Sukses

3 Fakta Mencengangkan di Balik Bos Mama Minta Pulsa

Setelah 2 tahun menjalankan aksinya, bos penipuan SMS mama minta pulsa itu kini mengungkapkan hasil yang didapat. Apa saja?

Liputan6.com, Jakarta - Polisi membekuk Effendi alias‎ Lekkeng alias Kenz di di Jalur Trans Sulawesi, Malili, Sulawesi Selatan, Selasa 3 November 2015. Bos penipuan SMS bermodus Mama Minta Pulsa itu dibekuk berkat pengembangan 13 anak buahnya yang sebelumnya dicokok di Jawa Barat.

Modus papa, mama, kakek, nenek minta pulsa ini telah meresahkan masyarakat. Mereka memanfaatkan kepanikan korban saat mengirimkan pesan yang mengaku dari perusahaan atau bank yang ingin memberikan hadiah. Dengan dalih mengurus dokumen, sang penipu itu meminta korban rela mentransfer sejumlah uang.

Effendi yang malang melintang menjalankan bisnis haramnya itu kini tak lagi dapat menjalankan aksinya. Pria kelahiran 36 tahun itu telah digelandang ke Mapolda Metro Jaya, Jakarta, untuk menjalani pemeriksaan intensif.

Berdasarkan pengakuan, Effendi telah melakukan penipuan sejak 2 tahun terakhir. Ia mempunyai beberapa anak buah yang bertugas menyebarkan pesan penipuan itu. Bahkan ia mempunyai kantor di wilayah Jawa Barat.

"‎Sewa rumah untuk kantor tapi pindah-pindah di Jawa Barat. Pernah di Bandung, Cipanas, Sukabumi juga 5 bulan," ujar Effendi di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat 6 November.

Di balik pemeriksaan itu, terungkap 3 fakta mencengangkan di balik aksi penipuan berbasis SMS tersebut. Apa saja? Berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Raup Jutaan

1. Raup Jutaan

Dari hasil kejahatan menipu orang ini, Effendi mengaku berhasil meraup uang Rp 3 hingga 7 juta per hari. Namun uang tersebut dibagi dengan beberapa anak buahnya yang turut membantu bisnis haram ini.

"Setornya per hari. Biasanya sehari Rp 3 juta. Kebanyakan Rp 7 juta. Tapi kebanyakannya juga enggak ada (hasil)," ucap ayah 2 anak itu.

"Pembagiannya, 25 persen buat anak-anak. 7 Persen yang narik uang. Soalnya kan kalau ada uang masuk, dia narik. Kadang kita tambahin," lanjut Effendi.

Uang Rp 7 juta itu biasa didapatkan dari sekitar 4 sampai 5 korbannya. Korban rata-rata merupakan masyarakat yang kurang update informasi. Umumnya korban adalah orang yang mudah panik ketika mendengar kabar keluarganya celaka, maupun orang yang mudah tergiur dengan iming-iming hadiah fantastis.

"‎Biasanya 1 korban Rp 1 juta, atau Rp 700 ribu. Tidak ada yang puluhan juta. Kebanyakan yang banyak saldo itu orangnya sedikit pintar," papar dia.

3 dari 4 halaman

Mobil Mewah

2. Mobil Mewah

Siapa sangka seseorang bisa menjadi jutawan hanya dengan modal pulsa, ponsel, dan niat 'iseng-iseng' berhadiah. Seperti yang dilakukan Effendi alias Lekkeng alias Kenz, bos komplotan penipu melalui pesan singkat atau short message service (SMS).

Effendi yang tinggal di Kota Malili, Sumatera Selatan, mendadak jadi jutawan karena berhasil menipu masyarakat yang lugu. Dari hasil kejahatannya, ia mampu membeli 2 buah mobil merek Honda CR-V dan Toyota Avanza Veloz.

Mobil Avanza memakai pelat putih. Tak hanya itu, sebuah motor merek Kawasaki Ninja pun terparkir gagah di garasi rumah 600 meter perseginya.

Namun kini hasil kejahatan itu telah disita. Polisi mengamankan barang mewah tersebut sebagai barang bukti.

"Barang bukti yang kami sita satu unit CRV, Avanza Veloz, yang dipalsukan pelatnya, satu unit moge Ninja 250 cc, dan motor Mio," ujar Kasubdit Jatanras AKBP Herry Heryawan kepada Liputan6.com ketika dihubungi di Jakarta, Kamis 5 November 2015.

4 dari 4 halaman

Tanpa Hipnotis

3. Tanpa Hipnotis

Dalam menjalankan aksi, Effendi mengaku melakukannya tanpa hipnotis. Namun mengapa korban dapat mudah terperangkap dalam jeratannya?

Effendi menuturkan, kelompoknya lebih sering ‎memanfaatkan masyarakat yang mudah panik. Mereka memberikan informasi fiktif, terkait kecelakaan maupun situasi genting lainnya yang diklaim dialami salah seorang keluarga korban atau target penipuan.

Pelaku kemudian berpura-pura tengah menolong dan minta segera ditransfer sejumlah uang dengan dalih untuk pengobatan. Kondisi itu kemudian dimanfaatkan para penjahat ini, untuk meraup keuntungan dari masyarakat yang menjadi target penipuan bermodus kabar palsu tersebut.

‎"Korban kepancing kayak kena hipnotis aja. Padahal enggak ada yang bisa hipnotis. Soalnya mereka panik dengan kabar (bohong) kami. Setelah transfer biasanya baru sadar," kata Effendi. (Ali/Ron)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini