Sukses

Kasus Setnov, Dosen PTIK Minta Publik Bedakan Etik dan Pidana

Diduga ada indikasi kuat untuk menggring persoalan etik ini ke wilayah pidana.

Liputan6.com, Jakarta - Akademisi sekaligus pengajar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Umar Husin mengatakan, publik harus bisa membedakan antara perkara pidana dan etik dalam kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo terkait perpanjangan kontrak Freeport yang meilbatkan Ketua DPR Setya Novanto.

"Urusan dugaan pelanggaran etik, dia menegaskan hal itu berbeda dengan unsur pidana. Diduga melanggar etik, itu menjadi urusan disana (Mahkamah Kehormatan Dewan). Jadi jangan masalah ketidakpantasan dijadikan dasar hukum," ujar Umar di Jakarta, Sabtu (12/12/2015).

Umar juga mempertanyakan, jika dilihat pidananya, salah Setya Novanto dimana? Minta saham? Kalau enggak dikasih sahamnya? dimana pelanggaran hukumnya?

"Kecuali merampas saham itu baru ada unsur pidananya," ujar dia.

Terkait legalitas rekaman, Umar menjelaskan seharusnya itu tidak dibahas di wilayah etik, kecuali hal itu dipermasalahkan dalam delik aduan atau hukum.

"Kalau hal itu (rekaman) sudah masuk ranah hukum, soal legalitas itu bisa dipertanyakan. Karena yang berhak melakukan rekaman seperti itu, sampai sekarang adalah KPK. Polisi saja tidak bisa," tandas Umar.

Soal penyelidikan yang dilakukan pihak Kejaksaan, di mana melihat adanya unsur permufakatan jahat, dia menyerahkan sepenuhnya kasus itu kepada korps Adhayaksa itu.

"Pemufakatan jahat itu kan tidak sendiri, pihak kejaksaan sudah menyebutkan belum (siapa saja yang terlibat)? Ini kan belum ada. Kejaksaan tidak mungkin bergerak, kalau tidak mungkin menemukan sesuatu," tandas dia.

Kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo terkait perpanjangan kontrak Freeport mulai terkuak setelah Menteri ESDM Sudirman Said memberikan sebuah rekaman kepada MKD.

Dalam rekaman yang diakui milik Presdir Freeport Maroef Sjamsoeddin itu ada suara yang diduga Ketua DPR Setya Novanto dan Pengusaha Minyak Riza Chalid.  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.