Sukses

Eksploitasi Pulau Enggano Ganggu Populasi 6 Burung

Keenam jenis burung itu adalah Kacamata Enggano, Anis Enggano, Kuwau Enggano, Beo Enggano, Betet Ekor Panjang, dan Raja Udang Merinti.

Liputan6.com, Bengkulu - Pembukaan lahan untuk kebun kelapa sawit dan penambangan pasir yang dilakukan di Pulau Enggano, Bengkulu, yang merupakan pulau terluar Indonesia di bagian barat, mengakibatkan habitat 6 burung endemik pulau itu terancam.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan, kondisi keaneka ragaman hayati di Pulau Enggano sudah masuk dalam fase darurat atau emergency. Pembakaran hutan yang dilakukan untuk membuka kebun kelapa sawit sangat mengganggu populasi 6 jenis burung endemik Enggano.

Keenam jenis burung itu adalah Kacamata Enggano, Anis Enggano, Kuwau Enggano, Beo Enggano, Betet Ekor Panjang, dan Raja Udang Merinti.

Gangguan habitat ini juga mengancam keberadaan jenis burung migrasi yang secara periodik mengunjungi Pulau Enggano dalam bulan November hingga Desember, yaitu burung Gajahan Madagaskar dan Srintil Pantai.

Peneliti LIPI Ary Prihardhyanto menyatakan, pembakaran hutan yang terjadi pada musim kemarau sebulan lalu itu berdampak pada kerusakan ekosistem yang sudah menembus kawasan hutan. Kondisi ini diperparah dengan aktivitas penambangan pasir untuk kebutuhan pembangunan.

"Harus ada kebijakan pemerintah setempat untuk melarang aktivitas yang merusak lingkungan. Kondisi habitat di Enggano sudah Emergency," ujar Ary dalam Simposium Enggano: Alam dan Manusianya di Bengkulu, Senin 16 November 2015. 

Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah memastikan, tidak akan ada lagi pembukaan kebun sawit dan penambangan pasir di Pulau Enggano. Sebab, sebagai poros ekonomi maritim yang dirancang untuk pembangunan kawasan itu, sangat memperhatikan keseimbangan lingkungan dan ekosistem.

"Kita dorong kebijakan masyarakat lokal untuk lebih bijaksana mengelola lingkungan dengan pola keseimbangan ekosistem. Kita berharap pembangunan di Enggano bisa menjadi prototype pembangunan pulau terdepan di Indonesia dengan menjamin keberlangsungan hidup hewan endemik dan hewan migrasi itu," tukas Junaidi. (Sun/Ali)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini