Sukses

Pemuda Muhammadiyah: Korupsi Lebih Kejam dari Genosida

Adanya revisi UU KUHP, maka kejahatan besar hanya dikategorisasikan menjadi 3, yakni human trafficking, narkotika, dan terorisme. ‎

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzhar Simanjuntak menyatakan, ada upaya pelemahan pemberantasan korupsi di negeri ini. Salah satunya dengan rencana revisi UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam revisi itu, korupsi dimasukkan sebagai kategori pidana biasa.

"Usaha untuk memasukkan korupsi sebagai pidana biasa itu terlihat sekali. Jadi arahnya tadi untuk pembubaran KPK dan macam-macam. Karena kalau sudah di KUHP (korupsi) tidak lagi extraordinary crime, bukan lagi kejahatan luar biasa," ucap Dahnil di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu 11 Oktober 2015.

Dengan adanya revisi UU KUHP itu, maka kejahatan besar hanya dikategorisasikan menjadi 3, yakni human trafficking, narkotika, dan terorisme. ‎Padahal pada pemerintahan sebelumnya, korupsi dianggap sebagai kejahatan luar biasa.

"Korupsi dianulir lagi. Padahal di era SBY, korupsi diterjemahkan sebagai extraordinary crime dan seluruh dunia meyakini dan bersepakat korupsi adalah extraordinary crime," tutur Dahnil.

"Bahkan saya berani menyebutkan bahwa korupsi adalah kejahatan kemanusiaan, kejahatan peradaban, dia lebih kejam dari genosida, karena proses pembunuhan dan perampasan hak-hak rakyat itu luar biasa dilakukan secara masif. Mati pelan-pelan itu lebih menyakitkan daripada mati langsung‎," tandas Dahnil.

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi meminta pemerintah melaksanakan rekomendasi yang disampaikan lembaganya terkait delik korupsi yang masuk dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). KPK meminta delik korupsi tidak masuk KUHP.

Jika delik korupsi yang selama ini merupakan lex specialis bagi KPK menjadi tindak pidana umum, maka hal ini juga akan memengaruhi penanganan perkara di Kejaksaan Pidana Khusus. "Yang delik tadi juga jadi persoalan di Kejaksaan," kata Johan, Rabu 16 September 2015.

Pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji juga mengatakan, dalam pemahaman secara akademik dan praktik, masuknya delik tipikor ke dalam KUHP akan mengurangi kewenangan KPK. Sebab, akan menjadi tindak pidana umum dan bukan lagi ranah KPK. (Mvi)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini