Sukses

Dibuat 'Ompong' MK, Ini Tanggapan Komisioner KY

Mahkamah Konstitusi (MK) membuat Komisi Yudisial (KY) 'ompong' dalam kewenangannya sebagai lembaga pengawas hakim.

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) membuat Komisi Yudisial (KY) 'ompong' dalam kewenangannya sebagai lembaga pengawas hakim. Yakni, kewenangan dalam hal terlibat proses seleksi pengangkatan hakim di Peradilan Umum, Peradilan Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara (TUN).

Hal itu sebagaimana putusan MK yang mengabulkan seluruhnya uji materi‎ Pasal 14A ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 49 tahun 2009 tentang Peradilan Umum, Pasal 13A ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor Nomor 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama, serta Pasal 14A ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009 tentang Peradilan‎.

Mengenai hal itu, Komisioner ‎Komisi Yudisial (KY), Taufiqurrahman Syahuri tak kaget jika putusan MK mengabulkan uji materi yang dimohonkan oleh Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) tersebut. "Sudah kuduga," kata pria yang akrab disapa Taufiq itu dalam pesan singkatnya di Jakarta, Rabu (7/10/2015).

Taufiq menilai, dugaannya itu tak lepas dari keberadaan 3 hakim MK yang merupakan anggota Ikahi nonaktif. Ketiga hakim MK yang dimaksud itu adalah Anwar Usman, Suhartoyo, dan Manahan Sitompul.

Mereka ini dianggap punya konflik kepentingan dalam memutus uji materi tersebut, karena permohonan uji materi itu diajukan oleh Ikahi sendiri.

"UU Kehakiman Pasal 17, jika ada konflik kepentingan hakim harus mundur. Jika tidak, putusan batal demi hukum. 3 Hakim MK masih anggota Ikahi nonaktif," kata Taufiq.

Komisioner KY yang lain, Imam Anshari Saleh menambahkan, pihaknya tetap menghormati putusan MK ini yang bersifat terakhir dan mengikat. Meski di satu sisi, dia menilai putusan ini janggal karena keberadaan 3 hakim MK yang merupakan anggota Ikahi non-aktif tersebut.

"Putusan MK kan final and binding (terakhir dan mengikat). Ya dipatuhi saja putusan MK itu, walaupun terasa janggal," ucap Imam.

MK sebelumnya mengabulkan permohonan uji materi Pasal 14A ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 49 tahun 2009 tentang Peradilan Umum, Pasal 13A ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor Nomor 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama, serta Pasal 14A ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (TUN).

Pasal-pasal yang diujimaterikan itu mengatur mengenai proses seleksi pengangkatan hakim dilakukan Mahkamah Agung bersama dengan Komisi Yudisial (KY).

Dengan putusan ini, MK menyatakan, keterlibatan KY dalam proses seleksi pengangkatan hakim ‎pengadilan negeri, pengadilan agama, dan pengadilan TUN inkonstitusional. (Ali/Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.