Sukses

8 Tradisi Unik Perayaan Maulid Nabi di Nusantara

Ragam perayaan Maulid Nabi itu umumnya berakar dari kebiasaan dan adat istiadat daerah setempat.

Liputan6.com, Jakarta - Peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW atau Maulid Nabi Muhammad yang jatuh setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriyah, dirayakan dengan berbagai cara oleh umat Islam di Indonesia. Ragam perayaan itu umumnya berakar dari kebiasaan dan adat istiadat daerah setempat.

Yang umum adalah dengan menggelar pengajian di masjid-masjid, menggelar lomba yang berhubungan dengan Islam, seperti lomba baca Alquran, lomba azan, ceramah agama hingga lomba qasidah. Namun, sejumlah daerah memiliki perayaan yang unik dan berbeda dibandingkan daerah lainnya.

Perayaan ini hampir semuanya memiliki sejarah panjang dan berhubungan erat dengan tradisi yang sudah hidup berabad-abad lampau. Tak heran kalau saat ini, tradisi tersebut tak lagi sekadar ritual keagamaan, namun sudah menjadi objek wisata.

Berikut rangkuman 8 tradisi unik perayaan Maulud di berbagai daerah di Nusantara.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 9 halaman

Muludhen

 

Tradisi muludhen digelar oleh warga di Pulau Madura, Jawa Timur saat merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dalam acara itu biasanya diisi dengan pembacaan barzanji (riwayat hidup Nabi) dan sedikit selingan ceramah keagamaan yang menceritakan kebaikan Sang Nabi semasa hidupnya untuk dijadikan sebagai tuntunan hidup.

Tepat tanggal 12 Rabiul Awal, masyarakat akan berduyun-duyun datang ke masjid untuk merayakan Maulid Agung. Di luar Maulid Agung ini, orang masih merayakannya di rumah masing-masing. Tentu tidak semua, hanya mereka yang memiliki kemampuan dan kemauan.

Saat Maulid Agung, para perempuan biasanya datang ke masjid atau musala dengan membawa talam yang di atasnya berisi tumpeng. Di sekeliling tumpeng tersebut dipenuhi beragam buah yang ditusuk dengan lidi dan dilekatkan kepada tumpeng. Buah-buah itu misalnya salak, apel, anggur, rambutan, jeruk, dan lainnya.

Tradisi Muludhen di Madura, Jawa Timur. (Ist)

Namun, belakangan tradisi ini mulai berubah. Yang mengelilingi tumpeng bukan lagi ragam buah-buahan, melainkan uang dan makanan instan lainnya. Keindahan tumpeng berbalut buah warna-warni mulai hilang dari pandangan.

Pada saat pembacaan barzanji, tumpeng-tumpeng tersebut dijajarkan di tengah orang-orang yang melingkar untuk didoakan. Setelah selesai, tumpeng-tumpeng itu kemudian dibelah-belah dan dimakan bersama-sama. Para perempuan biasanya tidak ikut membaca barzanji, mereka hanya menyiapkan makanan untuk kaum laki-laki.

 

3 dari 9 halaman

Bungo Lado

 

Tradisi Bungo Lado (berarti bunga cabai) adalah tradisi yang dimiliki warga Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Bungo lado merupakan pohon hias berdaunkan uang yang biasa juga disebut dengan pohon uang. Uang kertas dari berbagai macam nominal itu ditempel pada ranting-ranting pohon yang dipercantik dengan kertas hias.

Tradisi bungo lado menjadi kesempatan bagi warga yang juga perantau untuk menyumbang pembangunan rumah ibadah di daerah itu. Karenanya, masyarakat dari beberapa desa akan membawa bungo lado. Pohon uang dari beberapa jorong (dusun) itu kemudian akan dikumpulkan.

Uang yang terkumpul biasanya mencapai puluhan juta rupiah dan disumbangkan untuk pembangunan rumah ibadah. Tradisi maulid ini biasanya digelar secara bergantian di beberapa kecamatan.

Tradisi Bungo Lado di Pariaman, Sumbar. (pariamantoday.com)

Tradisi bungo lado ini terkait erat dengan profesi petani yang digeluti sebagian besar warga Sumbar. Di antara hasil tani tersebut adalah tanaman cabai yang bagi masyarakat Minangkabau disebut dengan lado. Cabai atau lado sebelum berbuah akan berbunga terlebih dahulu. Semakin banyak bunganya tentu akan semakin banyak pula buahnya.

Dalam hal ini, sumbangan uang diumpamakan dengan bunga cabai tersebut. Sumbangan bungo lado ini merupakan simbol dari rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah.

 

4 dari 9 halaman

Ngalungsur Pusaka

 

Di Kabupaten Garut, Jawa Barat, terdapat upacara Ngalungsur, yaitu proses upacara ritual di mana barang-barang pusaka peninggalan Sunan Rohmat (Sunan Godog/Kian Santang) setiap setahun sekali dibersihkan atau dicuci dengan air bunga-bunga dan digosok dengan minyak wangi supaya tidak berkarat yang difokuskan di Kampung Godog, Desa Lebak Agung, Kecamatan Karangpawitan.

Di tempat lain seperti Banten, kegiatan difokuskan di Masjid Agung Banten. Demikian pula di tempat-tempat ziarah makam para wali, tradisi ini juga digelar.

Tradisi Ngalungsur Pusaka di Garut, Jabar. (Ist)

Upacara yang dilakukan oleh juru kunci ini merupakan bukti bahwa mereka masih melestarikan dan melaksanakan tradisi leluhurnya serta mensosialisasikan keberadaan benda-benda pusaka peninggalan Sunan Rohmat Suci.

Pusaka tersebut merupakan simbol perjuangan dan perilaku Sunan Rohmat Suci semasa hidupnya dalam memperjuangkan agama Islam. Benda-benda pusaka tersebut dicuci dengan disaksikan oleh peserta upacara.

 

5 dari 9 halaman

Kirab Ampyang

 

Warga di Loram Kulon, Jati, Kudus, Jawa Tengah, juga memiliki tradisi tersendiri. Mereka melakukan kirab Ampyang di depan Masjid Wali. Pada awalnya kegiatan ini merupakan media penyiaran agama Islam di wilayah tersebut. Tradisi itu dilakukan oleh Ratu Kalinyamat dan suaminya Sultan Hadirin.

Tradisinya dengan menyajikan makanan yang dihiasi dengan ampyang atau nasi dan krupuk yang diarak keliling Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kudus, sebelum menuju ke Masjid Wali At Taqwa di desa setempat.

Tradisi Kirab Ampyang di Kudus (Ist)

Masing-masing peserta, menampilkan sejumlah kesenian, seperti visualisasi tokoh-tokoh yang berjasa pada saat berdirinya Desa Loram Kulon serta visualisasi sejarah pendirian Masjid Wali At Taqwa.

Setelah sampai di Masjid Wali, tandu yang berisi nasi bungkus serta hasil bumi yang sebelumnya diarak keliling desa didoakan oleh ulama setempat, kemudian dibagikan kepada warga setempat untuk mendapatkan berkah.

 

6 dari 9 halaman

Keresen


Tradisi yang tidak kalah unik adalah Keresen, yaitu merebut berbagai hasil bumi dan pakaian yang digantung pada pohon keres. Tradisi ini dilakukan oleh sejumlah warga di Dusun Mengelo, Mojokerto, Jawa Timur. Berbagai hadiah tersebut melambangkan bahwa semua pohon di muka bumi sedang berbuah menyambut kelahiran Nabi Muhammad saw.

Tradisi Keresan ini digelar setiap tahun untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pohon Keres berbuah lebat oleh aneka hasil bumi sebagai simbol kelahiran Muhammad membawa berkah bagi umat Islam di seluruh dunia.

(Ist)

Tradisi keresen juga dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur atas lahirnya Nabi Muhammad yang memberikan petunjuk ke jalan yang benar, yakni ajaran Islam.

 

7 dari 9 halaman

Panjang Jimat


Panjang Jimat adalah tradisi Maulid Nabi di Keraton Cirebon. Upacara dihadiri ribuan masyarakat yang berdatangan dari berbagai daerah. Mereka sengaja datang ke 3 keraton hanya untuk menyaksikan proses upacara.

Peringatan Maulid Nabi juga turut digelar di makam Sunan Gunung Jati, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon. Di makam tersebut juga dipadati oleh ribuan orang yang sengaja ingin menghabiskan waktu pada malam Maulid Nabi.

Tradisi Panjang Jimat (Ist)

Upacara panjang jimat merupakan puncak acara peringatan Maulid Nabi di 3 keraton. Di keraton Kanoman, upacara digelar sekira pukul 21.00 WIB yang ditandai dengan 9 kali bunyi lonceng Gajah Mungkur yang berada di gerbang depan keraton. Suara lonceng tersebut merupakan tanda dibukanya upacara panjang jimat.

Di Keraton Kanoman, prosesi panjang jimat juga diisi dengan arak-arakan kirab yang membawa berbagai benda pusaka milik keraton dari Bangsal Prabayaksa menuju Masjid Agung Kanoman. Prosesi itu dipimpin oleh Pangeran Patih Keraton Kanoman.

 

8 dari 9 halaman

Grebeg Maulud


Pada zaman kesultanan Mataram, perayaan Maulid Nabi disebut Grebeg Mulud. Kata 'gerebeg' artinya mengikuti, yaitu mengikuti sultan dan para pembesar keluar dari keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan Maulid Nabi, lengkap dengan sarana upacara, seperti nasi gunungan dan sebagainya. Puncak peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW diperingati dengan penyelenggaraan upacara Grebeg Maulud.

Puncak dari upacara ini adalah iringan gunungan yang dibawa ke Masdjid Agung. Setelah di masjid diselenggarakan doa dan upacara persembahan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, sebagian gunungan dibagi-bagikan pada masyarakat umum dengan jalan diperebutkan.

Tradisi Grebeg Maulud (griyawisata.com)

Bagian-bagian dari gunungan ini umumnya dianggap akan memperkuat tekad dan memiliki daya tuah, terutama bagi kaum petani. Mereka akan menanamnya di lahan persawahan untuk memperkuat doa agar lahannya menjadi subur dan terhindar dari berbagai hama perusak tanaman.

 

9 dari 9 halaman

Maudu Lompoa

 

Di Cikoang, Takalar, Sulawesi Selatan ada sebuah tradisi menyambut Maulid Nabi, yaitu diadakanya tradisi Maudu Lompoa Cikoang (dalam bahasa Makassar). Tradisi ini merupakan perpaduan dari unsur atraksi budaya dengan ritual-ritual keagamaan yang digelar setiap tahun di bulan Rabiul Awal berdasarkan Kalender Hijriyah.

Yang unik dari tradisi ini adalah persiapannya yang memakan waktu 40 hari. Tradisi diawali dengan mandi di bulan Syafar yang dipimpin para sesepuh atau tetua.

Ka'do minyak diangkut julung-julung menuju tengah sungai untuk diperebutkan warga dalam tradisi Maud Lompoa. (Liputan6.com/Ahmad Yusran)

Pada hari H perayaan Maudu Lompoa, masyarakat Cikoang yang berpakaian adat berjalan beriringan sampil memikul julung-julung. Nantinya julung-julung tersebut akan di perebutkan oleh semua orang.

Julung-julung yang diperebutkan berisi telur hias, ayam, beras dimasak setengah matang, beras ketan, mukena, kain khas Sulawesi serta aksesoris lainnya. Agar lebih indah, julung-julung dilengkapi dengan kibaran kain khas Sulawesi warna-warni bak bendera terpasang di atas perahu. Julung-julung diletakkan di depan semua orang.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini