai dari bulan Mei 2014 sampai Januari 2015.

Modus yang dipakai dalam setiap aksi Erwin itu, yakni dengan meminta N membereskan dan membersihkan ruang kerjanya di PN Jambi. Di saat tengah membereskan itu, Erwin menyergap dan menciumi‎ N. N yang berontak pun kerap diancam akan dipecat jika tak menurutinya.

Meski begitu, Majelis MKH tak menerima laporan, Erwin telah meniduri N. Erwin hanya dilaporkan telah mencium dan memeluk paksa N.

Selain itu, dalam laporan yang diterima MKH, Erwin juga beberapa kali ‎mengintip celana dalam N. Erwin mengintip celana dalam N ketika selagi membungkuk membereskan ruang kerja Erwin.

Pada sidang 18 November 2015, MKH kemudian menjatuhi Erwin dengan saksi ringan. Yakni berupa non palu 7 bulan tanpa tunjangan.

6 dari 6 halaman

MH

Ha‎kim berinisial MH ini lebih konyol lagi. Hakim yang bertugas di PN Kalianda, Lampung ini terbukti memacari dan menghamili seorang teller sebuah bank di Lampung, berinisial M.

MH memacari M sejak awal 2014. Selama pacaran MH kadang mengaku single, kadang mengaku duda. Padahal sebenarnya, MH sudah mempunyai istri yang sah.

Kisah asmara terlarang itu kemudian berujung pada kehamilan M. ‎Di sini MH juga kerap berjanji akan menikahi M. Janji-janji itu yang terus diucapkan MH, sampai M percaya.

Namun, janji manis tinggal manisan. Rupanya, pahit yang dirasakan M. Sebab, sampai M melahirkan darah daging MH pada Februari 2015, MH tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Boro-boro menikahi, si hakim playboy itu bahkan tak menemani M saat melahirkan. Bahkan sampai bayi tak berdosa itu berusia 2 bulan, MH bak hilang ditelan bumi.

Kesal dan demi mencari keadilan, M kemudian melaporkan MH ke KY dan juga Bawas MA. Berdasar laporan M dan hasil penyelidikan, KY pada April 2015 merekomendasikan agar MH dibawa ke sidang etik MKH disertai sanksi berat berupa pemecatan tidak dengan hormat.

Namun, Bawas MA yang juga turun tangan menangani kasus itu mengeluarkan putusan lebih dulu dari KY. Bawas menjatuhi MH dengan sanksi nonpalu selama 2 tahun.

KY tak setuju dengan sanksi ringan tersebut. Sebab perbuatan MH yang mengadali M dianggap KY telah mencoreng profesi hakim yang seharusnya menegakkan keadilan bagi masyarakat. Bukan justru sebaliknya, berbuat tidak adil bagi masyarakat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini