Sukses

Pendangkalan Segara Anakan Sebabkan Banjir Cilacap

Tak hanya itu, berkurangnya luasan hutan mangrove juga sebabkan banjir.

Liputan6.com, Cilacap - Mendangkalnya Laguna Segara Anakan dan berkurangnya luasan hutan mangrove di Kawasan Kampung Laut, menyebabkan banjir tahunan menyapu puluhan desa di Cilacap, Jawa Tengah.

"Banjir sifatnya tahunan. Dalam setahun, pasti ada satu kali banjir yang merata mulai Kecamatan Sidareja, Gandrungmangu, Bantarsari, Kawunganten dan Kecamatan Kampung Laut sendiri," ujar Tokoh Nelayan Ujung Gagak, Suman Supriyadi, Senin (16/11/2015).

Suman menyebut, banjir bisa terjadi berhari-hari hingga hitungan pekan di daerah rendah. "Kadang banjirnya pindah, bergantian. Setelah hulu, biasanya daerah aliran muara baru kena (banjir) belakangan," ujar dia.

Namun, Suman mengatakan, banjir hanyalah satu dari sekian dampak akibat mendangkalnya Segara Anakan dan hilangnya hutan mangrove. Akibat lainnya adalah hilangnya mata pencaharian mereka sebagai nelayan tangkap, sungai, dan laguna.

"Ikan makin susah didapat. Dulu, mencari ikan sehari bisa dimakan untuk seminggu. Sekarang kebalikannya, cari ikan seminggu habis dimakan sehari," tutur Suman.


Sementara, Direktur LSM Serikat Tani Mandiri (Setam) Cilacap, Petrus Sugeng menjelaskan, laju kerusakan hutan mangrove di kawasan hutan mangrove dari tahun ke tahun semakin cepat lantaran eksploitasi kayu bakau yang dilakukan terus menerus.

"Tangkapan nelayan Kampung Laut sekarang ini hanya berkisar antara 5 kilogram hingga 20 kilogram saja. Padahal, saat hutan mengrove masih bagus, nelayan bisa mendapat 50 kilogram hingga 70 kilogram ikan dan udang dengan mudah," ungkap Sugeng.

Dia menjelaskan, berkurangnya hutan mangrove secara langsung berakibat pada hilangnya ekosistem ikan untuk bertelur. Hal ini menyebabkan ikan semakin susah didapat.

"Ini sangat berhubungan dengan pendangkalan dan hilangnya habitat untuk beranak pinak kawanan ikan, kepiting, dan udang," ujar Sugeng.

Dia menjelaskan, pada tahun 1970-an, luasan hutan mangrove adalah 15 ribu hektar. Namun kini, hanya tersisa 8 ribu hektar saja atau berkurang separuhnya. Dari 8 ribu hektar, kata dia, separuhnya sudah dalam kondisi rusak parah. (Nil/Sun)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.