Sukses

KPK dan Sederet Politisi

Selain politisi Partai Hanura Dewie Yasin Limpo, KPK juga menetapkan tersangka 5 orang lainnya dalam dugaan suap.

Liputan6.com, Jakarta - Selasa 20 Oktober sore, tepatnya pukul 17.45 WIB, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai bergerak. Mereka mendatangi pusat perbelanjaan di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara dan meringkus 5 orang yang diduga sedang bertransaksi suap.

"Mereka adalah SET (Septiadi), HAR (Harry) mereka pengusaha. Lalu ada IR (Iranius), (Rinelda Bandaso), dan seorang driver inisial DEV (Devianto)," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Pimpinan KPK Johan Budi saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu 21 Oktober.

Petugas yang telah melihat terjadinya tindak pidana suap di restoran pusat perbelanjaan itu langsung menangkap kelimanya. Dari tangan mereka diamankan uang dalam pecahan dollar Singapura SG$ 177.700.

Sementara, tim lain yang dikerahkan KPK juga langsung menuju ke Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng untuk mengamankan Dewie Yasin Limpo, anggota Komisi VII dari Fraksi Hanura. Dia diduga akan berangkat ke luar kota bersama Bambang Wahyu Adi.

"Pukul 19.00 WIB tim melakukan penangkapan DYL (Dewi Yasin Limpo) anggota DPR dan BWA (Bambang Wahyu Adi) di Bandara Soetta. Dari tangan mereka diamankan dokumen dan telepon genggam," tutur Johan.

7 Orang yang tertangkap penyidik KPK ini langsung dibawa ke gedung komisi antikorupsi itu, untuk diperiksa secara intensif. Setelah menjalani pemeriksaan dan disimpulkan hasil gelar perkara, maka ditetapkan telah terjadi tindak pidana korupsi.

Dewie bersama 5 orang lainnya akhirnya ditetapkan tersangka oleh KPK, terkait kasus dugaan suap pembahasan anggaran proyek Pembangkit Listrik Micro Hydro di Kabupaten Diyai, Papua. Sementara, karena tak terbukti terlibat kasus ini, lembaga antirasuah ini melepaskan Devianto yang bekerja sebagai sopir di perusahaan sewa mobil.

Selain Dewie, KPK juga menetapkan 4 orang lainnya yakni, Bambang Wahyu Adi selaku terduga penerima suap Iranius, yang merupakan Kepala Dinas Tambang di Papua. Sedangkan Rinelda Bondoso dan Septiadi selaku pengusaha dan terduga pemberi suap.

Peran mereka berbeda-beda dalam kasus ini. Bambang Wahyu Adi selaku terduga penerima suap Iranius, yang merupakan Kepala Dinas Tambang di Papua. Sedangkan Rinelda Bondoso, Septiadi, dan Harry adalah pengusaha dan terduga pemberi suap.

Tak lama setelah operasi tangkap tangan (OTT), Partai Hanura pun mengakui kadernya ditangkap KPK. Namun malam itu partai yang dipimpin Wiranto ini belum dapat memastikan secara detail terkait penangkapan ini.

"‎Iya 98 persen info benar (DYL ditangkap)," ujar Ketua DPP Partai Hanura Dadang Rusdiana saat dihubungi Liputan6.com, Selasa 20 Oktober malam.

Malam itu juga, saat Dewie diamankan KPK, 5 kerabatnya mendatangi gedung antikorupsi. Mereka tiba di Gedung KPK sekitar pukul 00.30 WIB dan keluar pada 00.40 WIB, atau Rabu 21 Oktober dini hari.

Kedatangan mereka ternyata cuma ingin memastikan, apakah yang ditangkap KPK benar-benar Dewie. Mereka pun memastikan kalau yang ditangkap penyidik benar kerabatnya.

"Iya," ucap Iwan Gunawan, kerabat Dewie usai mendatangi Gedung KPK.

Adik kandung Dewie sekaligus mantan Bupati Gowa, Sulawesi Selatan, Ichsan Yasin Limpo menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus kakaknya ke tangan KPK. Ia mendukung segala upaya tentang pemberantasan korupsi seperti apa yang telah dilakukan KPK saat ini.

"Saya pribadi sangat mendukung upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan oleh KPK, sekali pun yang tersangkut adalah ibu Dewi," ucap Ichsan saat ditemui di Gedung Palang Merah Indonesia (PMI) Sulawesi Selatan di Jalan AP Pettarani, Kota Makassar, Rabu 21 Oktober.

Sementara kakak kandung Dewie, Syahrul Yasin Limpo yang juga Gubernur Sulawesi Selatan enggan menanggapi penangkapan ini. Ia mengaku pasca-sang adik terjaring operasi tangkap tangan KPK, hingga kini dirinya belum bertemu adiknya.

"‎Saya belum bisa menanggapi itu secara persis karena saya juga belum ketemu siapa-siapa, keluarga juga belum ketemu, Dewie begitu diambil (ditangkap KPK) juga belum ketemu," ujar Syahrul Yasin usai mengikuti rapat bersama Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu 21 Oktober.

‎Ia mengatakan, pihak keluarga hingga kini masih menunggu keterangan resmi dari KPK mengenai status Dewie saat ini dan apa kasus yang menjeratnya. Namun keluarga mendukung proses hukum di KPK.

"Masih dalam proses, sementara menunggu. Oleh karena itu jawaban kami sebagai keluarga pemerintahan, tentu saja kita patuh terhadap aturan, kalau memang itu soal hukum, itu bisa dipertanggungjawabkan secara hukum," kata dia.

Ikuti Jejak Nasdem

Penangkapan dan penggeledahan ruang kerja Dewie oleh KPK, mendapat dukungan dari Partai Hanura. Ketua DPP Partai Hanura Syarifuddin Sudding mengatakan, pihaknya menghormati dan tidak keberatan terkait penyegelan ruangan tersebut.

"Kita menghargai proses hukum KPK. Kita beri akses seluas-luasnya pada KPK untuk memberikan itu semua terhadap KPK," kata Sudding di ruang Fraksi Hanura, Rabu 21 Oktober.

Anggota Komisi III DPR ini mengaku akan memberikan kemudahan, jika KPK ingin meminta informasi atau pun menggeledah ruang Fraksi Hanura yang diduga berkaitan dengan anggotanya yang berinisial DYL.

"Kita silakan saja. Kita sangat menghargai proses pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK," tandas Sudding.

Sudding juga mengaku tidak kaget dengan penangkapan yang dilakukan KPK terhadap rekan separtainya. Dia malah menegaskan, Hanura tidak memberi ampun atas kesalahan yang dilakukan kadernya, terutama soal korupsi.

"Saya tidak kaget, saya biasa saja kita tetap melaksanakan tugas masing-masing, itu sudah resiko dari yang bersangkutan, sekali lagi partai tidak mentolerir tindakan pidana korupsi yang dilakukan oleh para anggotanya" tutur dia.

Sudding mengatakan, pihaknya menunggu keputusan resmi dari KPK. Apabila nanti KPK menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka maka partai akan mengambil sikap, untuk memberhentikan dari jabatannya dan segera melakukan PAW (pergantian antar waktu).

Wakil Sekjen DPP Hanura Afifudin juga angkat bicara. Dia menilai kejadian ini menjadi pembelajaran semua kader terhadap godaan-godaan, khususnya yang menjabat sebagai anggota dewan.

"Hanura sampai pada saat kemarin dijuluki sebagai partai yang bersih. Dengan tertangkap tangannya kader Hanura, tentunya harus menjadi pembelajaran semua kader, agar lebih berhati-hati dengan godaan-godaan yang bisa menjerat pada masalah hukum," ujar dia kepada Liputan6.com, Rabu 21 Oktober.

Afifudin mengatakan, pasca-penangkapan kader Hanura, tidak lantas membuat Hanura tidak mendukung KPK dalam memberantas korupsi.

"Partai Hanura akan terus mengawal pemberantasan korupsi di Indonesia dan Hanura akan terus berkomitmen mendukung KPK dalam pemberantasan korupsi," tegas dia.

Menurut Afifudin, pihaknya akan meniru jejak Partai Nasdem, di mana jika kadernya ada yang ditetapkan tersangka suatu kasus, akan memecat atau meminta kader terkait mengundurkan diri dari partai.

"Hanura sendiri akan menindak tegas dengan memberikan sanksi sampai sanksi pemecatan bagi siapa pun kader yang melakukan tindakan tidak terpuji. Apalagi menyangkut masalah korupsi, asalkan hal itu sudah terbukti dan ada penjelasan KPK bahwa yang bersangkutan benar-benar terlibat kasus korupsi," pungkas Afifudin.

Penangkapan Politisi

Tentu penangkapan Dewie bukan pertama kali terjadi sejak setahun ini. Sebelumnya ada juga politisi asal PDI Perjuangan,  Adriansyah. Dia ditangkap atas dugaan suap izin usaha sektor batu bara PT Mitra Maju Sukses (MMS) di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan.

Sama seperti Dewie, Adriansyah juga ditangkap dalam operasi tangkap tangan di Bali, Kamis 10 April 2015 malam, saat melakukan transaksi suap di sebuah hotel bintang di Sanur, Bali. Operasi itu dilakukan di sela-sela pelaksanaan Kongres PDIP di Bali.

Anggota Komisi IV DPR itu ditangkap bersama 2 orang yang juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Mereka yakni  anggota Polsek Metro Menteng Briptu AK, dan seorang pengusaha bernama Andrew Hidayat.

Satgas KPK juga turut menyita sejumlah uang dalam bentuk mata uang dolar Singapura dan rupiah. Diduga kuat, uang itu terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP). Sedangkan Andrew dicokok dari sebuah hotel di kawasan Senayan, Jakarta sekitar pukul 18.49 WIB.

Sama seperti kasus Dewie, PDIP pun mendukung proses hukum di KPK. Politisi senior PDI Perjuangan Pramono Anung meminta perkara tersebut terus ditindaklajuti sesuai dengan proses hukum yang ada.

Terkait dugaan bernada politis, lantaran penangkapan ini berbarengan dengan kongres PDIP, Pramono enggan berspekulasi.

"Saya tidak mau prejudge. Yang jelas kalau tangkap tangan, kita memberikan apresiasi kepada KPK," ujar Pramono di Hotel Inna Grand Bali Beach, Sanur, Bali Jumat 10 Oktober 2015.

"Penegakan hukum tetap harus dilakukan, sehingga kita tidak mikir apakah ini politis atau tidak, karena ini tangkap tangan, ya proses saja," sambung Pramono.

Hal senada disampaikan politisi PDIP lainnya, Ganjar Pranowo. Gubernur Jawa Tengah ini sepakat dengan proses hukum yang dilakukan KPK. PDIP akan memberikan anksi tegas jika ternyata kadernya terbukti melakukan tindakan melawan hukum.

"Kalau itu tidak sesuai (dengan partai) ya apa boleh buat. Tentu akan kena tindakan keras dari partai," pungkas Ganjar.

Bagi partai pendukung pemerintahan, jelas kasus penangkapan Adriansyah sebuah tamparan hebat. Karenanya, mantan Bupati Tanah Laut, Kalimantan Selatan ini pun dipecat sebagai kader partai penyokong pemerintahan Jokowi-JK itu.

Kasus yang sama juga dialami politisi Partai Nasdem Patrice Rio Capella, baru-baru ini. Sekjen Nasdem ini ditetapkan tersangka oleh KPK terkait kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi dana bansos di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, dengan tersangka Gubernur Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti.

Gatot dan Evy yang lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus suap hakim di Medan, diduga memberi uang Rp 200 juta untuk Patrice melalui karyawan magang di kantor pengacara OC Kaligis yang mengenalkan mereka berdua, Fransisca dalam beberapa tahap.

Tak lama ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Rio Capella langsung mengundurkan diri dari Partai Nasdem. Lagi-lagi ini menjadi tamparan sekaligus pelajaran bagi partai baru yang juga penyokong pemerintahan Jokowi-JK itu. Bahkan, Nasdem tidak memberikan bantuan hukum kepada kadernya itu.

Sebelum Rio Capella, politis Nasdem Otto Cornelis Kaligis atau OC Kaligis lebih dulu ditetapkan tersangka dalam kasus yang sama. Namun, pengacara senior yang kini telah menjadi tahanan KPK tersebut juga mengaku tidak tahu dengan perkara yang menjerat Rio Capella.

Ketua Mahkamah Nasdem ini juga menegaskan, apa yang diperbuatnya sehingga masuk ke penjara, merupakan tindakan sebagai advokat. Bukan tugas dalam kapasitasnya sebagai politisi Nasdem.

Jika melihat penangkapan Dewie, Adriansyah, OC Kaligis, dan Rio Capella memang mereka ada dugaan keterkaitan tindak pidana korupsi. Namun terlepas dari fakta hukum, mereka adalah para politisi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH), koalisi yang menyokong Jokowi-JK pada Pilpres 2014. (Rmn/Ado)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini