Sukses

DPR Akan Investigasi Keputusan KSAU Beli Heli AW-101

Penggantian Super Puma dengan heli AgustaWestland AW-101 harus memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 16/2002 tentang Industri Pertahanan.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Tubagus Hasanuddin mempertanyakan keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Agus Supriatna membeli helikopter AgustaWestland AW-101 seharga US$55 juta. DPR pun akan menginvestigasi pembelian heli tersebut.

"Insya Allah, DPR akan menanyakan alasan mengapa program pembelian dari PT DI ini dibatalkan dan diganti dengan pesawat lain. DPR juga akan melakukan investigasi berapa harga sesungguhnya mengingat harga satu unit AW 101 seharga 55 juta USD itu diperkirakan sangat mahal," kata Hasanuddin dalam keterangan tertulis kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat (27/11/2015).

Ia menyatakan, kebijakan penggantian Super Puma dengan heli produksi perusahaan gabungan Italia-Inggris itu harus memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 16/2012 tentang Industri Pertahanan.

Pasal 45 ayat 5 UU 16/2012 menyebutkan, pengadaan peralatan pertahanan dan keamanan dari luar negeri harus memenuhi persyaratan (a) alat peralatan pertahanan dan keamanan belum atau tidak bisa dibuat di dalam negeri, (b) mengikutsertakan partisipasi industri pertahanan, (c) kewajiban alit teknologi, (d) jaminan tidak adanya potensi embargo, kondisionalitas politik dan hambatan penggunaan alat peralatan pertahanan dan keamanan, (e) adanya imbal dagang, kandungan lokal dan/atau ofest paling rendah 85 persen, dan (f) kandungan lokal dan/atau ofset paling rendah 35 persen dengan peningkatan 10 persen setiap 5 tahun.

"Untuk ini semua harus mendapat izin dari presiden karena presiden adalah ketua Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) sesuai Pasal 22 dalam UU tersebut," cetusnya.

Ia menerangkan, sesuai rencana strategis (renstra) pengadaan heli, DPR menyetujui pengadaan heli produk PT Dirgantara Indonesia (DI) sebanyak 16 unit (1 skuadron) yang terdiri dari heli angkut/SAR dan heli angkut VVIP pada 2009 lalu. Pembelian ke-16 unit itu terbagi dalam 2 tahap, yaitu renstra 2009-2014 dan renstra 2015-2019. Seluruhnya direncanakan akan dibeli dari dalam negeri produk PT DI.

"Dalam renstra 2009-2014 telah terpenuhi sebanyak 6 unit heli Super Puma dan sisanya 10 unit lagi akan diselesaikan dalam renstra 2015/2019. TNI AU dalam hal ini tetap konsisten menggunakan produk dalam negeri sesuai UU," imbuh Hasanuddin.

Ia melanjutkan, untuk memenuhi 10 unit tersisa, PT DI telah berinvestasi demi kelancaran produksi dan percaya pada komitmen TNI AU saat itu. Karenanya, pengubahan pembelian heli Super Puma produk PT DI menjadi AW-101 buatan Italia/Inggris dinilai merugikan PT DI dan negara karena investasi tinggi yang telah ditanamkan. Selain itu, Hasanuddin juga menganggap pembelian itu melanggar UU.

"Di samping merugikan negara, dalam hal ini PT DI yang sudah berinvestasi banyak, juga telah melanggar UU no 16/2012 pasal 43 ayat 1 bahwa pengguna wajib menggunakan alat peralatan pertahanan produksi dalam negeri," terang Hasanuddin.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Keputusan KSAU

Keputusan KSAU

Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Agus Supriatna menegaskan bahwa pembelian Helikopter VVIP Agusta Westland AW101 bukanlah permintaan Presiden Joko Widodo. Helikopter buatan Italia itu sudah masuk dalam rencana strategis TNI AU untuk meningkatkan profesionalisme anggotanya.

"Jangan ada kata-kata helikopter ini atas permintaan Presiden. Ini ya sudah sesuai pagu anggaran yang sudah dikasih," kata Agus Supriatna di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, Kamis (25/11/2015) sore.

Dia juga menuturkan, yang menjatuhkan pilihan kepada AW101 adalah dirinya. Helikopter seharga US$ 55 juta itu sudah melalui kajian yang panjang. Di sisi lain, untuk kenyamanan dan keamanan yang menjadi prioritas helikopter tersebut semata-mata agar Kepala Negara dan tamu-tamu bangsa tidak membungkuk.

"Jangan dipolitisasi ini untuk Presiden, ini rencana saya. Jadi VVIP tak perlu jongkok-jongkoklah, Presiden nggak perlu bungkuk-bungkuk masuk. Sebab itu kan tanggung jawab saya, kita sudah kaji itu. Kalau nggak dipakai Presiden, ya dipakai saya. Saya ini nyamannya pingin tinggi 180 cm nah ini tinggi 183 cm," tutur KSAU.

Menurut dia, rencana pembelian helikopter AW101 yang canggih dan modern itu murni hasil kajian dari Skadron Udara VVIP. Kemudian, dikaji di Mabes TNI.

"Setelah dikaji dengan baik, saya memutuskan untuk membeli helikopter VVIP. Ini merupakan hasil kajian kita," kata Agus. (Din/Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini