Sukses

Jokowi Minta Maaf Batal Pantau Kabut Asap di Jambi

Untuk kesekian kalinya, rencana Presiden Jokowi memantau kondisi kabut asap di Jambi harus dibatalkan.

Liputan6.com, Jambi - Untuk kesekian kalinya, rencana Presiden Jokowi memantau kondisi kabut asap dan penanganan korban infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) Jambi harus dibatalkan. Atas pembatalan itu, Jokowi meminta maaf kepada masyarakat Jambi.

Permintaan maaf itu disampaikan kepada Pejabat Gubernur Jambi, Irman melalui sambungan telepon.

"Sebagaimana kita ketahui, Presiden tidak berhasil lagi datang ke Jambi. Presiden langsung menghubungi saya begitu mendarat di Halim (Jakarta). Beliau menyampaikan bahwa beliau sangat ingin (ke Jambi), tapi belum terlaksana," ujar Irman di Jambi pada Minggu, 11 Oktober 2015.

"Alasannya sama, karena cuaca yang belum memungkinkan pesawat mendarat di bandara Jambi. Oleh karena itu, Bapak Presiden menyampaikan permintaan maaf atas belum terwujudnya keinginannya untuk ke Jambi," sambung Irman.

Menurut Jokowi, sambung dia, kondisi Jambi saat ini mulai membaik. Kabut asap di Jambi saat ini merupakan dampak dari bencana yang terjadi di daerah lain. Karena itu, untuk saat ini seluruh sumber daya yang ada tengah difokuskan ke Sumatera Selatan (Sumsel).

Irman mengaku mendukung upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang diarahkan ke Sumsel. Hal itu karena titik api di Sumatera kini terkonsentrasi di daerah itu. Apalagi, bandara Jambi sangat dekat dengan perbatasan Sumsel.

"Sehingga pengaruhnya cukup besar terhadap aktivitas bandara di Jambi," tutur dia.

Sejak pertengahan September 2015, Presiden Jokowi dijadwalkan berkunjung ke Provinsi Jambi. Terhitung ada 4 kali rencana kunjungan tersebut selalu gagal karena pekatnya kabut asap di Jambi.

Jambi merupakan satu dari lima provinsi di Indonesia yang menyatakan Darurat Kabut Asap. Hampir 3 bulan lamanya kabut asap menyelimuti daerah di tengah Pulau Sumatera itu. Dari data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi, tak kurang dari 33 ribu hektare lahan terbakar. Lahan itu meliputi perkebunan masyarakat, perusahaan, HTI, hutan lindung dan taman nasional. (Ndy/Ans)*

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.