Sukses

Disorot Tidak Netral Saat Sidangkan Setnov, Ini Respons MKD

Menggelar sidang etik terhadap Ketua DPR Setya Novanto secara tertutup, MKD menuai beragam komentar.

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Kehormatan Dewan telah menggelar sidang dugaan pelanggaran etik Ketua DPR Setya Novanto terkait negosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. Sidang yang berlangsung sekitar 4 jam itu digelar secara tertutup atas permintaan Setya Novanto.

Anggota MKD Sukiman menyatakan, dalam sidang tersebut Setya Novanto menolak seluruh tuduhan dalam sidang etik terkait laporan Menteri ESDM Sudirman Said.

"Apa yg dituduhkan semua dibantah. Artinya tidak benar dia mencatut nama presiden dan wakil presiden dalam percakapan itu," ucap Sukiman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin malam 7 Desember 2015.

Meski demikian, Sukiman mengaku MKD terus mempertanyakan hal-hal menyangkut rekaman percakapan yang disebut 'Papa Minta Saham' itu.

"Sekarang ini sedang ditanyakan walaupun beliau tidak menjawab ya silakan. Tapi sebagai anggota terus mempertanyakan," ujar dia.

Sementara, menyinggung adanya sorotan MKD tidak netral, bahkan ada yang menyebut 'masuk angin', Sukiman menganggap wajar anggapan tersebut. Namun, menurut dia, sejauh ini MKD bekerja profesional. Meskipun digelar secara tertutup.

"Saya pikir itu hak publik untuk menilai. Tapi insya Allah kalau saya berkeyakinan dan kita mengusulkan terbuka tapi karena ini tidak dipenuhi saya hormati apa pun keputusan. Yakinlah insya Allah kita bekerja dengan tulus dengan baik, profesional," papar dia.

Sukiman menegaskan, jika nantinya politikus Partai Golkar itu terbukti bersalah, maka MKD akan menjatuhkan sanksi sesuai kesalahannya.

"Kalau bersalah kita akan tetap mengatakan bersalah, kalau benar kita katakan benar. Insya Allah kita pertaruhkan dunia dan akhirat kita," tandas Sukiman.

Instruksi Megawati

Sementara itu Wakil Ketua MKD Junimart Girsang mengaku diinstruksikan pimpinannya di PDIP, Megawati Soekarnoputri untuk mengawal kasus 'Papa Minta Saham' dengan baik. Artinya, seluruh proses terkait dugaan pelanggaran etik Ketua DPR Setya Novanto itu berjalan sesuai prosedur dan aturan yang berlaku di MKD DPR.

"Saya sudah 2 kali ketemu Ibu Mega, tetap pada aturan. Kita ikut aturan saja, tata beracara," ujar Junimart di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 7 Desember 2015.

Begitu pula terhadap wacana upaya penghentian kasus Setya Novanto dengan membuat keputusan usai persidangan. Junimart menyatakan, dia akan menentangnya dengan tetap pada tata beracara MKD.

"Kalau ada, mari kita diskusikan. Buka saja bukunya. Perintah Ibu (Megawati) jelas dan tegas, tidak multitafsir, jalankan peraturan yang ada," tandas Junimart.

Apa Kata Pengamat?

Adapun peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai, dengan sidang tertutup itu akan semakin menguatkan argumen atau opini politik bahwa politikus Golkar tersebut bersalah.

"Publik ini menilai, ini disorot, semua mata melihat. Ini kok begini. Yang mesti diklarifikasi oleh Setya Novanto ke publik, tapi ini ditutup. Ini semakin menebalkan dan menguatkan argumen Setya ini salah," ujar Siti kepada Liputan6.com, Senin malam.

Menurut dia, yang diperlukan publik adalah klarifikasi dari pria yang akrab disapa Setnov itu. Sebab, tak semua publik menilai bahwa dirinya bersalah.

"Yang kita perlukan ini klarifikasi. Publik ini tak homogen, tidak tunggal. Ada yang mendukung bahwa apa yang disampaikan Sudirman Said dan Maroef (Presdir Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin) benar adanya. Ada yang marah dan justru kesal, menyebut Setya tidak melanggar etika. Sampaikan saja (secara terbuka) tanpa adanya beban," ungkap Siti.

Sebab, lanjut dia, dengan sidang terbuka, ini bukan saja mengembalikan marwah DPR secara seutuhnya. Tetapi juga bisa mengembalikan kepercayaan publik terhadap Setnov, dan partai Golkar.

"Jika disampaikan terbuka, ini sesuai dengan marwah DPR. Dan bisa mengembalikan kepercayaan publik kepada dirinya, termasuk dengan Golkar," tukas Siti.

Terkait politikus Golkar, yang juga Wakil Ketua MKD, Kahar Muzakir yang memimpin sidang MKD, menurut Siti hal itu dibolehkan saja. Namun, seharusnya bisa dihindari.

"Soal ketua persidangan itu kan memang bisa bergantian. Kapan dan siapa, itu bisa giliran. Tapi politisi Golkar jadi ketua sidang, ya mbok dihindari. Ini kan ada penilaian dari publik," pungkas Siti Zuhro.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini