Sukses

Pencarian Korban Tambang Longsor Dihentikan Karena Risiko Tinggi

Kepolisian Resor Bogor Kabupaten secara resmi menutup operasi kemanusiaan evakuasi 12 penambang ilegal.

Liputan6.com, Bogor - Kepal Seksi Operasi Kantor SAR Jakarta, Suyatno mengatakan, pertimbangan menutup operasi kemanusiaan evakuasi 12 penambang ilegal yang tertimbun longsor di Gunung Mas Pongkor, karena situasi yang tidak memungkinkan untuk dilanjutkan, sempitnya lubang membuat anggotanya tidak bisa melakukan upaya evakuasi.

"Sudah tidak bisa lagi ke sana, memang sangat membahayakan. Tim yang di lokasi sudah tidak sanggup, saya melihat memang itu sangat riskan. Membahayakan sekali. Pertama longsoran, kedua baru dari korban tinggi dan semacam bau belerang," kata Suyatno, saat ditemui di Pos Kendalai Operasi Kemanusian evakuasi 12 penambangan di Aula PT ANTAM (Persero) Tbk, Bogor, Kamis 29 Oktober 2015.

Kepolisian Resor Bogor Kabupaten secara resmi menutup operasi kemanusiaan evakuasi 12 penambang ilegal yang tertimbung longsor di Lubang Kunti, Blok Longsoran, Desa Bantar Karet, Gunung Mas Pongkor, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, sekitar pukul 16.45 WIB.

Dalam operasi yang berlangsung selama 2 hari, petugas hanya berhasil mengevakuasi 3 jenazah. 2 Jenazah yang sempat ditemukan, gagal dievakuasi karena lubang kembali mengalami longsor.

Sementara itu, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2000 tentang Pencarian dan Pertolongan Bab III Pasal 10 menyatakan operasi dapat dihentikan atau selesai dengan mempertimbangkan seluruh korban telah ditemukan, dan dievakuasi, setelah jangka waktu 7 hari dimulai operasi, tidak ada tanda-tanda korban akan ditemukannya korban.

"Pertimbangan dari pencari korban ini yang mau mengevakuasi sangat berbahaya, sementara mereka masih muda, juga memiliki keluarga. Yang kami khawatirkan di situ, jangan sampai menambah korban lebih banyak lagi," kata Suyatno.

Dalam operasi tersebut, tim yang bergerak mencari korban di dalam lubang sekaligus mengevakuasi adalah warga (penambang ilegal-red) yang menjadi relawan dalam menemukan kerabat atau rekan-rekan mereka yang tertimbun. Sedangkan anggota SAR dan relawan SAR gabungan dari berbagai unsur berada di luar lubang.

"Warga yang melakukan proses pencarian dan evakuasi dari dalam lubang sama-sama sebagai relawan SAR, masyarakat yang punya anak dan keturunan, yang harus kita pertimbangkan," tukas Suyatno.

Ketika ditanya, kenapa anggota Basarnas yang memiliki keahlian dalam bidang SAR tidak mengambil alih pencarian ketika warga yang menjadi relawan menyatakan menyerah tidak sanggup lagi untuk melakukan pencarian di dalam lubang.

Suyatno mengatakan, situasi dan kondisi di dalam lubang sangat beresiko tinggi, masuk dengan manual, hanya ada pengaman dari kayu. Dan ketika kayu lepas, saat bersamaan longsor juga sudah banyak terjadi, akan sangat mengkhawatirkan.


"Kita sudah turunkan perlengkapan dan alat untuk mendukung operasi pencarian dan evakuasi dari dalam lubang, blower dan gas penyedot gas beracun yang dimiliki Basarnas. Tetapi relawan tidak bisa bertahan dan langsung sesak nafas," kata dia.

Suyatno mengatakan, anggota SAR tidak bisa memasuki lubang karena hanya memiliki lebar 50 cm. Ditambah lagi, anggota belum memiliki keahlian dalam mengevakuasi korban di lubangan tambang yang memiliki ukuran sangat sempit.

"Kemampuan orang kita (SAR) kurang. Kalau warga ini (relawan penambang) punya motivasi mencari rezeki, kalau kita (SAR) penyelamat itu memperhitungkan keselamatan diri kita sendiri," pungkas Suyatno (Ant/Ron/Nda)
 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini