Sukses

Di Ujung Vonis Setya Novanto Mundur

JK mengaku puas atas putusan tersebut. Semua pihak pun diharapkan mematuhi putusan MKD karena sifatnya mengikat.

Liputan6.com, Jakarta - Dengan suara tegas, Dimyati Natakusumah mengatakan, Ketua DPR Setya Novanto terindikasi melakukan pelanggaran kode etik bersifat berat. Indikasi pelanggaran itu karena Novanto mencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam negosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.

Karena itu, kata anggota Mahkamah Kehormatan Dewan dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu, Setya Novanto dijatuhkan sanksi pemberhentian sebagai anggota DPR.

Dalam keterangannya, Dimyati beralasan membuat keputusan itu setelah mengkaji secara mendalam keterangan Menteri ESDM Sudirman Said sebagai pengadu, teradu Setya Novanto, saksi Maroef Sjamsoeddin, dan saksi Menko Polhukam Luhut Pandjaitan yang disampaikan di sidang MKD sebelumnya.


Tidak hanya itu, Dimyati juga mengungkapkan, membuat keputusan itu berdasarkan pernyataan Presiden, masukan dari pakar, masyarakat, dan alat bukti rekaman suara yang telah diperdengarkan di sidang MKD.

"Dengan alasan tersebut dari Fraksi PPP ini menyatakan, teradu Setya Novanto diindikasikan melakukan pelanggaran kode etik, sebaiknya diputuskan untuk diberhentikan dari keanggotaan DPR RI," tandas Dimyati saat membacakan pandangan fraksinya terhadap kasus “Papa Minta Saham” yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto di ruang sidang MKD DPR, Jakarta, Rabu 16 Desember 2015,

Ketua MKD, Surahman Hidayat (kiri) saat menjalani sidang jelang putusan kasus pelanggaran kode etik di Senayan, Jakarta, Rabu (16/12/2015). Sidang MKD beragenda putusan kasus Pelanggaran Etik Ketua DPR Setya Novanto. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Anggota MKD dari Fraksi PDIP Mohammad Prakosa juga menegaskan agar Setya Novanto diberi sanksi berat, yaitu dicopot sebagai anggota dan ketua DPR. "Berdasarkan pertimbangan etik, maka saudara Setya Novanto telah terbukti melanggar kode etik dengan kategori berat," ujar Prakoso.

Pernyataan Prakosa langsung disambut sorak sorai dan tepuk tangan public dan para pengamat yang menyaksikan jalannya sidang dari sebuah televisi di luar ruang sidang MKD.

Prakosa menegaskan, sesuai Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan DPR RI Pasal 39 ayat 1, MKD harus membuat panel yang bersifat ad hoc. "Sesuai Pasal 39 ayat 1 yang berdampak sanksi pemberhentian, maka MKD harus membentuk panel. Dalam kesempatan ini, saya usulkan bentuk panel dan berkonsekuensi pemberhentian," tegas dia.

Menurut Prakosa, keputusan ini dibuat karena selama proses persidangan MKD, fakta-faktanya sesuai. "Menimbang, selama proses sidang MKD telah digali kebenaran atau fakta-fakta apa yang dilakukan, terbukti," ucap Prakosa.

Selain Dimyati dan Prakosa, anggota MKD dari Fraksi Demokrat Darizal Basir juga meminta Setya Novanto dicopot dari jabatannya sebagai Ketua DPR.

Namun, Risa Mariska berpendapat berbeda. Anggota MKD dari Fraksi PDIP ini meminta agar Setya Novanto diberikan sanksi ringan, yang berdampak pada pencopotannya dari jabatan Ketua DPR.

Sidang MKD pada Rabu 16 Desember ini merupakan sidang tahap akhir terkait kasus pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang diduga dilakukan Setya Novanto dalam proses perpanjangan kontrak karya Freeport di Indonesia.

Wakil Ketua MKD Kahar Muzakir, keluar dari ruang sidang jelang putusan kasus pelanggaran kode etik Ketua DPR Setya Novanto yang mencatut nama Presiden terkait perpanjangan Freeport, Senayan, Jakarta, Rabu (16/12/2015). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Hingga Rabu sore, dari 17 anggota MKD, 15 orang telah membacakan putusannya. Mayoritas anggota MKD memiliki pandangan nyaris sama, yakni sanksi sedang berupa pencopotan jabatan sebagai Ketua DPR.

Anggota MKD yang meminta Setya Novanto disanksi sedang yakni Viktor Bungtilu Laiskodat (Nasdem), Risa Mariska (PDIP), Sukiman (PAN), Ahmad Bakri (PAN), Darizal Basir (Demokrat), Guntur Sasono (Demokrat), Maman Imanulhaq (PKB), Sarifuddin Sudding (Hanura) dan Junimart Girsang (PDIP).

Sedangkan anggota MKD yang menginginkan Setya Novanto disanksi berat yakni‎ Sufmi Dasco Ahmad (Gerindra), Supratman (Gerindra), Adies Kadir Karding (Golkar), Ridwan Bae (Golkar), AchmadDimyatiNatakusumah (PPP) dan Muhammad Prakosa (PDIP).

Massa bertopeng Ketua DPR Setya Novanto ikut ambil bagian dalam unjuk rasa di depan Gedung KPK, Jakarta, Selasa (15/12). Mereka menuntut KPK ikut mengusut kasus 'papa minta saham' yang melibatkan Setya Novanto dan Riza Chalid. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Sidang kasus "Papa Minta Saham," sudah menyita perhatian publik Tanah Air sejak awal. Masyarakat tegang menunggu keputusan MKD, apakah memberikan sanksi tegas kepada Setya Novanto atau memberikan sanksi ringan seperti kasus sebelumnya, saat Setya dilaporkan ke MKD karena bertemu calon kandidat presiden Amerika Serikat Donald Trump beberapa waktu lalu.

Di tengah ketegangan, tiba-tiba beredar kabar bahwa Setya Novanto mengundurkan diri dari kursi ketua DPR. Surat pengunduran dirinya itu telah disampaikan ke MKD.

Sempat menimbulkan tanda tanya, kepastian tentang mundurnya Setya itu akhirnya dibacakan Wakil Ketua MKD Sufmi Dasco pada babak akhir sidang.

"Dengan ini saya menyatakan mengundurkan diri sebagai Ketua DPR RI periode 2014-2019," ujar  anggota MKD Sufmi Daco membacakan surat Setya Novanto di ruang sidang MKD. Surat tersebut ditandatangi langsung oleh Setya Novanto di atas materai.

Ketua DPR, Setya Novanto usai menjalani sidang etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di Gedung Nusantara II, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (7/12/2015). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Pengunduran diri ini langsung disambut rasa lega oleh pimpinan MKD. Ketua MKD Surahman Hidayat mengaku senang sidang yang dipimpinnya selama beberapa hari ini, berakhir sesuai harapan.

"Alhamdulillah, sidang berakhir happy ending," ujar Surahman saat menutup sidang di Jakarta, Rabu 16 Desember 2015.

Sebelumnya Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang namanya dicatut dalam kasus ini, telah mendesak Setya untuk mundur.

"Ya, harus mundur. Ini kan keputusan, bukan mengimbau. Keputusan Mahkamah namanya, ya begitu memutuskan," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta.

JK mengaku puas atas putusan tersebut. Semua pihak pun diharapkan mematuhi putusan MKD karena sifatnya mengikat.

Wapres Jusuf Kalla memberi kaat sambutan saat menghadiri perayaan HUT Kaisar Jepang, Senin (14/12/2015) (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Menurut JK, pembacaan putusan sementara para anggota MKD mempertegas pelanggaran etika yang dilakukan Setya Novanto. Pelanggaran etika ini juga menandakan terjadinya pelanggaran hukum yang dilakukan Novanto.

"Etika itu kan kepantasan, tapi ada juga ketidakpantasan yang melanggar hukum," ujar JK. Ia menilai Setnov termasuk melanggar hukum karena status dia sebagai anggota dewan. Tapi di sisi lain membicarakan masalah uang. "

"Ya, melanggar hukum, karena ada pembicaraan tentang uang. Ada tentang kesepakatan untuk katakanlah memeras, mengancam," kata dia. Putusan hari ini, ujar mantan Ketua Umum Partai Golkar ini, dapat menjadi dasar bagi aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini.

Saat ini baru Kejaksaan Agung yang mengusut kasus ini dengan mengaitkan pada dugaan pemufakatan jahat. "Ini bukan pembenaran, tapi otomatis. Kejaksaan lebih mudah lagi," pungkas JK.

Surat pengunduran diri Setnov (Silvanus Alvin/Liputan6.com) Berikut isi surat mundur Novanto dari kursi Ketua DPR.

Perihal: Pernyataan Pengunduran Diri Sebagai Ketua DPR RI

Jakarta, 16 Desember 2015

Kepada,
Yth, Pimpinan DPR Risa
Di
Jakarta


Sehubungan perkembangan penanganan pengaduan dugaan pelanggaran etika yang sedng berlangsung di Mahkamah Kehormatan DPR RI, maka untuk menjaga harkat dan martabat, serta kehormatan lembaga DPR RI serta demi menciptakan ketenangan masyarakat, dengan ini saya menyatakan pengunduran diri sebagai Ketua DPR RI periode keanggotaan 2014-2019.

Demikian pernyataan pengunduran diri ini saya buat dengan tulus. Semoga bermanfaat bagi kepentingan bangsa, negara, dan rakyat Indonesia.

Hormat Saya,

Drs. Setya Novanto, Akt.
Nomor Anggota 300

Tembusan: Pimpinan Mahkamah Kehormatan DPR RI.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini