Sukses

Gara-Gara Bikin KY 'Ompong', 4 Hakim MK Dipolisikan

Atas putusan MK, KY tidak memiliki kewenangan menyeleksi hakim pengadilan negeri, pengadilan agama, dan pengadilan tata usaha negara.

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 4 hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Laporan itu terkait putusan MK dalam uji materi Pasal 14A ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 49 tahun 2009 tentang Peradilan Umum, Pasal 13A ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor Nomor 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama, serta Pasal 14A ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (TUN).

Pasal-pasal yang diujimaterikan itu mengatur seleksi pengangkatan hakim. Seleksi itu harus dilakukan Mahkamah Agung bersama dengan Komisi Yudisial (KY).‎ Atas putusan itu, KY tidak lagi punya wewenang terlibat dalam proses seleksi pengangkatan hakim.

Pada dokumen surat laporan yang didapat Liputan6.com, Kamis (15/10/2015), 4 hakim MK yang dilaporkan, yakni Ketua MK Arief Hidayat, bersama Manahan Sitompul, Suhartoyo, dan Anwar Usman. Mereka dilaporkan atas dugaan penyalahgunaan wewenang. Pada dokumen itu, pelapor atas nama Lintar Fauzi yang berasal dari Gerakan Mahasiswa Hukum Jakarta (GMHJ).

Saat ini, Liputan6.com belum mendapat konfirmasi atau tanggapan dari MK. Ketua MK Arief Hidayat yang dihubungi ponselnya terganggu oleh sinyal yang terputus. Sementara pesan pendek yang dikirim belum dibalas.


Surat pelaporan terhadap 4 Hakim MK ke Polisi. (Ist)

Seperti diketahui, MK mengabulkan permohonan uji materi Pasal 14A ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 49 tahun 2009 tentang Peradilan Umum, Pasal 13A ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor Nomor 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama, serta Pasal 14A ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (TUN). Pasal-pasal yang diujimaterikan itu mengatur mengenai proses seleksi pengangkatan hakim.

MK menyatakan keterlibatan KY dalam proses seleksi pengangkatan hakim ‎pengadilan negeri, pengadilan agama, dan pengadilan TUN, inkonstitusional. ‎MK menghapus frasa 'bersama' dan frasa 'dan Komisi Yudisial' dalam Pasal 14A ayat(2) dan (3) UU Peradilan Umum, Pasal 13A ayat (2) dan (3) UU Peradilan Agama, serta Pasal 14A ayat (2) dan (3) UU Peradilan TUN. MK menilai kedua frasa itu bertentang dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Kemudian, MK juga mengubah norma pada pasal-pasal dalam 3 undang-undang itu menjadi, "Proses seleksi pengangkatan hakim pengadilan negeri, pengadilan agama, dan pengadilan TUN dilakukan oleh MA." MK juga menjadikan norma dalam pasal-pasal 3 UU itu menjadi berbunyi, "Ketentuan lebih lanjut mengenai proses seleksi diatur oleh Mahkamah Agung." (Bob/Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini