Sukses

DPR Disarankan Revisi KUHAP Ketimbang UU KPK

DPR diminta untuk tidak melanjutkan niat merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Liputan6.com, Jakarta - DPR diminta untuk tidak melanjutkan niat merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) lah yang dinilai perlu direvisi oleh para wakil rakyat tersebut.

"Hal yang paling urgen adalah revisi UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Saat ini aparat penegak  hukum sudah banyak tak sejalan dengan bahkan melanggar KUHAP dan yang diatur KUHAP juga tak sesuai kondisi terkini," kata advokat dan pengamat hukum Andri W Kusuma di Jakarta, Selasa (13/10/2015).

"Baiknya KUHAP dulu direvisi, karena akan berdampak langsung kepada perlindungan masyarakat, khususnya dalam perspektif HAM," tambah dia.

Menurut Andri, hukum acara pidana wajib dipatuhi oleh semua lembaga penegak hukum, mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan, hingga peradilan. Kenyataan saat ini, kata dia, KUHAP sudah usang sehingga aparat penegak hukum di lapangan seringkali berbenturan dengan pelanggaran.

"Nanti semua UU yang mengatur aparat penegak hukum mengacu ke sana sebagai aturan payung untuk semua lembaga penegakan hukum dalam menjalankan kewenangannya sehingga ke depannya ini bisa menjadikan proses penegakan hukum di negara ini lebih baik," tutur Andri.

Menurut dia, hal yang perlu diperhatikan dalam revisi KUHAP nanti adalah masalah koordinasi para lembaga penegak hukum. Pembatasan wewenang dari kepolisian, kejaksaan, dan KPK harus jelas.

Selain itu juga dalam hal penentuan dua alat bukti, sambung dia, harus diperjelas dan dipertegas mengenai ketentuan bukti tersebut. Kemudian apa saja yang bisa dijadikan atau dikualifikasikan sebagai alat bukti.

Bila alat bukti untuk menaikkan status seseorang menjadi tersangka sudah baik, maka KPK tidak perlu takut dengan proses praperadilan.

"Saya setuju kalau di revisi KUHAP disebut juga beberapa pasal tentang KPK. Misal, soal penyadapan tak usah minta izin pengadilan, tetapi sebelum penyadapan dilakukan KPK itu harus yakin dengan dugaan tindak pidana," tutur dia.

"Jangan seperti sekarang, sering kalah di praperadilan karena tak profesional dan tidak menjalankan hukum acara pidana secara konsekuen," tandas Andri. (Ndy/Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini