Sukses

Bersidang di MK, Terpidana Mati Suud Rusli Sindir Gayus Tambunan

Pengacara Suud, Boyamin Saiman mengatakan, legal standing atau kedudukan hukum kliennya dalam uji materi ini semakin kuat.

Liputan6.com, Jakarta - Suud Rusli, terpidana mati pembunuh Bos Asaba, Budyharto Angsana kembali bersidang di Mahkamah Konstitusi (MK). Suud menguji ‎materi Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU No 5 Tahun 2010 ‎tentang Grasi (UU Grasi).

Sesaat sebelum bersidang, Suud menyempatkan diri mengobrol dengan awak media. Dalam obrolan ini, dia melontarkan guyonan yang menyindir Gayus Tambunan, terpidana kasus korupsi pajak yang kerap keluyuran ke luar penjara.

"Saya tadi makan di mobil tahanan. Supaya tidak dikira kayak Gayus yang makan di restoran," sindir Suud di Gedung MK, Jakarta, Kamis (21/10/2015).

Suud menyindir demikian, lantaran beberapa waktu lalu Gayus tertangkap kamera tengah asyik makan di sebuah restoran bersama 2 perempuan. Tak cuma itu, beredar foto Gayus tengah mengendarai mobil, padahal seharusnya Gayus menjalani masa hukuman di penjara.

"Kalau saya tadi makan nasi boks, walau makannya sambil pusing-pusing," kata dia.

Suud menjalani sidang di MK dengan pengawalan sejumlah sipir penjara yang berpakaian bebas, meski mereka tidak sampai masuk ke ruang sidang.

Legal Standing Kian Kuat

Pengacara Suud, Boyamin Saiman mengatakan, legal standing atau kedudukan hukum kliennya dalam uji materi ini semakin kuat. Sebab, pengajuan uji materi ‎ini ke MK jauh sebelum grasinya ditolak Presiden Joko Widodo atau Jokowi

"Dalam suratnya, Presiden Jokowi menolak sejak 31 Agustus 2015, diberitahukan kami awal 8 Oktober 2015. Uji materi ini diajukan awal Januari 2015," kata dia di Gedung MK.

Atas dasar itu, Boyamin berkeyakinan, legal standing‎ kliennya dalam permohonan uji materi ini kian kuat. Karena perbedaan waktu antara pengajuan uji materi dan keluarnya penolakan grasi.

Mengenai penolakan grasi oleh Jokowi, lanjut Boyamin, pihaknya sudah menduga. Atas dasar dugaan itu pula, pihaknya menyiapkan opsi atau langkah alternatif lain, yakni mengajukan UU Grasi ke MK.

"Menggugat UU Grasi menjadi salah satu opsi agar pengajuan grasi bisa diajukan kembali," kata dia.

Suud menambahkan, dirinya yakin Jokowi tidak bermaksud menolak permohonan grasi yang diajukan kliennya. Namun, penolakan itu lantaran undang-undang yang membatasi kewenangan presiden dalam mengabulkan grasi.

"Saya yakin Pak Jokowi tidak bermaksud seperti itu (menolak grasi). Tapi undang-undang yang suruh dia seperti itu. Saya tidak begitu kecewalah," pungkas Suud.

Suud Rusli mengajukan gugatan UU Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Terpidana mati pembunuhan Bos Asaba, Budyharto Angsana itu mempermasalahkan Pasal 7 ayat 2 UU Grasi.

Pasal 7 ayat 2 UU Grasi itu mengatur tentang syarat batasan waktu pengajuan grasi bagi terpidana mati.‎ Disebutkan dalam pasal itu, untuk mengajukan grasi paling lambat 1 tahun setelah putusan berkekuatan hukum tetap.

Suud menilai, pasal itu telah merugikan hak konstitusionalnya sebagai warga negara.‎ Karena itu dia meminta MK menghapus ketentuan Pasal 7 ayat 2 UU Grasi.

Suud adalah mantan anggota Marinir TNI AL yang terlibat dalam pembunuhan Budyharto Angsono dan pengawalnya, Edy Siyep di kawasan Pluit, Jakarta Utara, pada 19 Juli 2003 silam.

Suud tidak beraksi sendiri. Dia bekerja sama dengan anggota Marinir lainnya, yakni Syam Ahmad --tertembak mati pada 17 Agustus 2007. Keduanya kemudian divonis mati oleh pengadilan militer. (Rmn/Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini