Sukses

Meramu Wajib Militer Ala Indonesia

Program ini hanya menanamkan disiplin dan rasa cinta Tanah Air.

Liputan6.com, Jakarta - 100 Juta orang. Hampir separuh jumlah penduduk Indonesia akan mengikuti program bela negara. Program ini diikuti oleh warga negara yang berumur 50 tahun ke bawah. Rencana itu akan dimulai pada akhir 2015.

Bela negara serupa tapi tak sama dengan wajib militer seperti di Korea Selatan.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, kegiatan bela negara lebih kepada menanamkan sikap disiplin dan menanamkan rasa cinta Tanah Air, terutama bagi anak muda.‎

"Itu oleh Kementerian Pertahanan dibuat program, tujuannya untuk mendisiplinkan anak-anak kita, revolusi mental juga," kata dia di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin 12 September 2015.

Program bela negara ini, lanjut Luhut, membuat warga negara lebih peka dan menumbuhkan semangat kebangsaan. Nantinya, setiap warga yang mengikuti program bela negara ini akan mendapatkan pelatihan dari kombinasi TNI, Polisi, dan unsur keilmuan yang lain. Materinya pun berbeda-beda dari tiap kategori umur atau pun jenjang pendidikan. ‎

"Ini masih saya koreksi dulu, tapi tujuannya untuk disiplinkan anak anak muda dan membuat kita lebih aware, dan diisi nantinya mungkin ada masalah narkoba, teroris, dan masalah lainnya," jelas Luhut.

Dia menegaskan, bela negara berbeda dengan wajib militer. "‎Bentuk nya tak seperti wajib militer, ada pelatihan-pelatihan yang nantinya diselenggarakan ke daerah-daerah," tandas Luhut Binsar Pandjaitan.

Masih Diramu

Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK juga menyanggah program Kementerian Pertahanan itu sama dengan wajib militer. Walau pun, dia belum paham tentang konsep bela negara tersebut.

"Ya jelas beda. Wajib militer itu kan resmi. Wamil itu langsung Anda menjadi sersan, letnan. Ini kan bela negara hanya memberikan jiwa, saya kira ya. Tapi konsepnya saya belum baca," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa 13 Oktober 2015.

Dia mengatakan, Kementerian Pertahanan perlu aturan khusus untuk menjalankannya.

Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu menjelaskan, masyarakat perlu belajar tentang kedisiplinan, dibandingkan angkat senjata. Program ini pun akan dikaji lebih lanjut sebelum diterapkan.

"Semua negara butuh kedisiplinan. Butuh suatu sikap, apakah bentuknya bela negara atau apapun, ya kita lihat aja situasinya, konsepnya dan aturannya apa. Dan apa (hubungan) undang-undangnya," tandas JK.

Selain ramuan mekanismenya, perencanaan anggarannya pun belum jelas. Hal tersebut menuai perdebatan.

Karena itu, Ketua DPR Setya Novanto ‎akan mengundang Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan yang membawahi Menhan, membicarakan rencana tersebut.

"Kita dengarkan dulu Pak Luhut, kita undang Pak Luhut hari Jumat (16 Oktober) untuk menyampaikan langsung apa yang dimaksud apa benar ada hal-hal yang berkaitan dengan wajib militer bela negara itu," kata Setya Novanto di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa 13 Oktober 2015.


Sejumlah anggota Kopassus TNI AD bersiap mengikuti Latihan Gabungan Gultor Tri Matra IX TA.2014 di Halim Perdanakusuma Jakarta, Senin (1/12/2014). Latihan penanggulangan teror untuk memelihara kedaulatan NKRI. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Oleh karena itu, politikus Partai Golkar ini mengimbau kepada masyarakat dan anggota DPR agar tak terlalu cepat memberikan tanggapannya terkait bagaimana mekanisme program bela negara tersebut.

"Jangan terlalu terburu-buru memberikan suatu penilaian, kita dengarkan dulu ya nanti penjelasan Pak Luhut," imbau dia.

Pria yang akrab disapa Setnov ini juga meminta publik tidak terburu-buru berspekulasi mengenai anggaran bela negara yang disebut-sebut mencapai Rp 500 triliun.

"Saya yakin Pak Luhut belum sampai rincikan lebih jauh dan biasanya kalau punya pemikiran harusnya disampaikan kemarin. Makanya kita tunggu. Atau tanya langsung ke Pak Luhut karena saya yakin belum dibicarakan begitu jauh," tandas Setnov.

Revolusi Mental

Pemerintah menilai bela negara ini sebagai dukungan atas program revolusi mental pemerintahan Kabinet Kerja. Implementasinya, Kemhan melalui Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kemhan akan membentuk Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Bela Negara.

Program ini juga disebut sesuai dengan program prioritas dalam Nawacita pemerintahan Jokowi-JK.

"Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia."


Bendera Merah Putih berukuran besar berkibar di Tugu Monas, Jakarta  (19/12/2014). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Tuai Dukungan

Mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Moeldoko mendukung rencana Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu merekrut ‎100 juta kader yang berasal dari rakyat sipil untuk program bela negara.

Menurut dia, program tersebut baik untuk masa depan generasi bangsa. Bela negara bisa menanamkan rasa disiplin dan tanggung jawab pada diri sendiri dan sesama anak bangsa.

"Yang dimaksud bela negara bukan memegang senjata, tapi membangun jiwanya, sehingga punya rasa memiliki negara, disiplin, dan tanggung jawab terhadap negara itu. Sebaiknya dari awal diberikan kepada anak-anak itu," kata Moeldoko usai menjadi pembicara di Seminar Fraksi Partai Demokrat, Gedung DPR, Senayan, Jakarta pada Senin 12 Oktober 2015.

Mantan Pangdam Siliwangi itu menuturkan, program bela negara memang harus ditanamkan sejak dini. Program itu, kata dia, sangat tepat untuk persiapan pembentukan komponen cadangan.‎

"Dalam UU Sistem Pertahanan Negara dibangun secara dini dan sistem pertahanan negara itu menganut 3 lapis, komponen utama TNI, kedua komponen cadangan, ketiga komponen untuk kesiapan komponen cadangan dan pendukung. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya memberikan kesadaran bela negara kepada seluruh rakyat Indonesia," papar dia.

Moeldoko memandang, apabila program tersebut nantinya terlaksana, kemungkinan besar tidak ada sanksi yang konkret bagi rakyat yang tidak mau mengikuti program bela negara ini.

"Itu enggak ada, sanksi hukumnya memang hak dan kewajiban. Tidak ada sanksi, tetapi mungkin sanksi sosial dan moral," ucap dia.

Namun mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) itu enggan berkomentar soal anggaran program bela negara. Banyak yang khawatir jika program tersebut bakal menyedot anggaran negara.

"Ya saya pikir bukan domain saya menjawab," tandas Moeldoko.


Alutsista super canggih siap menjaga keutuhan NKRI di perayaan HUT TNI ke-69, Surabaya, Selasa (07/10/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sementara, Anggota Komisi I DPR Tubagus (TB) Hasanuddin mengatakan, program bela negara membutuhkan payung hukum berupa perundang-undangan guna membuat parameter yang jelas. Hal tersebut agar ke depannya pelaksanaan program ‎bela negara tak tersendat oleh regulasi dan berjalan sesuai yang diharapkan.

"Butuh undang-undang supaya ada parameter, misalnya nanti kebijakan bela negara seperti apa, pelaksananya siapa, pelakunya siapa dan kategori umur berapa, sistem rekrutmen seperti apa, sistem pelatihannya, kurikulumnya bagaimana," kata TB Hasanuddin di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa 13 Oktober 2015.

Menurut dia, implementasi program bela negara jangan tergesa-gesa tanpa payung hukum, agar tidak menimbulkan salah tafsir. Meskipun sebelumnya program itu dipertanyakan, Politisi PDI Perjuangan ini menilai konsep bela negara baik dalam konteks menumbuhkan kesadaran masyarakat.

‎TB mencontohkan, ketika perang kemerdekaan kesadaran bela negara rakyat tinggi, sehingga siap mengangkat senjata. Lalu setelah perang selesai, rakyat kembali ke profesinya masing-masing.

"Tapi (bela negara saat ini) bukan semata dilatih menembak, makanya dibutuhkan undang-undang. Misal ada bencana kan anda ikut membantu, itu kan harus ada kesadaran bela negara," tutur dia.

Sementara itu ketika ditanya pendapatnya mengenai bela negara yang mirip dengan upaya PKI dulu membentuk angkatan kelima petani yang dipersenjatai, TB Hasanuddin menilai bela negara saat ini tidak mengarah ke sana.

"Tidak ada kekhawatiran ke arah itu, kita kok takut terus," tegas Hasanuddin.


Upacara Pengibaran bendera di KBRI Korut

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menegaskan akan berdiri paling depan bila ada individu atau kelompok yang mengancam Indonesia. Hal itu disampaikan pria yang akrab disapa Ahok itu dalam acara Pengukuhan dan Serah Terima Jabatan Komandan Resimen Mahasiswa Jayakarta.

"‎Soal bela negara, Menwa itu paling siap. Siapa pun yang nyerang kita, Menwa pasti paling depan. Tapi saya akan berdiri depan kamu demi mempertahankan republik ini," kata Ahok, di Balaikota Jakarta, Selasa 13 Oktober 2015.

Selain itu, dia menjelaskan kunci kesuksesan adalah disiplin. Tidak peduli profesi apa yang digeluti, selama memiliki disiplin diri, pasti akan sukses.

"Kunci sukses itu disiplin, mau jadi TNI, Polri, pengusaha, kita bersyukur umat muslim diajarkan salat 5 waktu. Itu melatih disiplin dengan baik," ucap Ahok.

Dia memberi contoh bentuk perutnya yang tidak pernah berubah dalam beberapa tahun terakhir. Biasanya, pria seumuran dengannya memiliki bentuk perut yang tidak proporsional. Namun, dengan disiplin tinggi, Ahok tetap menjaga fisiknya.

"Disiplin dalam segala hal, tidak mencuri dan jaga fisik dengan baik. Baju dan celana saya masih sama dengan beberapa tahun lalu. Karena kita adalah model untuk dipertontonkan demi transformasi nasional," imbuh Ahok.

Dia juga mengingatkan mahasiswa tentang korupsi yang merupakan akar dari permasalahan bangsa. Dia meminta, sebagai calon penerus bangsa, mahasiswa jangan melakukan tindak pidana korupsi.

"Saya selaku gubernur, tidak pernah sungkan-sungkan kalau Anda tidak betul ya saya semprot. Kalau 1 lawan 1 boleh coba, kalau 1 lawan 10 enggak pantas, itu film kung fu," tutur mantan Bupati Belitung Timur itu.

"Saya tidak pernah ada urusan dengan orang yang nyolong. Kalau musuh ya ditembak, kalau musuh sudah cabut senjata enggak ada urusan lagi deh," tandas Ahok. (Bob/Rmn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini